“Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Ef 3:8-12; Mzm 89:2-5; Yoh 10:11-16)

"Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku ,  sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.” (Yoh 10:11-16), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
 
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Ambrosius, Uskup dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Sabda hari ini kiranya baik untuk menjadi bahan permenungan atau refleksi bagi para gembala, para uskup dan pastor, maupun para pembantunya, dalam rangka menggembalakan umat Allah. Para gembala beserta para pembantunya diharapkan meneladan semangat Yesus, “Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya”. Menghayati semangat gembala kiranya dapat melaksanakan motto bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantoro, yaitu “ing arso asung tulodho, ing madya ambangun karso, tut wuri handayani” (=keteladanan, pemberdayaan, motivasi). Para gembala beserta para pembantunya pertama-tama dan terutama hendaknya dapat menjadi teladan dalam penghayatan iman alias dalam hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur maupun dalam semangat melayani dengan rendah hati atau menghayati rahmat atau janji baptis secara total, yaitu hanya mengabdi Tuhan saja serta menolak semua godaan setan. Maka kami berharap kepada segenap umat Allah ketika melihat para gembalanya tidak dapat menjadi teladan, tegor saya seraya menanyakan : “Apakah Romo/Pastor sudah dibaptis?”. Pemberdayaan berarti kehadiran gembala dimana pun dan kapan pun hendaknya dapat memberdayakan iman umat, membangkitkan atau menggairahkan yang lesu, menyembuhkan yang sakit, terutama mereka yang sakit hati. Cara hidup dan cara kerja para gembala hendaknya juga menjadi motivator atau penggerak umat untuk berpartisipasi dalam hidup beriman, menggereja atau bermasyarakat. 
 
·   Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu, dan untuk menyatakan apa isinya tugas penyelenggaraan rahasia yang telah berabad-abad tersembunyi dalam Allah, yang menciptakan segala sesuatu, supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga, sesuai dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Ef 3:8-11). Sebagai seorang rasul yang ulung Paulus menghayati diri sebagai ‘yang paling hina di antara segala orang kudus’. Yang dimaksudkan dengan orang kudus di sini adalah umat yang beriman kepada Yesus Kristus atau umat Allah. Kiranya hal ini juga dinyatakan dan diusahakan untuk dihayati oleh para Uskup, yaitu sebagai ‘hamba yang hina dina’. Memang para gembala diharapkan menghayati kerendahan hati dalam cara hidup dan cara bertindaknya, antara lain tidak pernah mengeluh atau menggerutu, termasuk ketika harus menghadapi masalah atau lelah dalam pelayanan. Rendah hati juga dapat diartikan sebagai “sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya” (Prof  Dr Edi Setyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Kiranya segenap umat Allah juga diharapkan hidup dan bertindak dengan rendah hati, entah itu berarti meneladan para gembala atau mendukung usaha para gembala untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati. Kerendahan hati merupakan keutamaan dasar, kebalikan dari kesombongan, maka mereka yang masih hidup dan bertindak dengan sombong kami ajak untuk bertobat menjadi rendah hati. 
 
“ Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit. Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku:Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun” (Mzm 89:2-5)
 
Jumat, 7 Desember 2012 

Romo Ignatius Sumarya, SJ