“Barangsiapa kehilangan nyawanya ia akan menyelamatkannya” (2Yoh 4-9; Mzm 119:1-2; Luk 17:26-37)

Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua. Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua. Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diri-Nya. Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun untuk mengambilnya, dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah ia kembali. Ingatlah akan isteri Lot! Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya. Aku berkata kepadamu: Pada malam itu ada dua orang di atas satu tempat tidur, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan. Ada dua orang perempuan bersama-sama mengilang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan." [Kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.] Kata mereka kepada Yesus: "Di mana, Tuhan?" Kata-Nya kepada mereka: "Di mana ada mayat, di situ berkerumun burung nasar."(Luk 17:26-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
 
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari rini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
 
·   Hari-hari ini kita mulai mendekati akhir Tahun Liturgi sebelumnya memasuki Tahun Baru Liturgi, masa Adven. Dengan kata lain sudah hampir selama setahun kita merenungkan sabda-sabda Tuhan, yang berarti sudah cukup banyak yang kita baca dan renungkan. Sabda hari ini mengajak kita semua untuk mawas diri dengan cermin sabda-Nya: ”Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya”. Dengan kata lain sejauh mana kita telah hidup dan bertindak dijiwai oleh sabda-sabda Tuhan, tidak hidup dan bertindak hanya mengikuti selera atau  keinginan pribadi atau sebagai orang beriman kita semakin beriman, sebagai suami-isteri semakin saling mengasihi, sebagai pekerja semakin terampil bekerja, sebagai orang yang bertugas belajar semakin berpengetahuan dan dewasa, sebagai anggota lembaga hidup bakti semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan, dst.. Ada kemungkinan diri kita tidak lama lagi dipanggil Tuhan, mengingat dan memperhatikan kematian dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, maka apakah kita telah siap sedia dipanggil Tuhan atau meninggal dunia untuk selanjutnya menikmati hidup bahagia dan mulia selamanya di sorga. Maka baiklah kita mawas diri bahwa ketika dilahirkan di dunia ini kita tidak membawa harta kekayaan apa-apa, dalam keadaan telanjang bulat, dan ketika dipanggil Tuhan kita pun juga tak mungkin membawa harta benda atau kekayaan sedikitpun. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan siapapun yang kaya akan harta benda atau uang untuk memfungsikannya sedemikian rupa sehingga anda semakin beriman atau semakin suci, semakin siap sedia sewaktu-waktu dipanggil Tuhan.
 
·   Dan inilah kasih itu, yaitu bahwa kita harus hidup menurut perintah-Nya. Dan inilah perintah itu, yaitu bahwa kamu harus hidup di dalam kasih, sebagaimana telah kamu dengar dari mulanya” (2Yoh 6). Perintah agar hidup saling mengasihi kiranya diajarkan oleh semua agama atau keyakinan, dan kita semua kiranya telah berkali-kali mendengarkan homili atau kotbah atau mungkin membaca buku-buku rohani atau keagamaan, dengan kata lain secara jujur hendaknya mengakui bahwa kita telah mengenal perintah-perintahNya, dan semua perintah-Nya kiranya dipadatkan dalam perintah untuk hidup saling mengasihi. Maka pertanyaan bagi kita semua: apakah kita semakin hidup saling mengasihi, dan dengan demikian juga bersahabat dan bersaudara dengan siapapun tanpa pandang bulu, SARA? Marilah kita ingat, sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah kasih atau yang terkasih, dapat tumbuh berkembang sebagaimana adanya pada saat ini hanya karena dan oleh kasih. Dengan kata lain kita kaya akan kasih, maka panggilan untuk saling mengasihi tidak sulit asal kita tidak pelit, yaitu tinggal menyalurkan kasih kepada orang lain, yang kita miliki secara melimpah ruah. Tidak hidup saling mengasihi berarti tidak beriman, tidak percaya kepada Tuhan alias kafir. Sekali lagi kita semua diingatkan bahwa sejak semua, sejak dilahirkan di dunia ini, kita telah mendengar dan menikmati kasih, maka hendaknya jangan dilupakan, melainkan hendaknya diperdalam dan diperkembangkan, sehingga pada suatu saat kita siap sedia bertemu dengan ‘Kekasih Sejati’, Allah, ketika kita meninggal dunia. 
 
“Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat TUHAN. Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati” (Mzm 119:1-2)
 
Jumat, 16 November 2012
 
Romo Ignatius Sumarya, SJ