HOMILI: Hari Minggu Paskah IV ( Kis 4:8-12; Mzm 118:1.8-9.21-23.26.28cd.29; 1Yoh 3:1-2; Yoh 10:11-18)


“Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya”
Romo Dewanta SJ adalah imam SJ, yang baru ditahbiskan ketika bertugas sebagai pastor paroki di sebuah paroki di Timor Leste/Timor Timur. Dalam karya pastoralnya ternyata ia harus menghadapi situasi yang sangat sulit, yaitu perang saudara, antara mereka yang pro-RI dan mereka yang menghendaki lepas dari RI dan menjadi Negara sendiri. Mereka yang berkehendak untuk lepas dari RI ternyata menang dan kemudian memaksa mereka yang pro-RI untuk bergabung, dan jika tidak bersedia bergabung akan dihabisi atau dibunuh. Ternyata cukup banyak warga Timor Leste yang tetap setia para RI alias pro-RI, maka karena tertekan mereka berusaha melarikan diri untuk mengungsi ke Timor Barat, wilayah RI. Dalam pelarian tersebut ternyata mereka tidak bebas, karena terus dikejar untuk dihabisi. Ada sekelompok umat yang dikejar tersebut bersembunyi di dalam sebuah gereja dimana Romo Dewanta menjadi pastor parokinya. Dalam situasi yang sangat sulit tersebut, Romo Dewanta berusaha melindungi umatnya yang tak bersalah, dan ia berdiri di depan gereja menghadapi mereka, para tentara bersenjata lengkap, yang mengejar umat pro-RI, dan akhirnya Romo Dewanta, tewas, sebagai ‘martir’, ditembak mati oleh tentara. Saya sungguh mengimani bahwa Romo Dewanta merupakan salah satu teladan “gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya”.
“Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yoh 10:11)
Pada hari Minggu Paskah IV/Minggu Panggilan ini secara kebetulan di Seminari Menengah St.Petrus, Mertoyudan-Magelang, diselenggarakan Novena ke 9/penutupan, dalam rangka mengenangkan 100th Seminari Mertoyudan, dengan tema “Pastor Pelayan dan Motivator Kharisma”. Novena dengan Perayaan Ekaristi mulai pk 10.00 wib, dan diakhiri dengan makan siang bersama sederhana (soto dan nasi liwet) serta diselingi tari Dayak oleh siswa-siswi SMP Kanisius-Mertoyudan. Tema novena ini kiranya sesuai dengan ajakan Gereja untuk mengenangkan Minggu Panggilan di hari Minggu Paskah IV ini maupun bacaan-bacaan hari Minggu ini.
Pertama-tama saya mengajak rekan-rekan pastor atau imam untuk mawas diri: sejauh mana sebagai pastor sungguh melayani umat alias ‘memberikan nyawanya bagi domba-dombanya’ maupun kehadiran dan sepak terjangnya senantiasa menjadi motivator charisma umat Allah, entah yang terpanggil sebagai awam maupun biarawan-biarawati? Marilah kita sadari, ingat dan hayati bahwa kita ditahbiskan menjadi imam berpartisipasi dalam imamat Uskup, gembala kita, yang senantiasa berusaha menjadi hamba yang hina dina untuk melayani umat Allah. Sebagai partisipan kita dipanggil untuk mendukung usaha gembala kita ini dengan menjadi pelayan-pelayan bagi umat Allah, yang diserahkan kepada kita untuk digembalakan. Cirikhas pelayan yang baik antara lain: bekerja keras tak kenal waktu, ceria/gembira, dinamis, tanggap, cekatan..dst.. untuk membahagiakan atau menyelamatkan mereka yang harus dilayani.
Imam berasal dari umat dan bagi umat, maka kesuburan panggilan imamat tergantung dari kwalitas kehidupan umat Allah atau keluarga katolik sebagai tempat munculnya benih-benih panggilan maupun pemekaran benih panggilan. Maka kami berharap kepada segenap umat, khususnya keluarga-keluarga katolik untuk mendukung promosi panggilan imam. Salah satu cirikhas kepribadian yang hendaknya diusahakan adalah ‘to man/woman with/for others’, pribadi yang peka akan kebutuhan sesamanya. Kami percaya pada masa kini ada gerakan atau paguyuban doa bersama untuk mendukung panggilan imam, namun kami juga berharap kepada keluarga-keluarga untuk dengan rela dan bangga jika satu atau dua anaknya yang terbaik terpanggil untuk menjadi imam, bruder atau suster. Hendaknya jangan terjadi: kita berdoa bagi suburnya panggilan, ketika anak saya yang baik ingin menjadi imam, bruder atau suster dilarang.
Mereka yang telah terpanggil menjadi imam, bruder atau suster, hendaknya juga berpartisipasi dalam promosi panggilan. Cara utama dan pertama-tama untuk promosi panggilan adalah kesaksian hidup terpanggil. Maka baiklah secara khusus kami ingatkan rekan-rekan imam untuk merenungkan dan menghayati ajaran ini, yaitu  “Panggilan imam itu pada hakekatnya panggilan untuk kekudusan, dalam corak yang sesuai dengan Sakramen Tahbisan. Kekudusan berarti bermesraan dengan Allah, mengikuti Kristus yang miskin, murni dan rendah hati. Kekudusan itu cintakasih tanpa syarat terhadap jiwa-jiwa, dan penyerahan diri sendiri untuk mereka dan demi kesejahteraan mereka yang sejati. Kekudusan berarti mengasihi Gereja yang suci dan menghendaki kita menjadi suci, karena itulah misi yang oleh Kristus dipercayakan kepadanya. Anda masing-masing harus menjadi kudus pula untuk membantu saudara-saudari anda menempuh panggilan mereka menuju kesucian” (Paus Yohanes Paulus II: Anjuran Apostolik, Pastores Davo Vobis ,  25 Maret 1992, no 33)
Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci.” (1Yoh 3:2-3)
Yang dimaksudkan dengan ‘anak-anak Allah’ tidak lain adalah kita semua yang sungguh mempersembahkan atau membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah, yang senantiasa menaruh pengaharapan kepada-Nya maupun “menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci”. Maka marilah kita sebagai umat beriman, entah keyakinan atau agamanya apapun, kami ajak untuk bekerjasama mengusahakan kesucian hidup kita, bermesraan dengan Allah kapan pun dan dimana pun dalam hidup sehari-hari. Secara khusus bagi umat Katolik yang memiliki pelindung santo atau santa kami harapkan hidup dan bertindak meneladan santo atau santa yang menjadi pelindungnya.
Ketika kita dilahirkan di dunia ini masing-masing dari kita kiranya dalam keadaan suci adanya, dan memang begitu tumbuh berkembang menjadi dewasa, seiring dengan pertambahan usia, ternyata kesucian tersebut terus mengalami erosi. Maka jika di dalam diri kita ada apa yang baik, mulia, suci, benar dst.. kiranya sungguh merupakan anugerah Allah. Marilah kita renungkan atau refleksikan kutipan ini, yaitu bahwa “keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kis 4:12).
Menaruh pengharapan kepada Allah berarti juga mendambakan selamat dari Allah. Jika kita sungguh mendambakan selamat baik lahir maupun batin, phisik maupun spiritual, hendaknya kita senantiasa setia melaksanakan atau menghayati sabda-sabdaNya sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Cukup menarik bahwa kitab itu disebut suci, yang berarti isinya memang suci dan siapapun yang melaksanakan isi kitab suci berarti berusaha untuk menjadi suci. Dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk rajin dan setia membaca dan merenungkan sabda-sabda yang tertulis di dalam Kitab Suci, sebagaimana dengan rendah hati juga kami usahakan serta kemudian kami sebarkan setiap hari. Kalau anda  tidak memiliki Kitab Suci, kiranya dapat menggunakan apa yang saya sampaikan setiap hari. 

Aku bersyukur kepada-Mu, sebab Engkau telah menjawab aku dan telah menjadi keselamatanku. Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Hal itu terjadi dari pihak TUHAN, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Diberkatilah dia yang datang dalam nama TUHAN! Kami memberkati kamu dari dalam rumah TUHAN.”
(Mzm 118:21-23.26)

Minggu, 29 April 2012