“Supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran.” (Kis 20:28-38; Mzm 68:29-30; Yoh 17:11b-19)

“ Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorang pun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci. Tetapi sekarang, Aku datang kepada-Mu dan Aku mengatakan semuanya ini sementara Aku masih ada di dalam dunia, supaya penuhlah sukacita-Ku di dalam diri mereka. Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran. Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia; dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran.” (Yoh 17:11b-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Sebagai orang beriman atau beragama kita semua diharapkan senantiasa kudus/suci, baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur alias tidak pernah melakukan kejahatan atau berdosa sedikitpun. Ingatlah, sadari dan hayati bahwa kita semua berasal dari sorga atau Allah, dan ketika dilahirkan atau diciptakan oleh Allah kita dalam keadaan baik, suci adanya. Memang dalam perjalanan waktu, semakin tambah pengalaman dan tambah usia pada umumnya kita juga bertambah dosa-dosanya, maka baiklah bahwa kita masih dianugerahi hidup sampai saat ini, yang tidak lain karena belas kasih dan kemurahan hati Allah. Karena belas kasih dan kemurahan hatiNya yang melimpah ruah, marilah kita senantiasa hidup dan bertindak dalam syukur dan terima kasih. Syukur dan terima kasih tersebut kita wujudkan dalam hidup sehari-hari dengan berusaha hidup baik, melakukan apa yang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Untuk itu kami harapkan kita juga tidak membenci siapapun, meskipun yang bersangkutan telah melukai atau menyalahi diri kita, melainkan hendaknya dengan rendah hati kita mengampuni mereka, sebagaimana sering kita doakan setiap hari dalam Doa Bapa Kami “ampunilah kami seperti kami pun senantiasa mengampuni yang bersalah kepada kami”. Marilah kita hidup saling mengasihi dan mengampuni kapan pun dan dimana pun tanpa pandang bulu, sehingga kehidupan bersama kita sungguh baik dan dengan demikian kondusif bagi kita semua yang mengusahakan kesucian hidup. Hidup suci berarti senantiasa membaktikan diri seutuhnya kepada Yang Ilahi, kepada Allah yang telah menciptakan dan mengasihi kita tanpa batas.


· Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapa pun juga. Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku. Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima” (Kis 20:33-35), demikian kata Paulus, rasul agung kepada para pendengarnya. Pengalaman Paulus ini kiranya baik untuk menjadi permenungan atau refleksi kita, sebagai umat beriman atau beragama. Cara hidup dan cara bertindak kita diharapkan tidak mengganggu atau menjadi beban bagi orang lain alias bagaikan benalu, yang senantiasa mengganggu yang lain. Marilah kita hidup sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sehari-hari. Kepada yang berlebihan kami harapkan bersikap sosial dengan menghayati kata-kata Paulus “adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima”. Berlebihan di sini tidak hanya secara materiel, kaya akan harta benda atau uang, tetapi juga dalam hal waktu dan tenaga. Pemberian waktu dan tenaga bagi orang lain merupakan wujud cintakasih yang tak tergantikan dengan cara lain apapun, karena hemat saja wujud cintakasih yang utama dan pertama-tama adalah pemborosan waktu dan tenaga bagi yang terkasih. Kami harapkan para orangtua dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam hal memberi daripada menerima, sebagaimana anda sebagai suami-isteri telah saling memberikan diri sepenuhnya satu sama lain sebagai wujud saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit, selama-lamanya, sampai mati. Kebahagiaan sejati memang lebih terletak dalam memberi bukan menerima.

Kerahkanlah kekuatan-Mu, ya Allah, tunjukkanlah kekuatan-Mu, ya Allah, Engkau yang telah bertindak bagi kami. Demi bait-Mu di Yerusalem, raja-raja menyampaikan persembahan kepada-Mu

(Mzm 68:29-30)

Rabu, 23 Mei 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ