“Pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru” (1Kor 9:16-19.22-23; Mzm 11; Mrk 16:15-20)


“ Lalu Ia berkata kepada mereka: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh." Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah. Mereka pun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya” (Mrk 16:15-20), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
 
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Fransiskus Xaverius, imam dan pelindung Misi, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
 
·   Fransiskus Xaverius memang orang yang sungguh menghayati jiwa missioner luar biasa. Selama kurang lebih sepuluh tahun ia melaksanakan tugas pengutusan dari Paus, melalui Serikat Yesus, berkeliling dunia, yang memang tujuan utama waktu itu adalah di wilayah-wilayah jajahan Portugal. Ia mengikuti perjalanan kapal dagang berkeliling dunia, dan di setiap tempat yang dikunjungi senantiasa memberitakan Injil atau Kabar Baik, dan kiranya telah ribuan orang bertobat menjadi pengikut Yesus Kristus karena atau berkat pewartaan Injil atau Kabar Baik yang disampaikan oleh Fransiskus Xaverius. Sebagai orang beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus, kita semua juga memiliki tugas pengutusan untuk mewartakan apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan, terutama keselamatan dan kebahagiaan jiwa manusia, kemana pun kita pergi atau dimana pun kita berada. Tentu saja pertama-tama kita sendiri hendaknya baik adanya, sehingga dari pribadi kita senantiasa tersiarkan atau terkabarkan apa-apa yang baik, dan orang yang mendengarkan perihal pribadi kita juga akhirnya tergerak untuk menjadi baik. Kami percaya bahwa setiap hari kita senantiasa berpergian, entah jarak dekat atau jarak jauh, maka diperjalanan hendaknya senantiasa mewartakan apa yang baik, dan tentu saja lebih-lebih atau terutama di tempat di mana kita tinggal cukup lama hendaknya  sungguh memberitakan apa yang baik, sehingga lingkungan hidup maupun kerja kita senantiasa baik adanya. Tanda-tanda kebaikan yang ada antara lain mereka yang sakit menjadi sembuh, yang malas menjadi rajin, yang berkekurangan menjadi berkecukupan, yang bodoh menjadi pandai/cerdas, dst.. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak orangtua: hendaknya anak-anak dibina dan dididik agar tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik, bermoral dan cerdas secara spiritual, sehingga dari keluarga anda juga tersiarkan apa-apa yang baik.
·   Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil. Kalau andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak menerima upah. Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil.” (1Kor 9:16-19). Kutipan ini sungguh bagus untuk kita renungkan dan hayati, lebih-lebih kata-kata “Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil”. Secara konkret kata-kata ini dapat kita hayati secara umum, yaitu bahwa upah memberitakan apa yang baik adalah boleh memberitakan apa yang baik, yang tidak lain merupakan kenikmatan atau kepuasan tersendiri jika apa yang kita beritakan baik adanya serta membuat orang lain tumbuh berkembang menjadi baik. Hal macam ini kiranya menjadi pengalaman khusus para guru atau pendidik, karena para guru atau pendidik senantiasa memberitakan apa yang baik kepada para murid atau peserta didik, sehingga mereka tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik. Maka kebahagiaan sejati para guru atau pendidik adalah ketika mereka yang dididik tumbuh berkembang menjadi pribadi baik, bermoral, dan berbudi pekerti luhur, itulah upah yang sangat sulit dihargai dengan uang. Hal yang senada kami harapkan juga terjadi pada diri orangtua: kebahagiaan sejati orangtua adalah ketika anak-anaknya tumbuh berkembang menjadi pribadi baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur, bukan kaya akan harta benda serta akhirnya membantu orangtua dalam hal materi atau uang alias ‘membayar hutang kepada orangtua’.
 
Pujilah TUHAN, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa!Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya! “ (Mzm 11)
 
Jumat, 3 Desember 2012
 
Romo Ignatius Sumarya, SJ
 
Note: kepada yang berlindung St.Fransiskus Xaverius, kami ucapkan “Selamat berpesta”