“Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku" (2Pet 1:2-11; Mzm 122:1-5; Luk 2:41-50)


Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah. Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu. Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya. Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka.Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia. Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya. Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: "Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau." Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?" Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka” (Luk 2:41-50), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan St.Stanislaus Kostka, biarawan SJ, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Pertama-tama saya minta maaf, karena saya seorang Yesuit, maka saya ambil bacaan untuk mengenangkan St.Stanislaus Kostka. Seorang biarawan berarti menjadi anggota lembaga hidup bakti atau juga disebut religius, maka memiliki tugas kerasulan utama : menjadi ‘saksi hidup yang telah dibaktikan, sebagaimana dikatakan dalam KHK bahwa “Kerasulan semua religius pertama-tama terletak dalam kesaksian hidup mereka yang sudah dibaktikan, yang harus mereka pelihara dengan doa dan tobat” (KHK kan 673). ‘Memelihara hidup bakti dengan doa dan tobat’ kiranya senada dengan senantiasa ‘berada di rumah Bapa/Allah’, alias dalam keadaan suci, bersih dari aneka macam bentuk dosa. Pakaian resmi para religius pada umumnya juga berwarna putih, yang menunjukkan kesucian atau kebersihan, maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak segenap anggota lembaga hidup bakti, para biarawan dan biarawati untuk senantiasa setia pada karisma pendiri, sungguh membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah, Penyelenggaraan Ilahi. Maka ketika melihat cara hidup dan cara bertindak para biarawan dan biarawati tidak sungguh membaktikan hidupnya alias suci, hendaknya umat tidak takut dan ragu menegor dan mengingatkannya dengan rendah hati. Tanyakan pada diri anda sendiri maupun orang lain yang telah dibaptis: “Apakah aku/anda telah dibaptis?”. Bukankah dibaptis berarti disucikan atau dibersihkan dari dosa dan orang hanya mau mengabdi Tuhan saja serta menolak godaan setan? 
·   Kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang” (2Pet 1:5-7). Kiranya kita semua mengaku diri sebagai orang beriman, maka marilah kita hayati saran atau nasihat Petrus di atas ini. Ada tiga keutamaan utama yaitu iman, harapan dan cinta. Jika kita sungguh beriman selayaknya kita akan hidup saling mencinta atau mengasihi dengan siapapun dan dimana pun tanpa pandang bulu, tempat maupun waktu. Ingatlah bahwa dari iman ke cinta harus melalui harapan, dan isi harapan tidak lain adalah sebagaimana dikatakan Petrus di atas, yaitu senantiasa berusaha menambahkan pada diri kita: pengetahuan, penguasaan diri, ketekunan, kesalehan dan kasih kepada saudra-saudara. Apa yang perlu ditambahkan ini hendaknya diusahakan dengan bergairah dan ceria, sebagai bukti bahwa kita hidup dalam pengharapan, dan keutamaan-keutamaan terjadi secara berurutan, artinya pertama-tama kita harus menambahkan pengetahuan, maka marilah di Tahun Iman ini kita pelajari aneka macam dokumen Gerejani. Ada bahaya ketika orang kaya akan pengetahuan akan jatuh ke kesombongan, maka hendaknya kemudiaan diusahakan ‘penguasaan diri’, dan dari penguasaan diri yang sukses orang akan tekun dan dari ketekunan lahirlah kesalehan, serta kemudian berkembang menjadi cintakasih. Kami harapkan keutamaan-keutamaan tersebut sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak dengan teladan konkret dari orangtua. 
Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah TUHAN." Sekarang kaki kami berdiri di pintu gerbangmu, hai Yerusalem. Hai Yerusalem, yang telah didirikan sebagai kota yang bersambung rapat, ke mana suku-suku berziarah, yakni suku-suku TUHAN, untuk bersyukur kepada nama TUHAN sesuai dengan peraturan bagi Israel. Sebab di sanalah ditaruh kursi-kursi pengadilan, kursi-kursi milik keluarga raja Daud.” (Mzm 122:1-5)
Selasa, 13 November 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ