"Bagaimana ahli Taurat dapat mengatakan bahwa Mesias adalah anak Daud?” (2Tim 3:10-17; Mzm 119:165.166.168; Mrk 12:35-37)

Pada suatu kali ketika Yesus mengajar di Bait Allah, Ia berkata: "Bagaimana ahli-ahli Taurat dapat mengatakan, bahwa Mesias adalah anak Daud? Daud sendiri oleh pimpinan Roh Kudus berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kutaruh di bawah kaki-Mu. Daud sendiri menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?" Orang banyak yang besar jumlahnya mendengarkan Dia dengan penuh minat.” (Mrk 12:35-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Yesus adalah Tuhan dan sekaligus manusia; Ia adalah Tuhan yang menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa, untuk menyelamatkan dunia sebagaimana telah dijanjikanNya. Janji Tuhan tersebut telah lama disabdakan melalui para nabi. Ia datang ke dunia belerjasama dengan manusia, yaitu Maria, gadis sederhana dan suci, yang dengan rendah hati dan total menanggapi panggilan Tuhan untuk mengandung ‘anak’, yang tidak lain adalah Penyelamat Dunia, karena Roh Kudus dan bukan karena relasi cintakasih dengan laki-laki alias hubungan seksual dengan laki-laki. Dengan kata lain secara fisik Ia bukan anak Yusuf, yang menjadi keturunan Daud. Orang-orang Farisi tidak percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Allah yang menjadi manusia, tetapi mereka hanya percaya secara yuridis bahwa Yesus adalah keturunan Daud karena Yusuf adalah keturunan Daud. Sabda atau warta gembira hari ini kiranya mengingatkan dan mengajak kita semua, umat beriman, untuk hidup dan bertindak lebih dijiwai oleh Roh Kudus daripada aturan atau hukum, dengan kata lain kita diajak untuk dengan sungguh-sungguh menghayati visi atau spiritualitas kita masing-masing. Sebagai manusia baiklah kita sadari dan hayati bahwa sebelum kita dilahirkan dari rahim ibu kiranya pada diri kita telah diidam-idamkan sesuatu, yaitu agar kelak menjadi manusia yang baik, suci dan berbudi pekerti luhur, maka marilah dimana pun dan dalam kondisi serta situasi apapun kita senantiasa berusaha untuk hidup baik, suci dan berbudi pekerti luhur.

· Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2Tim 3:15-16), demikian nasihat atau peringatan Paulus kepada Timoteus, kepada kita semua umat beriman. Dalam perjalanan hidup kita, sejak kita dapat melihat dan membaca kiranya dapat kita lihat berbagai macam tulisan, entah berupa buku, surat, pengumuman, aturan dst…, yang kiranya memiliki tujuan baik, suci dan luhur, yang “bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran”. Tentu pertama-tama dan terutama yang selayaknya kita perhatikan adalah tulisaan yang diilhamkan Allah, yaitu Kitab Suci. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk setia membaca dan merenungkan apa yang tertulis didalam Kitab Suci, dan kepada segenap umat Kristen dan Katolik kiranya apa yang saya coba tuliskan kembali yang tertulis didalam Kitab Suci serta dengan sederhana kami refleksikan, kami berharap dapat membantu kita semua untuk tahu perihal ajaran Kristiani guna memperbaiki kelakuan dan mendidik kita dalam kebenaran, sehingga kita dapat hidup baik, benar dan berbudi pekerti luhur. Silahkan memilih sendiri ayat-ayat dari perikop Kitab Suci yang kami kutipkan, dan kemudian refleksikan dan renungkan. Marilah kita sadari dan hayati bahwa kita dididik dan dibina dengan dan melalui kata-kata atau tulisan. Secara khusus kami ingatkan kepada siapapun yang tergabung di dalam hidup dan kerja bersama, misalnya di dalam asrama atau tempat kerja atau lembaga hidup bakti dst.., hendaknya aturan hidup bersama, pedoman kerja, konstitusi atau pedoman hidup sungguh dibaca, dipelajari, dipahami dan akhirnya dilaksanakan. Aneka aturan atau tata tertib hemat saya menjelaskan fungsi tempat atau harta benda terkait agar orang memanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Misalnya klas adalah tempat untuk belajar, maka selain belajar berarti melanggar aturan, tempat ibadat untuk beribadat atau berdoa, tempat kerja untuk bekerja dst.. Jika kita tidak setia mentaati aturan yang sederhana dalam hidup sehari-hari, maka kita akan dengan mudah melakukan tindak korupsi sebagaimana dilakukan oleh para tokoh atau pemuka negeri kita ini.

“Besarlah ketenteraman pada orang-orang yang mencintai Taurat-Mu, tidak ada batu sandungan bagi mereka. Aku menantikan keselamatan dari pada-Mu, ya TUHAN, dan aku melakukan perintah-perintah-Mu. Aku berpegang pada titah-titah-Mu dan peringatan-peringatan-Mu, sebab seluruh hidupku terbuka di hadapan-Mu.” (Mzm 119:165.166.168)


Jumat, 8 Juni 2012


Romo Ignatius Sumarya, SJ

“Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” (2Tim 2:8-15; Mzm 25:8-10; Mrk 12:28b-34)

“Orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?" Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: "Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan." Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" Dan seorang pun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.” (Mrk 12:28b-34), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Di dalam menelusuri jalan dari kota asal ke kota tujuan bagi mereka yang sungguh tahu dan kenal situasi lika-liku jalan yang akan dilalui tentu akan selamat sampai tujuan alias tidak tersesat. Sebaliknya orang yang tidak tahu serta tak mau bertanya kepada orang lain pasti akan tersesat, maka ada pepatah “malu bertanya, sesat di jalan”. “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah”, demikian sabda Yesus kepada orang yang bijaksana, mampu memahami arti dan makna cintakasih. Pemahaman perihal cintakasih di antara kita semua pasti berbeda satu sama lain, sesuai dengan latar belakang dan pengalaman kita masing-masing. Namun demikian hemat saya apa yang disabdakan hari ini merupakan ajaran perihal cintakasih yang dapat diterima semua orang, tanpa pandang bulu, yaitu mengasihi dengan “segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan/tenaga”. Para orangtua atau bapak-ibu hemat saya memiliki pengalaman saling mengasihi yang demikian ini, maka kami harapkan dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya serta menjelaskan arti cinta kasih sejati dan mendidik atau melatihnya setiap hari. Segenap berarti total atau seutuhnya, maka kalau tidak total atau utuh berarti sakit, alias sakit jiwa, sakit jiwa, bodoh atau sakit fisik akan sulit dalam mengasihi atau bahkan tak mampu mengasihi. Maka hendaknya dalam saling mengasihi kita sungguh total, tidak setengah-setengah atau ragu-ragu.


· Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu” (2Tim 2:14-15), demikian pesan Paulus kepada Timoteus, yang hendaknya juga kita renungkan atau refleksikan. Yang dimaksudkan dengan kebenaran di sini tidak lain adalah ‘mati bersama Dia dan hidup bagi Dia’, artinya baik hidup atau mati senantiasa dalam Tuhan. Dalam keadaan dan kondisi apapun selama masih hidup di dunia ini hendaknya kita senantiasa “layak di hadapan Allah”, sehingga sewaktu-waktu kita dipanggil Tuhan atau meninggal dunia kita dengan ceria dan penuh senyum mempesona berhadapan dengan Allah secara pribadi, dengan kata lain kita tidak takut kapan saja dan dimana saja dipanggil Tuhan, karena kita senantiasa bersama denganNya. Kita semua juga diingatkan agar tidak bersilat kata alias berkata-kata yang tidak benar serta membuat orang lain semakin bingung dan pusing tujuh keliling. Hendaknya kita jujur dan polos dalam berkata-kata, apa adanya, tidak berbohong sedikitpun. Ingatlah ketika orang suka berbohong, maka semakin lama semakin berusaha keras menutupi kebohongannya dan dengan juga semakin bohong. Menutupi kebohongan dengan kebohongan berarti hidup dalam sandiwara terus-menerus. Bukankah orang bermain sandiwara tak akan tahan lama, maka jika anda suka bermain sandiwara kehidupan atau menutupi kebohongan dengan kebohongan tak akan lama kemudian pasti akan terbongkar kebohongan atau permainan sandiwara anda. Marilah kita hidup jujur, meskipun untuk itu harus hancur sementara, namun akan mujur dan mulia selamanya.

“TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati. Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya” (Mzm 25:8-10)



Kamis, 7 Juni 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ

“Ia bukanlah Allah orang mati melainkan Allah orang hidup” (2Tim 1:1-3.6-12; Mzm 125:1-2; Mrk 12:18-27)

“Datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: "Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati dengan meninggalkan seorang isteri tetapi tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Lalu yang kedua juga mengawini dia dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Demikian juga dengan yang ketiga. Dan begitulah seterusnya, ketujuhnya tidak meninggalkan keturunan. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itu pun mati. Pada hari kebangkitan, bilamana mereka bangkit, siapakah yang menjadi suami perempuan itu? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia." Jawab Yesus kepada mereka: "Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah. Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga. Dan juga tentang bangkitnya orang-orang mati, tidakkah kamu baca dalam kitab Musa, dalam ceritera tentang semak duri, bagaimana bunyi firman Allah kepadanya: Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub? Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. Kamu benar-benar sesat!" (Mrk 12:18-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Sebagai orang beriman diharapkan senantiasa hidup dan bertindak dijiwai oleh imannya, mengikuti kehendak Allah atau Penyelenggaraan Ilahi. Namun rasanya kebanyakan orang masa kini bagaikan orang-orang Saduki yang tidak percaya kepada kebangkitan, yang berarti hanya percaya kepada apa yang dapat dilihat oleh mata jasmani ini saja, tak mampu melihat segala sesuatu dengan mata hati. Kita semua dapat hidup dan bertindak sebagaimana adanya pada saat ini hanya karena Allah, yang senantiasa setia mendampingi dan menyertai kita terus-menerus, maka marilah kita hayati pendampingan dan penyertaan Allah ini, sehingga kita tidak hanya mengandalkan kekuatan tenaga manusia dan percaya pada pada yang dapat dilihat dengan mata fisik saja. Pendampingan dan penyertaan Allah atau karya Allah antara lain kelihatan dalam aneka perkembangan dan pertumbuhan ciptaan-ciptaan-Nya di bumi ini, dalam diri manusia, binatang maupun tanaman atau tumbuh-tumbuhan. Lihatlah dengan teliti dan cermat keindahan alam yang dihiasi oleh aneka jenis tanaman, nikmatilah gerak-langkah aneka binatang yang lucu, dan tentu saja imani aneka perubahan ke arah yang baik dalam diri saudara-saudari kita!. Marilah kita imani bahwa hidup kita dan segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai pada saat ini adalah anugerah Allah, bukan semata-mata hasil usaha atau kerja keras kita. Marilah kita imani bahwa kegairahan dan kegembiraan kita merupakan karya Allah, dan dengan demikian kita tidak akan bertanya-tanya atau khawatir akan apa yang terjadi setelah meninggal dunia atau dipanggil Allah, hidup di akhirat atau alam baka nanti.

· “Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah” (2Tim 1:6-8), demikian kutipan surat Paulus kepada Timotius. “Roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban” itulah yang dianugerahkan kepada kita semua umat beriman. Marilah kita imani dan hayati anugerah Roh ini dengan hidup dan bertindak saling mengasihi dan tertib, teratur. Tertib dan teratur dalam cara hidup dan cara bertindak hemat kami sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan pada masa kini, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang tidak hidup dan bertindak dengan tertib dan teratur, melainkan seenaknya sendiri, semau-gue, ‘sak penake wudhele dewe’. Aturan dan tata tertib ada dimana-mana. Aturan dan tata tertib hemat saya memiliki maksud dan tujuan untuk memfungsikan sesuatu dengan benar dan baik, misalnya kapel/gereja/masjid dst.. adalah tempat doa, maka hanya dipergunakan untuk kegiataan yang menunjang hidup doa, sampah tempatnya adalah di tempat sampah, maka jika berserakan di jalanan berarti tidak benar, dst.. Hidup tertib dan teratur hemat saya juga merupakan salah satu wujud panggilan untuk saling mengasihi, karena dengan hidup dan bertindak tertib dan teratur berarti kita peduli pada orang lain. Marilah kita tingkatkan dan perdalam kepedulian kita kepada siapapun juga dalam hidup kita sehari-hari.

“Orang-orang yang percaya kepada TUHAN adalah seperti gunung Sion yang tidak goyang, yang tetap untuk selama-lamanya. Yerusalem, gunung-gunung sekelilingnya; demikianlah TUHAN sekeliling umat-Nya, dari sekarang sampai selama-lamanya.” (Mzm 125:1-2)

Rabu, 6 Juni 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ

“Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!"



(2Pet 3:12-15a; 17-18; Mzm 90:2-4; Mrk 12:13-17)

“Kemudian disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan suatu pertanyaan. Orang-orang itu datang dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran. Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?" Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!" Lalu mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." Lalu kata Yesus kepada mereka: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!" Mereka sangat heran mendengar Dia” (Mrk 12:13-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Bonifasius, Uskup dan Martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Taat setia kepada Allah sekaligus kepada pemimpin dunia masa kini kiranya sungguh merupakan tantangan berat alias tidak semua orang dapat mengatasi tantangan-tantangan yang harus dihadapi. Memang pertama-tama dan terutama harus taat setia kepada Allah, karena dalam iman kita imani bahwa para pemimpin dunia ini juga wakil atau utusan Allah. Maka kami mengingatkan para pemimpin dunia untuk senantiasa setia sebagai wakil atau utusan Allah, sehingga mereka yang dipimpin akan mentaatinya. Sebagai warga masyarakat yang beriman atau beragama kiranya kita jarang sekali berurusan dengan para pemimpin dunia, namun hemat saya selama dua puluh empat jam sehari kita senantiasa berurusan dengan Allah, maka kami harapkan kita semua lebih taat kepada Allah daripada kepada pemimpin dunia. Allah berkarya terus-menerus, siang malam, menyertai dan mendampingi perjalanan hidup dan panggilan kita; meskipun kita tidur pulas Allah tetap bekerja. Memang secara konktet taat kepada Allah akhirnya harus mentaati aneka tata tertib dan aturan sebagaimana diundangkan oleh para pemimpin agama, maka hendaknya kita setia melaksanakan aneka tata tertib atau aturan hidup beragama. Tata tertib atau aturan dibuat dan diundangkan demi kepentingan dan keselamatan serta kebahagiaan umum/bersama, maka tidak taat setia pada tata tertib atau aturan berarti kurang atau tidak memperhatikan kepentingan atau kebahagiaan umum, sebagaimana dilakukan oleh para koruptor, yang hanya mencari dan mengusahakan kepentingan pribadi. Taat setia kepada Allah berarti juga setia berdoa setiap hari, untuk berrelasi dengan Allah dalam kasih.

· Kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, kamu telah mengetahui hal ini sebelumnya. Karena itu waspadalah, supaya kamu jangan terseret ke dalam kesesatan orang-orang yang tak mengenal hukum, dan jangan kehilangan peganganmu yang teguh.Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya”(2Pet 3:17-18), demikian peringatan dan ajakan Petrus, Pempimpin para murid atau pengikut Yesus Kristus, yang pertama alias Paus pertama. Kutipan ini kiranya juga dapat menjadi acuan bagi para gembala Gereja Katolik, para uskup, beserta para pembantunya, yaitu para imam atau pastor. Sebagai gembala Umat Allah dipanggil dan diutus untuk mengingatkan segenap Umat Allah agar waspada dan ‘jangan terseret ke dalam kesesatan orang-orang yang tak mengenal hukum’. Tentu saja para gembala Umat Allah diharapkan dapat menjadi teladan dalam pengenalan aneka hukum atau tata tertib maupun dalam pelaksanaan atau penghayatan hidup setiap hari dimana pun dan kapan pun. Taat setia pada aneka hukum dan aturan pada masa kini hemat saya merupakan salah satu bentuk penghayatan rahmat atau panggilan kemartiran, yang berarti senantiasa bersikap terbuka dan siap sedia untuk tumbuh berkembang terus-menerus, dibina, diatur, dilecehkan dst.. dan akhirnya ada kemung-kinan untuk ‘disalib’. Para orangtua atau bapak ibu kami harapkan juga dapat menjadi teladan taat setia pada aneka hukum dan aturan bagi anak-anaknya. Kepada para penggerak, pejuang dan penegak aturan dan hukum kami harapkan untuk tetap tabah dan bekerja keras melaksanakan tugas dan kewajibannya, meskipun untuk itu harus menghadapi aneka masalah, tantangan dan hambatan.

Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah. Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!"Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam.” (Mzm 90:2-4)



Selasa, 5 Juni 2012


Romo Ignatius Sumarya, SJ

“Batu yang dibuang oleh tukang bangunan telah menjadi batu penjuru” (2Pet 1:1-7; Mzm 91:14-16; Mrk 12:1-120

“ Lalu Yesus mulai berbicara kepada mereka dalam perumpamaan: "Adalah seorang membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Dan ketika sudah tiba musimnya, ia menyuruh seorang hamba kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima sebagian dari hasil kebun itu dari mereka. Tetapi mereka menangkap hamba itu dan memukulnya, lalu menyuruhnya pergi dengan tangan hampa. Kemudian ia menyuruh pula seorang hamba lain kepada mereka. Orang ini mereka pukul sampai luka kepalanya dan sangat mereka permalukan. Lalu ia menyuruh seorang hamba lain lagi, dan orang ini mereka bunuh. Dan banyak lagi yang lain, ada yang mereka pukul dan ada yang mereka bunuh. Sekarang tinggal hanya satu orang anaknya yang kekasih. Akhirnya ia menyuruh dia kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi penggarap-penggarap itu berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, maka warisan ini menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan membunuhnya, lalu melemparkannya ke luar kebun anggur itu. Sekarang apa yang akan dilakukan oleh tuan kebun anggur itu? Ia akan datang dan membinasakan penggarap-penggarap itu, lalu mempercayakan kebun anggur itu kepada orang-orang lain. Tidak pernahkah kamu membaca nas ini: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita."Lalu mereka berusaha untuk menangkap Yesus, karena mereka tahu, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya dengan perumpamaan itu. Tetapi mereka takut kepada orang banyak, jadi mereka pergi dan membiarkan Dia.” (Mrk 12:1-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Orang-orang Yahudi tidak menerima dan tidak mengakui Yesus sebagai Penyelamat Dunia, karena para pemukanya gila akan harta benda, pangkat/kedudukan maupun kehormatan duniawi. Mereka memanfaatkan rakyatnya untuk memperkaya diri serta kurang memperhatikan keselamatan jiwa rakyatnya. Yesus datang ke dunia pertama-tama dan terutama demi keselamatan jiwa manusia, maka mereka yang bersikap mental materialistis pasti menolaknya, tak mampu memahami kehadiranNya. Sementara itu rakyat atau orang kebanyakan lebih mengutamakan keselamatan jiwa, maka Ia yang disingkirkan atau tidak diterima di antara pemuka Yahudi akhirnya menjadi ‘batu penjuru’ bagi banyak orang di seluruh dunia. KedatanganNya di dunia juga untuk mengingatkan para pemimpin dunia apakah sungguh memperhatikan kepentingan atau kesejahteraan umum atau kurang lebih mengingatkan sumpah setia atau janji mereka. Pemimpin dunia memang berbeda dengan pemimpin agama, khususnya Gereja Katolik: pemimpin dunia lebih mengutamakan harta dan pemimpin agama lebih mengutamakan jiwa.

· Kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang” (2Pet 1:5-7). Ada tiga keutaman utama yaitu iman, harapan dan kasih, dan yang terbesar adalah kasih. Cukup banyak orang mengaku beriman, namun apakah mereka hidup saling mengasihi atau dalam kasih kiranya dapat dipertanyakan. Antara iman dan kasih ada harapan, dan kiranya yang perlu menjadi perhatian kita saat ini adalah harapan, yang harus diwujudkan dengan melakukan kebajikan, penguasaan diri, ketekunan dan kesalehan. Melakukan kebajikan berarti senantiasa melakukan apa yang baik dan menyelamatkan, terutama keselamatan jiwa manusia, dan karena bekerja keras dalam usaha tersebut ada kemungkinan orang sungguh sukses, namun ada bahaya menjadi sombong, maka perlu penguasaan diri. Buah penguasaan diri adalah ketekunan dan buah ketekunan adalah kesalehan. Hanya orang yang sungguh saleh akan mampu mengasihi sesamanya dengan benar dan baik. Saleh dalam bahasa Jawa ‘sumeleh’ berarti pasrah sepenuhnya pada Penyelenggaraan Ilahi alias senantiasa mencari apa yang baik, luhur dan mulia serta indah di dalam ciptaan-ciptaanNya, terutama dalam diri manusia, sebagai ciptaan terluhur di dunia ini, yang diciptakan sebagai citra atau gambar Allah. Maka dengan ini kami berharap kepada segenap umat beriman untuk senantiasa menjunjung tinggi dan menghargai harkat martabat manusia, alias hidup dan bertindak berkemanusiaan, lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia.

"Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku. Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya. Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari pada-Ku." (Mzm 91:14-16)


Senin, 4 Juni 2012


Romo Ignatius Sumarya, SJ

HOMILI: Hari Raya Tritunggal Mahakudus (Ul 4:32-34.39-40; Rm 8:14-17; Mat 28:16-20 )

“Kebenaran wahyu mengenai Tritunggal Mahakudus, sejak awal mula adalah dasar pokok iman Gereja yang hidup, terutama karena Pembaptisan. Ia terungkap dalam syahadat Pembaptisan yang dirumuskan dalam kotbah, katekese dan doa Gereja. Rumusan-rumusan yang demikian itu sudah ada dalam tulisan-tulisan para Rasul, seperti salam yang diambil alih ke dalam perayaan Ekaristi:’Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian(2Kor 13:13)’” (Katekismus Gereja Katolik no 249). Tritunggal Mahakudus merupakan misteri dan sebagai misteri memang tak mungkin dapat difahami secara rational sepenuhnya, melainkan hanya dapat diimani. Beriman berarti mempercayakan diri sepenuhnya kepada ‘sesuatu’ yang tak dapat kita fahami atau mengerti secara rational, tetapi dihayati dalam cara hidup dan cara bertindak. Maka para Hari Raya Tritunggal Mahakudus hari ini kami mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal penghayatan iman kita masing-masing didalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari, dan sebagai orang Katolik perkenankan saya membagikan pengalaman secara Katolik juga.

“Jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat 28:19-20)

Setiap kali kita berdoa senantiasa diawali dan diakhiri dengan membuat tanda salib sambil berkata “Dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus”, demikian juga mengawali dan mengakhiri tugas atau pekerjaan. Membuat tanda salib berarti menepuk dahi, dada dan bahu, yang melambangkan pikiran, semangat/jiwa dan kekuatan atau tenaga. Maka mengawali dan mengakhiri suatu kegiatan, entah doa atau kerja, dengan membuat tanda salib berarti akan melaksanakan kegiatan tersebut dalam nama Allah, sesuai dengan kehendak dan perintah Allah. Dengan kata lain, entah dengan berdoa atau bekerja kita semakin berbakti kepada Allah, semakin suci. Segala sesuatu yang kita kerjakan atau yang menyertai kita juga kita baktikan sepenuhnya kepada Allah, sehingga lingkungan hidup dan kerja bagaikan lingkungan beribadat.

Tritunggal Mahakudus adalah Misteri Cintakasih, maka beriman kepada-Nya berarti senantiasa hidup dan bertindak saling mengasihi, sebagaimana diajarkan oleh Yesus dalam ajaran-Nya yang utama dan pertama-tama, antara lain: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5:44). Beriman kepada Tritunggal Mahakudus ada kemungkian dibenci atau dimusuhi orang lain, namun tidak membenci dan memusuhinya melainkan mengasihi mereka yang membenci dan memusuhi tersebut. Orang tidak mungkin membenci kita jika mereka tidak memboroskan waktu dan tenaganya bagi kita, dan hemat saya pemborosan waktu dan tenaga merupakan wujud utama dari cintakasih, yang tak dapat digantikan oleh cara lain apapun. Maka hayatilah kebencian dan permusuhan orang lain sebagai cintakasih mereka terhadap kita dan sikapilah dengan syukur dan terima kasih. Demikian juga setia pada iman akan Tritunggal ada kemungkinan akan teraniaya, yang secara konkret berarti tak terfahami, maka baiklah kita doakan mereka yang tidak mampu memahami tersebut dengan rendah hati dan lemah lembut. Apapun yang kita lakukan maupun katakan hendaknya senantiasa dalam Allah, bersama dan bersatu dengan Allah.

Hendaknya kita juga tidak takut dan gentar dalam menghadapi aneka macam ancaman, tekanan atau intimidasi karena kesetiaan pada iman, karena Allah senantiasa menyertai dan mendampingi kita terus menerus. Hadapi dan sikapi segala macam dan bentuk ancaman, tekanan dan intimidasi dalam dan bersama Allah, karena dengan demikian kita akan mampu mengatasinya, dan mereka yang mengancam, menekan serta mengintimidasi pasti akan berbalik mengasihi kita dan dengan demikian bersahabat dan bersaudara dengan kita kapan pun dan dimana pun. Sikapi dan hadapi mereka yang mengancam, menekan dan mengintimidasi sebagai salah satu bentuk penyertaan dan kasih Allah kepada kita.

“Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia” (Rm 8:14-17)

Beriman kepada Tritunggal Mahakudus berarti hidup dipimpin oleh Roh Kudus dan dengan demikian hidup dan bertindak menghayati nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh Kudus, yaitu “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22-23). Nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan ini hemat saya masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan melalui cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun. Menjadi saksi atas nilai-nilai atau keutamaan-keutaman tersebut itulah yang menjadi panggilan dan tugas pengutusan sebagai orang-orang yang beriman kepada Tritunggal Mahakudus.

Menjadi saksi sebagaimana saya katakan diatas berarti juga menjadi suci atau kudus, karena yang kita imani adalah Mahakudus. Dari nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh Kudus di atas, manakah nilai atau keutamaan yang sungguh mendesak dan up to date di lingkungan hidup dan kerja kita masing-masing?. Hemat saya yang penting adalah masalah kesetiaan, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang tidak dan kurang setia dalam cara hidup maupun cara kerja. ”Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat. Ini diwujudkan dalam perilaku tetap memilih dan mempertahankan perjanjian yang telah dibuat dari godaan-godaan lain yang lebih menguntungkan” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24-25).

Pertama-tama dan terutama kami mengajak dan mengingatkan mereka yang berkeluarga, para suami-isteri untuk setia pada janji perkawinan yang telah dibuatnya, tidak selingkuh, bercerai atau berpisah. Kesetiaan anda sebagai suami-isteri akan menjadi teladan atau panutan bagi anak-anak anda, dan ketika anak-anak tumbuh berkembang menjadi dewasa, terpanggil untuk jalan hidup atau panggilan apapun pasti akan setia menghayatinya. Para imam, bruder maupun suster hendaknya juga setia pada panggilan dan tugas pengutusan masing-masing, sehingga juga menjadi teladan kesetiaan bagi umat yang harus dilayaninya. Sedangkan para pelajar maupun mahasiswa kami harapkan setia dalam belajar sehingga sukses dan berhasil dalam belajar. Para pekerja atau pegawai setia pada tugas dan kewajibannya, tidak bermalas-malas di tempat kerja.

“Sebab itu ketahuilah pada hari ini dan camkanlah, bahwa TUHANlah Allah yang di langit di atas dan di bumi di bawah, tidak ada yang lain. Berpeganglah pada ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu dan keadaan anak-anakmu yang kemudian, dan supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk selamanya." (Ul 4:39-40). Kutipan dari kitab Ulangan ini kiranya menjadi peneguh dan peringatan bagi kita semua untuk senantiasa ‘berpegang pada ketetapan dan perintah Allah’ kapan pun dan dimana pun. Perintah dan ketetapan Allah antara lain dapat kita temukan dalam Kitab Suci kita masing-masing.

“Sebab firman TUHAN itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan. Ia senang kepada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN.Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya. Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada” (Mzm 33:4-6.9)



Minggu, 3 Juni 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ

“Baptisan Yohanes itu dari sorga atau dari manusia?” (Yud 17.20b-25; Mzm 65:2-5; Mrk 11:27-33)

“ Lalu Yesus dan murid-murid-Nya tiba pula di Yerusalem. Ketika Yesus berjalan di halaman Bait Allah, datanglah kepada-Nya imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua, dan bertanya kepada-Nya: "Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu, sehingga Engkau melakukan hal-hal itu?" Jawab Yesus kepada mereka: "Aku akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu. Berikanlah Aku jawabnya, maka Aku akan mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu. Baptisan Yohanes itu, dari sorga atau dari manusia? Berikanlah Aku jawabnya!" Mereka memperbincangkannya di antara mereka, dan berkata: "Jikalau kita katakan: Dari sorga, Ia akan berkata: Kalau begitu, mengapakah kamu tidak percaya kepadanya? Tetapi, masakan kita katakan: Dari manusia!" Sebab mereka takut kepada orang banyak, karena semua orang menganggap bahwa Yohanes betul-betul seorang nabi. Lalu mereka menjawab Yesus: "Kami tidak tahu." Maka kata Yesus kepada mereka: "Jika demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu.” (Mrk 11:27-33), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Karena merasa tersingkir dan pamornya di kalangan rakyat semakin berkurang gara-gara kehadiran Yesus, maka imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua Yahudi berusaha menyingkirkan Yesus dengan pertanyaan-pertanyaan jebakan. Mereka mempertanyakan perihal kuasa yang Ia terima, dan Yesus tahu maksud jahat mereka, maka Ia pun ganti bertanya perihal baptisan Yohanes, dari sorga atau dari manusia. Baptisan Yohanes telah dipercaya oleh rakyat banyak sebagai yang berasal dari sorga, maka mereka pun tak berani menanggapinya serta mengaku tidak tahu, karena takut kalah berdebat, dan dengan demikian pamor mereka semakin merosot. Begitulah orang-orang yang gila kuasa dan kehormatan duniawi serta hanya mengutamakan kepentingan pribadi: mereka semakin terpojok dan tersingkir. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk tidak mengutamakan kepentingan pribadi, melainkan kepentingan dan kesejahteraan umum atau rakyat dalam cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun. Ingatlah dan hayati bahwa masing-masing dari kita berasal dari Allah, ciptaan Allah, dan Allah menghendaki agar kita semua selamat dan berbahagia, seluruh umat manusia di dunia ini selamat, bahagia dan sejahtera, baik lahir maupun batin, fisik maupun spiritual. Hari ini kami di Seminari Menengah Mertoyudan sedang mengenangkan satu abad berdirinya Seminari Menengah, mengenangkan proses pembinaan dan pembelajaran pribadi-pribadi yang tergerak untuk kesejahteraan dan kebahagiaan umum, dan ribuan alumni telah tersebar ke seluruh dunia, maka kami berharap kepada para alumni Seminari Menengah Mertoyudan untuk senantiasa dapat menjadi orang bagi dan bersama orang lain (to man with/for others).

· Peliharalah dirimu demikian dalam kasih Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita, Yesus Kristus, untuk hidup yang kekal. Tunjukkanlah belas kasihan kepada mereka yang ragu-ragu, selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api. Tetapi tunjukkanlah belas kasihan yang disertai ketakutan kepada orang-orang lain juga, dan bencilah pakaian mereka yang dicemarkan oleh keinginan-keinginan dosa.” (Yud 21-23). Kutipan ini kiranya cukup jelas bagi kita semua: suatu ajakan untuk senantiasa hidup dalam kasih Allah dengan berbelas kasih kepada mereka yang hidup dalam keraguan atau berkeinginan jahat. Kepada mereka ini hendaknya kita sampaikan pencerahan-pencerahan, entah berupa kata-kata atau tindakan, sebagaimana dilakukan oleh Yesus kepada orang-imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua Yahudi, yang berpikiran dan berkeinginan jahat. Pikiran dan keinginan jahat mereka memang muncul dari keraguan, yang terus-menerus ditutup-tutupi atau disembunyikan. Maka kepada mereka yang berada dalam keraguan kami harapkan dengan jujur mengakuinya dan kemudian dengan rendah hati minta bantuan orang lain guna mengatasi keraguannya. Ingatlah akan motto ‘malu bertanya sesat di jalan’!. Sebaliknya kepada siapapun yang membantu mereka yang berada dalam keraguan hendaknya sungguh dijiwai oleh belas kasih Allah, yang berarti dengan lemah lembut, rendah hati dan sopan memberi penerangan atau penjelasan, sehingga penerangan atau penjelasan yang disampaikan kepada orang lain dapat diterima dengan senang hati. Belas kasih Allah kami harapkan juga menjiwai cara hidup dan cara bertindak para orangtua maupun para gciuru/pendidik dalam rangka mendampingi dan mendidik anak-anaknya/para peserta didiknya.

Bagi-Mulah puji-pujian di Sion, ya Allah; dan kepada-Mulah orang membayar nazar. Engkau yang mendengarkan doa. Kepada-Mulah datang semua yang hidup karena bersalah. Bilamana pelanggaran-pelanggaran kami melebihi kekuatan kami, Engkaulah yang menghapuskannya. Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataran-Mu! Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu, di bait-Mu yang kudus” (Mzm 65:2-5)

Sabtu, 2 Juni 2012


Romo Ignatius Sumarya, SJ