“Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan”, (1Raj 18:41-46; Mzm 65:10-13; Mat 5:20-26)

“ Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.” (Mat 5:20-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Jika dicermati dalam hidup dan kerja sehari-hari kiranya cukup banyak orang mudah marah terhadap saudara-saudarinya. Mereka mudah marah karena sering dirinya bersifat egois dan hanya mementingkan kepentingan sendiri, kurang peka terhadap kebutuhan orang lain. Hidup dalam persaudaran atau persahabatan sejati pada masa kini memang sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan, maka marilah kita perdalam dan usahakan hidup persaudaraan atau persahabatan sejati. Salah satu cara utama dan yang pertama-tama hemat saya untuk membangun dan memperdalam persahabatan atau persaudaraan adalah menghayati apa yang sama antar kita secara mendalam. Ketika apa yang sama antar kita dihayati secara mendalam, maka apa yang berbeda akan fungsional untuk memperteguh dan memperkuat persaudaraan atau persahabatan. Yang sama antar kita antara lain: sama-sama manusia, ciptaan Allah, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya. Kami harapkan pembinaan dan pendidikan persaudaraan atau persahabatan sejati ini sedini mungkin diberikan pada anak-anak di dalam keluarga dan diteruskan serta diperdalam di sekolah-sekolah. Para pemimpin agama maupun suku kami harapkan membina umat dan warrganya untuk hidup bersaudara atau bersahabat dengan siapapun, tanpa pandang bulu atau SARA. “Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan”, demikian sabda Yesus yang hendaknya kita hayati. Hidup ini merupakan perjalanan dan terus berjalan, maka marilah dimana pun dan kapan pun kita senantiasa berusaha untuk berdamai dan bersahabat.

· “ Maka dalam sekejap mata langit menjadi kelam oleh awan badai, lalu turunlah hujan yang lebat. Ahab naik kereta lalu pergi ke Yizreel. Tetapi kuasa TUHAN berlaku atas Elia. Ia mengikat pinggangnya dan berlari mendahului Ahab sampai ke jalan yang menuju Yizreel” (1Raj 18:45-46). Orang yang mengandalkan kekuatan sendiri memang berbeda dengan yang mengandalkan Tuhan; Tuhan adalah maha segalanya, maka dengan mengandalkan diri pada Tuhan pasti akan mampu mengatasi segala rintangan, hambatan maupun masalah. Kita semua mengaku diri sebagai orang beriman, yang berarti mempersembahkan atau mengandalkan diri seutuhnya kepada Tuhan, maka marilah kita mawas diri sejauh mana dalam hidup sehari-hari kita sungguh dijiwai oleh iman kita. Elia yang bertindak karena kuasa Tuhan lebih cepat larinya daripada Ahab yang naik kereta kuda. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan anda sekalian untuk memiliki sikap terbuka terhadap segala macam kemungkinan dan kesempatan, lebih-lebih dan terutama terbuka terhadap Penyelenggaraan Ilahi. Ingatlah dan sadari serta hayati bahwa diri kita masing-masing adalah orang-orang berdosa, lemah dan rapuh: hidup, perkembangan dan pertumbuhan kita tergantung dari penyelenggaraan Ilahi yang antara lain menggejala dalam aneka kebaikan, sapaan dan perhatian dari saudara-saudari kita, mereka yang mengasihi dan memperhatikan kita terus menerus sejak kita dilahirkan sampai kini. Dengan kata lain kita sebagai umat beriman dipanggil untuk senantiasa hidup dan bertindak dengan rendah hati, tidak sombong. Kepada mereka yang masih sombong kami harapkan untuk bertobat dan memperbaharui diri menjadi rendah hati.

“Engkau mengindahkan tanah itu, mengaruniainya kelimpahan, dan membuatnya sangat kaya. Batang air Allah penuh air; Engkau menyediakan gandum bagi mereka. Ya, demikianlah Engkau menyediakannya: Engkau mengairi alur bajaknya, Engkau membasahi gumpalan-gumpalan tanahnya, dengan dirus hujan Engkau menggemburkannya; Engkau memberkati tumbuh-tumbuhannya. Engkau memahkotai tahun dengan kebaikan-Mu, jejak-Mu mengeluarkan lemak; tanah-tanah padang gurun menitik, bukit-bukit berikatpinggangkan sorak-sorai” (Mzm 65:10-13)


Kamis, 14 Juni 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ