“Kamu adalah garam dunia” (1Kor 1:18-25; Mzm 33:2-7; Mat 5:13-19)

"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.” (Mat 5:13-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan Pesta St.Yustinus, martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Garam sedikit sebagai kelengkapan bumbu makanan membuat makanan yang bersangkutan enak dan nikmat, demikian juga api yang kecil dapat menjadi besar ketika digunakan untuk membakar sampah atau bangunan. “Saya sendiri tak ingin tergolek begittu saja seperti dalam museum. Saya ingin hidup di tengah pergolakan kehidupan”, demikin kutipan dalam Majalah Tempo, dalam rangka mengenangkan almarhum Yustinus Kardinal Darmojuwono pr, setelah Yang Mulia dipanggil Tuhan pada tanggal 3 Februari 1994. Bapak Kardinal Darmojuwono pr ketika dibaptis menjadi katolik diberi nama pelindung St.Yustinus, dan kiranya kita semua tahu bahwa Yang Mulia sungguh menjadi ‘garam dan terang dunia’ dalam rangka menghayati panggilan maupun melaksanakan tugas pengutusannya. Maka dalam rangka mengenangkan pesta St.Yustinus hari ini kami mengajak segenap umat beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus untuk dapat menjadi ‘garam dan terang dunia’ dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimana pun dan kapan pun. Menjadi ‘garam dan terang dunia’ berarti cara hidup dan cara bertindaknya senantiasa membuat lingkungan hidupnya enak dan nikmat untuk didiami serta dapat membantu orang lain semakin menemukan jati diri dan panggilannya alias menerangi mereka yang berada di dalam kegelapan atau kebingungan. Maka marilah kita mawas diri apakah derap langkah dan kinerja kita senantiasa membuat lingkungan hidup semakin enak dan nikmat didiami maupun membantu orang lain untuk semakin menemukan jati diri dan panggilan hidupnya. Kita semua juga dipanggil untuk mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib atau aturan dengan sepenuh hati, betapapun sederhana atau kecil tata tertib atau aturan tersebut.

· Pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah” (1Kor 1:18). Taat dan setia dalam melaksanakan aneka tata tertib atau aturan tak akan pernah terlepas dari perjuangan dan pengorbanan maupun penderitaan. Orang yang taat dan setia memang menunjukkan bahwa kekuatan atau rahmat Allah hidup dan bekerja dalam dirinya yang lemah dan rapuh alias yang bersangkutan dengan sepenuh hati, jiwa, pikiran dan tenaga melaksanakan tata tertib atau aturan maupun menghayati panggilan. Kita yang beriman kepada Yesus Kristus dipanggil untuk setia meneladan Dia, yang telah rela menderita, wafat di kayu salib dan dibangkitkan dari mati demi keselamatan seluruh dunia. Kami percaya bahwa para ibu yang telah mengandung dan melahirkan anaknya memiliki pengalaman akan pendeitaan sebagai konsekwensi pada jati diri dan panggilannya, dan penderitaan yang telah dialaminya merupakan jalan menuju kesejahteraan atau kebahagiaan sejati. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, kiranya setiap hari kita membuat tanda salib, dengan harapan hidup dan bertindak meneladan Yang Tersalib, dengan kata lain mempersembahkan diri seutuhnya pada panggilan maupun tugas pengutusan. Setia pada tugas dan panggilan tak akan pernah terlepas dari penderitaan dan pengorbanan, maka hendaknya ketika harus menderita dan berkorban demi tugas dan panggilan, kami harapkan untuk terus gembira dan ceria menghadapinya, karena dengan demikian penderitaan dan pengorbanan tersebut tidak akan sia-sia. Kami berharap anak-anak di dalam keluarga sedini mungkin dilatih dan dibiasakan dalam hal kesetiaan, yang mungkin harus disertai dengan penderitaan dan pengorbanan.

“Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai! Sebab firman TUHAN itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan.Ia senang kepada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN. Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya.Ia mengumpulkan air laut seperti dalam bendungan,” (Mzm 33:2-7)


Jumat, 1 Juni 2012


Romo Ignatius Sumarya, SJ