"Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." (Kej. 3:9-15,20; Mzm. 98:1,2-3ab,3bc-4; Ef. 1:3-6,11-12; Luk. 1:26-38)

HARI RAYA SP MARIA DIKANDUNG TANPA NODA DOSA

“Bila kita membaca bahwa sang utusan menyapa Maria sebagai ‘yang penuh rahmat’, konteks Injil, yang memadukan wahyu dan janji-janji masa lalu, memungkinkan kita memahami bahwa di antara semua ‘berkat rohaniah dalam Kristus’, berkat ini merupakan ‘berkat’ khusus. Dalam misteri Kristus, Maria ‘hadir’ malahan ‘sebelum penciptaan dunia’, sebagai seseorang yang ‘dipilih’ Bapa sebagai ‘Bunda PuteraNya’ dalam Penjelmaan. Dan, lebih lagi, bersama dengan Bapa, sang Putera telah memilih Maria, dengan mempercayakannya dari kekal kepada Roh kekudusan. Dalam cara yang khusus dan istimewa itu Maria dipersatukan dengan Kristus, dan dengan itu ‘dikasihi dalam Puteranya yang terkasih’, Puteranya yang satu hakikat dengan Bapa, yang menjadi pusat semua ‘kemuliaan rahmat’. Bersaman dengan itu dia tetap terbuka sempurna terhadap ‘kurnia dari atas’ (bdk Yak 1:17). Seperti diajarkan Konsili, Maria ‘berada di antara yang miskin dan rendah hati di hadapan Tuhan, yang dengan percaya menunggu dan menerima penyelamatan dari padaNya” (PausYohanes Paulus II: Ensiklik ‘REDEMPTORIS MATER’ , 25 Maret 1987, no 8).

“Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (Luk 1:28).

Dari kutipan Ensiklik di atas antara lain dikatakan bahwa Maria menerima ‘berkat khusus’, sebagai yang ‘terpilih’ dan sudah hadir ‘sebelum penciptaan dunia’. Maria diimani suci, tak bercela, dari semula, maka dalam berbagai patung Maria sering dilukiskan Maria berdiri di atas ‘ular’ alias mampu mengalahkan ‘ular’, kesucian engalahkan kecerdikan, sebagaimana diramalkan dalam Kitab Kejadian ini: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kej 3:15). Maria yang dari semula diimani tidak bernoda juga menjadi teladan umat beriman, maka marilah pada Pesta SP Maria Dikandung Tanpa Dosa hari ini kita mawas diri perihal keimanan kita masing-masing.

Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, sehingga sedikit banyak juga boleh dikatakan sebagai “yang dikaruniasi, Tuhan menyertai engkau”, dan dengan demikian selantiasa dalam perlindungan dan kuasa Tuhan serta hidup bersama dengan Tuhan alias suci. Bersama dan bersatu dengan Tuhan kita akan mampu mengalahkan setan, yang sering digambarkan sebagai ular yang cerdik. Kecerdikan ular ini bagaikan orang yang cerdas secara intelektual, yang memang sering lebih mudah memanfaatkan kecerdasannya untuk mencari keuntungan atau keenakan sendiri dengan ‘mematikan atau menakuti’ yang lain. Bersama dan bersatu dengan Tuhan masa kini boleh dikatakan identik dengan cerdas spiritual, yang mengatasi cerdas intelektual. Maka marilah kita upayakan, perdalam dan tingkatkan kecerdasan spiritual kita, sebagai orang beriman, ‘yang dikaruniai dan disertai oleh Tuhan terus menerus’. Untuk itu sekali lagi saya angkat di sini ciri-ciri kecerdasan spiritual, yang hendaknya kita upayakan, perdalam dan tingkatkan, yaitu: “mampu untuk fleksibel (adaptasi aktif dan spontan), memiliki kesadaran diri yang tinggi, mampu menghadapi dan menggunakan penderitaan, mampu menghadapi dan mengatasi rasa sakit, hidup dijiwai oleh visi dan nilai-nilai, segan untuk menyakiti orang lain, melihat hubungan dari yang beragam (holistik), bertanya ‘mengapa’ dan ‘apa jika’ untuk mencari jawaban , kemampuan untuk ‘melawan perjanjian’” .

Apakah cerdas spiritual dapat kita usahakan, hayati, perdalam dan tingkatkan? Percayalah bersama dan bersatu dengan Tuhan segala sesuatu mungkin dilakukan, maka marilah kita juga meneladan Maria yang menyatakan diri: ”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." (Luk 1:38). Marilah dengan rendah hati dan dengan bantuan rahmat Tuhan kita hayati atau laksanakan aneka tatanan atau aturan yang terkait dengan panggilan dan tugas pekerjaan kita masing-masing. Sebagai hamba Tuhan kita harus senantiasa berusaha bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan yang telah menganugerahi berbagai karunia; terima kasih dan syukur tersebut kita wujudkan dengan bersyukur dan berterima kasih kepada sesama atau saudara-saudari kita, sehingga dalam hidup dan kerja bersama dimanapun dan kapanpun senantiasa ditandai dengan saling bersyukur dan berterima kasih.

“Di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya” (Ef 1:4-5)

Ketika baru saja dilahirkan, keluar dari rahim ibu kita masing-masing, kita semua ‘kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya’, dan kita juga dipanggil untuk mempertahankan dan memperdalam kekudusan dan ketidak-cacatan tersebut melalui cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Dengan jujur dan rendah hati kita semua kiranya harus mengakui bahwa untuk mempertahankan kekudusan dan ketidak-catatan saja sulit alias belum tentu berhasil, apalagi memperdalam, maka marilah kita saling membantu dalam mempertahankan kekudusan dan ketidak-cacatan tersebut.

Secara faktual harus kita akui bahwa secara anak-anak lebih suci dan tak bercacat daripada orangtua atau orang dewasa, maka kepada anak-anak kita beri penghormatan khusus. Hemat saya ketika kita tetap mengenang dan menghormati anak-anak, maka kita tidak akan dengan mudah jatuh ke dalam dosa atau berbuat jahat. Anak-anak sungguh dapat menjadi pengawas dan pengingat bagi kita dalam berbuat baik, melakukan apa yang baik guna mempertahankan kesucian dan ketidak-cacatan kita. Maka anak-anak sering juga dijadikan ‘wahana’ para penjahat untuk memeras korbannya demi keuntungan mereka, misalnya anak-anak dijadikan ‘sandra’. Orang jahat memang akan memanfaatkan anak-anak untuk berbuat jahat, sebaliknya orang baik atau yang berkehendak baik pasti akan memanfaatkan atau memperlakukan anak-anak sebagai ‘wahana’ untuk semakin memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Tuhan dalam hidup sehari-hari.

“Memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Tuhan” itulah tujuan manusia diciptakan dan dengan demikian menjadi panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, dan hal itu hendaknya diwujudkan dalam hidup bersama yang dijiwai oleh atau ditandai dengan saling memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi atau melayani. Cara hidup dan bertindak yang demikian itulah cara hidup dan cara bertindak ‘anak-anak Allah’, orang yang hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah. Marilah kita mohon dukungan dan doa Bunda Maria, teladan umat beriman, agar kita setia pada kehendak Allah, antara lain dengan berdevosi pada Bunda Maria, entah dengan berziarah ke tempat peziarahan Bunda Maria atau berdosa rosario. Doa rosario berisi doa-doa utama atau pokok, yaitu Aku percaya, Bapa Kami, Salam Maria dan Kemuliaan. Bukankah ketika kita menghayati isi doa-doa tersebut, tidak hanya mengumandangkan atau mendaraskan dengan mulut saja, maka kita akan bertahan dalam kekudusan dan ketidak-cacatan? Semoga ketika berdoa rosario kita sungguh menyadari dan menghayati bahwa doa-doa tersebut merupakan doa-doa orang yang ‘dipilih’ oleh Allah, dikhususkan atau dipersembahkan kepada Allah.

“Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa.Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita. Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!” (Mzm 98:1-4)

Sabtu, 8 Desember 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ