"Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu” (Sir 48:1-4.9-11; Mzm 80:15-16.18-19; Mat 17:10-13)

“ Lalu murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Kalau demikian mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Elia harus datang dahulu?" Jawab Yesus: "Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu  dan Aku berkata kepadamu: Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka. Demikian juga Anak Manusia akan menderita oleh mereka." Pada waktu itu mengertilah murid-murid Yesus bahwa Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis” (Mat 17:10-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Dalam Sejarah Karya Penyelamatan nabi Elia dikenal sebagai nabi yang luar biasa, maka sungguh mengesan bagi orang-orang Yahudi. Kepada mereka memang juga dijanjikan akan datangnya Penyelamat Dunia atau Mesias, yang berarti merupakan kedatangan kembali nabi Elia. Mesias atau Penyelamat Dunia memang sudah mendatangi mereka, namun mereka tidak mengenalNya, karena pikiran dan dambaan mereka berbeda dengan kehendak atau maksud Allah. Dambaan orang-orang Yahudi adalah bahwa Penyelamat Dunia yang akan datang bagaikan tokoh-tokoh dunia, yang kaya raya, namun yang terjadi adalah bahwa Ia datang dalam kesederhanaan dan kemiskinan. Hidup sederhana dan berjiwa miskin memang merupakan salah satu cara untuk menyambut dan menerima kedatangan Penyelamat Dunia, maka kami berharap kepada kita semua untuk hidup sederhana dan berjiwa miskin alias hidup dan  bertindak sungguh ‘mendarat’, ‘turun kebawah’. Berjiwa miskin yang kami maksudkan keterbukaan diri akan aneka kesempatan dan kemungkinan alias semangat belajar dengan rendah hati. Kami berharap juga agar dalam rangka mempersiapkan perayaan Natal dan Tahun Baru juga sederhana saja, tidak bermewah-mewah dan berfoya-foya. Lebih baik dan lebih utama dana untuk bermewah-mewah dan berfoya-foya disumbangkan bagi mereka yang miskin dan berkekurangan atau mereka yang sungguh membutuhkan bantuan untuk hidup layak. Kami berharap para tokoh yang berpengaruh dalam hidup bersama dapat menjadi teladan atau contoh dalam hidup sederhana dan berjiwa miskin. Jauhkan sikap mental Farisi yang gila harta benda, kedudukan duniawi dan kehormatan duniawi. Kami berharap kepada kita semua untuk membuka diri terhadap kebenaran-kebenaran yang disampaikan oleh para pembawa dan pejuang kebenaran di negeri kita tercinta ini.
·   Lalu tampillah nabi Elia bagaikan api, yang perkataannya laksana obor membakar. Kelaparan didatangkan-Nya atas mereka, dan jumlah mereka dijadikannya sedikit berkat semangatnya. Atas firman Tuhan langit dikunci olehnya, dan api diturunkannya sampai tiga kali. Betapa mulialah engkau, hai Elia, dengan segala mujizatmu, dan siapa boleh bermegah-megah bahwa sama dengan dikau?” (Sir 48:1-4)  Api memang dapat membakar habis apa yang ada di permukaan bumi dan hanya emas mulia yang tak akan musnah oleh api, sebaliknya ketika dibakar akan lebih kelihatan kemurnian dan keasliannya. Dengan kata lain kutipan di atas mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa menghadirkan diri dalam kemurnian dan keaslian, tidak pura-pura atau sandiwara. Pada zaman modern ini cukup banyak orang tidak tampil murni dan asli lagi, karena entah oleh operasi plastik atau pemakaian aneka assesori dalam dirinya. Kepada segenap anggota Lembaga Hidup Bakti kami harapkan hidup dan bertindak sesuai dengan semangat atau spiritualitas pendiri, yang telah terbukti tahan uji dalam aneka tantangan, hambatan dan masalah selama perjalanan sejarah ini. Maka jangan berusaha mengelabui diri dengan membelokkan atau mengaburkan spiritualitas pendiri. Kutipan di atas juga mengingatkan dan mengajak kita semua untuk tampil asli dan murni: mereka yang telah menjadi suami-isteri hendaknya menunjukkan diri sebagai yang telah bersuami atau beristeri, tidak pura-pura masih lajang, jejaka atau perawan. Demikian juga mereka yang masih bujang atau lajang hendaknya menghayati masa bujang atau kemudaannya semurni dan seasli mungkin, artinya tidak melakukan tindakan layaknya sebagai suami-isteri, yaitu mengadakan hubungan seks dengan lawan jenis. Maka mereka yang masih berpacaran kami harapkan setia pada jati dirinya yang sedang berpacaran, antara lain menghayati norma-norma moral orang berpacaran, dst…
Ya Allah semesta alam, kembalilah kiranya, pandanglah dari langit, dan lihatlah! Indahkanlah pohon anggur ini, batang yang ditanam oleh tangan kanan-Mu! Kiranya tangan-Mu melindungi orang yang di sebelah kanan-Mu, anak manusia yang telah Kauteguhkan bagi diri-Mu itu, maka kami tidak akan menyimpang dari pada-Mu. Biarkanlah kami hidup, maka kami akan menyerukan nama-Mu
(Mzm 80:15-16.18-19)
Sabtu,  15 Desember 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ