"Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala” (Ef 2:12-22; Mzm 85:10-14; Luk 12:35-38)

"Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala. Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya. Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka” (Luk 12:35-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Bagi seorang pekerja atau pelayan ‘pinggang tetap berikat’ berarti merupakan sikap siap sedia untuk bekerja maupun menanggapi aneka kemungkinan dan kesempatan yang terjadi. Di malam hari perlu tambahan pelita menyala untuk penerangan. Maka sabda Yesus hari ini merupakan ajakan bagi kita semua untuk senantiasa dalam keadaan siap siaga menanggapi aneka kemungkinan dan kesempatan. Memang untuk itu kita perlu mengusahakan kesehatan dan kebugaran tubuh kita seutuhnya: hati, jiwa, akal budi dan tubuh sungguh sehat dan bugar, sebagaimana seorang prajurit yang senantiasa siap sedia untuk berperang. Kebetulan hari ini kita juga diajak mengenangkan St.Yohanes dari Kapestrano, Pelindung para pastor/perawat rohani Angkatan Bersenjata, maka hemat saya dalam hal kesehatan dan kebugaran kita dapat bercermin pada para prajurit Angkatan Bersenjata yang baik. Di dunia ini, di negara manapun kiranya generasi muda yang sehat dan bugar yang terpilih menjadi anggota Angkatan Bersenjata. Sebagai orang beriman kita juga dipanggil untuk menjadi ‘prajurit-prajurit Allah’ guna memerangi aneka bentuk kejahatan atau perilaku amoral. Maka baiklah jika di lingkungan hidup atau kerja kita ada orang yang kurang baik atau amoral, marilah kita dekati dalam terang Allah alias dengan rendah hati dan lemah lembut. Semoga dengan pendekatan yang demikian itu orang yang bersangkutan bertobat. Marilah kita perangi kejahatan atau lawan roh-roh jahat dengan senjata rohani atau spiritual, antara lain kesiap-siagaan kita sebagai wujud kebersamaan kita dengan Allah.

· “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan.Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh” (Ef 2:19-22). Kutipan ini kiranya mengingatkan kita semua di dalam kehidupan bersama dimana pun dan kapan pun untuk memiliki sikap mental ‘handarbeni’, tanggungjawab terhadap lingkungan hidup seisinya. Dengan kata lain secara sempit kita diharapkan memiliki sikap mental ‘merawat’ dengan baik. Orang-orang Indonesia ini pada umumnya lemah dalam perawatan atau pemeliharaan: membeli atau membuat bergairah, tetapi merawat atau memelihara apa yang telah dibeli dan dibuatnya boleh dipertanyakan. Maaf kalau sedikit porno: orang bergairah ‘membuat anak’, tetapi mendidik dan merawat anak sebagaimana dikehendaki oleh Allah boleh dipertanyakan. Ada kecenderungan dalam hal merawat dan mendidik diserahkan kepada orang lain, entah itu pembantu atau neneknya. Jika dalam hal manusia saja lemah dalam perawatan, maka kami percaya yang bersangkutan juga akan lemah dalam perawatan aneka macam sarana-prasarana atau perkakas dan barang yang telah dibeli dan dimilikinya. Kita semua dipanggil untuk menjadi perawat-perawat atau pengurus-pengurus atau pengelola-pengelola yang baik dan handal, sehingga kebersamaan hidup sungguh menarik, mempesona dan mengesan, banyak orang tergerak untuk menggabungkan diri ke dalam kebersamaan hidup kita. Semoga dimana pun berada kita tidak merasa asing atau menjadi orang asing, maka ketika mendatangi tempat baru hendaknya segera belajar cara hidup dan cara bertindak yang baik di tempat baru tersebut, menyatu dengan warga masyarakat setempat. Kami berharap juga agar keluarga atau komunitas kita tidak menjadi asing bagi lingkungan masyarakat.

“Sesungguhnya keselamatan dari pada-Nya dekat pada orang-orang yang takut akan Dia, sehingga kemuliaan diam di negeri kita. Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit. Bahkan TUHAN akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya, dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan.” (Mzm 85:10-14)

Selasa, 23 Oktober 2012


Romo Ignatius Sumarya, SJ