“Barangsiapa meninggikan diri ia akan direndahkan” (Flp 1:8b-26; Mzm 42:2-3.5; Luk 14:1.7-11)

“Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. Karena Yesus melihat, bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Luk 14:1.7-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Jika dicermati di jalanan dapat kita lihat bahwa aneka jenis produk diiklankan dan dinyatakan sebagai yang terbaik atau nomor satu; iklan macam itu juga dapat disaksikan melalui TV atau media cetak. Karena iklan itu dapat disaksikan setiap hari oleh siapapun, maka mau tak mau apa yang mereka saksikan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan kepribadiannya, yaitu pada umumnya orang cenderung meninggikan diri atau sombong dan merendahkan atau melecehkan yang lain. Sabda hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati. “Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Kami berharap kepada siapapun yang berpengaruh dalam kehidupan dan kerja bersama untuk menjadi teladan rendah hati, demikian juga anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dididik dan dibina untuk rendah hati. Rendah hati merupakan keutamaan utama atau dasar, maka jika orang dapat hidup dan bertindak dengan rendah hati pada umumnya dengan mudah yang bersangkutan menghayati atau melakukan keutamaan-keutamaan lainnya. Kepada yang masih suka menyombongkan diri serta merendahkan orang lain kami ajak untuk segera bertobat atau memperbaharui diri. Marilah kita perhatikan saudara-saudari kita yang lebih miskin dari kita dalam aneka hal serta mereka yang kurang memperoleh perhatian.

· “Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikian pun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Fil 1:20-21). Secara khusus kami ajak dan ingatkan kepada siapapun yang beriman kepada Yesus Kristus untuk menghayati apa yang dikatakan Paulus di atas ini, yaitu “bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan”. Dengan kata lain kita diharapkan meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus, yang rendah hati, dan secara konkret hidup dan bertindak melayani siapapun tanpa pandang bulu. Memang orang yang sungguh rendah hati di dunia ini adalah para pelayan yang baik, yang senantiasa melayani orang lain dengan rendah hati, demi kebahagiaan orang lain. Marilah kita saling melayani dan membahagiakan satu sama lain dengan rendah hati. Secara khusus kami ajak agar mereka yang berfungsi sebagai pemimpin untuk senantiasa ‘turba’/turun ke bawah, mendatangi dan menyapa penuh kasih mereka yang ‘berada di bawah’: para direktur atau pimpinan perusahaan, kantor, karya apapun kami harapkan tidak enak-enak duduk di kursi empuk di ruang kerjanya, melainkan hendaknya ‘turun kebawah’ untuk memberi sapaan kasih bagi para pekerja atau buruh. Demikian juga para kepala daerah di tingkat apapun kami harapkan secara rutin mengunjungi rakyatnya. Kepada mereka yang berada di ‘poros bisnis’ maupun ‘poros badan publik’ dalam hidup bersama kami ajak untuk berpihak pada dan bersama mereka yang berada di ‘poros komunitas’, yaitu rakyat banyak, seluruh warga masyarakat.

“Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah? Inilah yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah gulana; bagaimana aku berjalan maju dalam kepadatan manusia, mendahului mereka melangkah ke rumah Allah dengan suara sorak-sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang-orang yang mengadakan perayaan “ (Mzm 42:2-3.5)


Sabtu, 3 November 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ