“Supaya kamu saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu” (Kis 15:22-31; Mzm 97:8-12; Yoh 15:12-17)

Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain." (Yoh 15:12-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Perintah hidup saling mengasihi kiranya diajarkan oleh semua agama, namun mengapa sering terjadi tawuran, permusuhan dan pembunuhan, saling membenci dst.., meskipun mereka mengakui diri sebagai umat beragama. Mengapa suami-isteri telah sekian tahuh menikah serta dianugerahui anak-anak kemudian bercerai? Hemat saya hal itu disebabkan oleh kesalahfahaman atau keterbatan pengertian perihal cintakasih. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua agar kita senantiasa hidup dan bertindak saling mengasihi sebagaimana Tuhan telah mengasihi kita. Pedoman atau barometer cintakasih atau cintakasih Tuhan kepada kita, manusia. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita diajak dan dipanggil untuk hidup dan bertindak saling mengasihi dengan meneladan cinta kasih-Nya kepada kita semua. Yesus telah menyerahkan atau mempersembahkan Diri seutuhnya sehingga menderita, wafat di kayu salib demi keselamatan dan kebahagiaan kita. Cinta kasih-Nya kepada kita sungguh total tanpa syarat. Marilah kita wujudkan saling mengasihi dengan saling memberikan diri satu sama lain tanpa syarat, dan tentu saja kami berharap pertama-tama dan terutama hal ini dihayati oleh para suami-isteri yang telah saling berjanji baik dalam untung dan malang, sehat maupun sakit, sampai mati. Keteladanan anda sebagai suami-isteri dalam saling mengasihi bagi anak-anak anda sungguh dibutuhkan, sehingga anak-anak kelak kemudian ketika menjadi dewasa akan hidup dan bertindak saling mengasihi. Kepada kita semua, segenap umat beriman, kami ajak untuk menghayati diri sebagai yang dikasihi oleh Tuhan secara melimpah ruah dan kemudian meneruskan atau menyalurkannya bagi sesamanya dimana pun dan kapan pun.


· Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini: kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat." (Kis 15:28-29), demikian tanggapan para rasul dan penatua di Yerusalem kepada usulan Paulus dan Barnabas atas nama umat. Dalam pengalaman hidup dan kerja kita, kiranya kita sering menghadapi aneka masalah atau soal, maka hendaknya hal itu dibicarakan bersama dalam terang Roh Kudus, untuk selanjutnya diambil kebijakan sesuai dengan ilham Roh Kudus. Apa yang dilakukan oleh para rasul dan penatua ini pada masa kini senantiasa juga dilakukan oleh para gembala kita, yang sering mengadakan sinode atau sidang tahunan. Di Indonesia misalnya setiap tahun para gembala/uskup berkumpul untuk berbicara dan bertukar pengalaman bersama di kantor KWI perihal aneka macam masalah atau soal yang muncul dalam penggembalaan mereka. Sumbang-saran dan percakapan dalam Tuhan atau terang Roh Kudus akhirnya mengasilkan kebijakan pastoral yang membahagiakan dan menyelamatkan umat. Kebijakan pastoral memang senantiasa dibutuhkan para imam atau gembala dalam menghayati panggilannya, maka kami harapkan para imam atau pastor paroki sungguh bertindak bijaksana dalam menggembalakan umat, bukan kebijakan pribadi melainkan kebijakan yang lahir dari percakapan atau perjumpaan bersama dalam Tuhan, dalam Roh Kudus, dengan rekan sekerja atau para pembantu dalam tugas penggembalaan. Ingat dan sadari bahwa anda sebelum ditahbiskan menjadi imam harus lulus dalam ujian kebijakan pastoral dan telah dinyatakan lulus, maka hendaknya hal itu terus diperkembangkan dan diperdalam terus menerus: kebijakan pastoral dalam penggembalaan umat.

“Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai jiwaku, bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar! Aku mau bersyukur kepada-Mu di antara bangsa-bangsa, ya Tuhan, aku mau bermazmur bagi-Mu di antara suku-suku bangsa; sebab kasih setia-Mu besar sampai ke langit, dan kebenaran-Mu sampai ke awan-awan.Tinggikanlah diri-Mu mengatasi langit, ya Allah! Biarlah kemuliaan-Mu mengatasi seluruh bumi!” (Mzm 97:8-12)


Jumat, 11 Mei 2012


Romo Ignatius Sumarya, SJ