HOMILI: Hari Minggu Paskah II ( Kis. 4:32-35; Mzm. 118:2-4,16ab-18,22-24; 1Yoh. 5:1-6; Yoh. 20:19-31)

“Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.”


Jika kita mawas diri dengan benar dan baik, kiranya kita semua sejak kecil telah terlatih atau tebiasakan menerima aneka info atau hal-hal baru dari orang lain, entah itu berupa peristiwa, pengetahuan, nama-nama orang/barang/binatang, dst.. , meskipun kita belum melihatnya namun kita percaya sepenuhnya. Namun pada masa jaya-jayanya PKI (Partai Komunis Indonesia) di negeri ini juga ada gerakan yang dilakukan untuk mendidik dan membina anak-anak kecil agar hanya mempercayai apa yang telah dilihatnya, atau yang dapat diraba dan dinikmati secara phisik. Sebagai contoh ada guru Taman Kanak-Kanak bertanya kepada para peserta didiknya: “Anak-anak, apakah Tuhan itu ada?”. Anak-anak pun tidak berani menjawabnya dan diam seribu bahasa. Maka guru tersebut lalu minta kepada anak-anak untuk berdoa kepada Tuhan seraya mohon kepada Tuhan agar diberi manisan. Anak-anak pun diminta memejamkan mata sambil berdoa bersama “Tuhan, kami mohon manisan”. Setelah itu anak-anak diminta membuka mata dan sang guru bertanya “Apakah Tuhan memberi manisan?”. “Tidak..”, jawaban serentak anak-anak. Kemudian sang guru minta anak-anak memejamkan mata kembali sambil berkata “Bu guru, kami minta manisan”, dan kemudian bu guru pun membagikan manisan satu per satu di atas meja anak-anak. Setelah selesai membagikan bu guru minta anak-anak membuka mata, dan kemudian bertanya “Bu guru, memberi manisan?”. “Ya…” , jawaban anak-anak. Kemudian bu guru berkata: “Jadi yang ada ialah bu guru dan Tuhan tidak ada”

Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yoh 20:29)

Yesus yang telah bangkit dari mati hidup dan berkarya terus menerus melalui Roh-Nya, tak terikat oleh ruang dan waktu, kapan saja dan dimana saja. Dalam Warta gembira hari ini dikisahkan perihal Tomas, rasul, yang ketika Yesus menampakkan Diri kepada para rasul, ia tidak berada bersama para rasul, maka ketika mereka menceriterakan perihal penampakkan Yesus, ia tidak percaya. "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya." (Yoh 20:25), demikian tanggapan Tomas atas ceritera teman-temannya. Waktu Yesus menampakkan Diri untuk pertama kali kepada para rasul terjadi pada hari Paskah, dan seminggu kemudian, pada hari Minggu, Yesus menampakkan Diri lagi kembali kepada mereka dan Tomas ada di antara mereka. Maka Yesus pun menegor Tomas, yang memang kemudian menjadi percaya juga, “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.”

Kita sering disebut orang beriman, berarti orang yang mempercayai sepenuhnya pada apa yang tak kelihatan, “tidak melihat, namun percaya”. Maka marilah kita hayati sepenuhnya apa yang menjadi keyakinan iman kita masing-masing, percaya bahwa Tuhan senantiasa hidup dan berkarya di dalam ciptaan-ciptaan-Nya, terutama dalam diri manusia beriman. Untuk itu kita diharapkan juga percaya satu sama lain, dan tentu saja masing-masing dari kita juga tidak pernah memberitahukan kebohongan-kebohongan atau kepalsuan-kepalsuan. Dengan kata lain masing-masing dari kita harus jujur terhadap diri sendiri, tidak pernah menipu diri atau membohongi diri. Sebagai orang beriman kita semua diharapkan hidup dan bertindak dalam dan dengan semangat iman, sehingga kita akan menjadi orang-orang yang cerdas secara spiritual.

Orang yang cerdas secara spiritual antara lain hidup dan bertindak sesuai dengan visi atau misi dari hidup bersama yang telah dimasuki dan digeluti bersama, tidak mengikuti selera atau kemauan pribadi lagi. Maka hendaknya kita sungguh percaya dan menghayati apa saja yang pernah dijelaskan atau diterangkan kepada kita terkait dengan visi dan misi hidup bersama dimana kita geluti dan menjadi anggotanya. Sebagai contoh misalnya bagi kita yang terpanggil untuk menjadi imam, bruder atau suster, Yesus bersabda kepada kita bahwa “ setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal.” (Mat 19:29). Pengalaman saya pribadi sebagai imam Yesuit hal itu sungguh menjadi kenyataan, dimana saya memiliki banyak sahabat dan teman karena menghayati sabda Yesus tersebut, dan dengan kerja keras serta rendah hati berusaha menghayati spiritualitas Ignatian maupun apa yant tertulis di dalam Konstitusi Serikat Yesus. Sedangkan kepada anda yang berkeluarga hendaknya menghayati sabda Yesus juga bahwa harus meninggalkan orangtua atau ayah dan ibu serta kemudian hidup bersama sebagai suami-isteri dengan saling mengasihi sehingga menghasilkan buah kasih yang melimpah, yaitu anak, cucu, buyut, canggah dst..

Setiap orang yang percaya, bahwa Yesus adalah Kristus, lahir dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi Dia yang melahirkan, mengasihi juga dia yang lahir dari pada-Nya. Inilah tandanya, bahwa kita mengasihi anak-anak Allah, yaitu apabila kita mengasihi Allah serta melakukan perintah-perintah-Nya” (1Yoh 5:1-2)

Mengasihi Allah serta melakukan perintah-perintah-Nya” inilah yang hendaknya kita renungkan dan hayati dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari sebagai umat beriman. Bagi kita umat yang beriman kepada Allah ‘mengasihi Allah’ sebenarnya adalah hidup dengan penuh syukur dan terima kasih sebagai tanggapan kita atas Allah yang telah mengasihi kita dengan melimpah ruah melalui sekian banyak orang yang telah berbuat baik kepada kita, mengasihi dan memperhatikan kita melalui aneka cara dan bentuk sejak kita dilahirkan dari rahim ibu kita masing-masing. Hidup dalam syukur dan terima kasih berarti memang tidak pernah serakah melalui mewujudkan syukur dan terima kasih tersebut dengan tindakan konkret ‘berbagi dan peduli’ bagi orang lain, terutama bagi mereka yang miskin dan berkekurangan. Semua perintah Allah kiranya dapat disimpulkan atau dipadatkan dalam perintah saling mengasihi serta kemudian kita wujudkan dengan saling berbagi dan peduli satu sama lain, tanpa pandang bulu.

Wujud kasih atau berbagi dan peduli yang paling utama dan pokok hemat saya adalah dengan tidak pelit memboroskan waktu dan tenaga bagi mereka yang harus kita kasihi atau kepada siapa kita harus berbagi dan peduli. Dengan kata lain kehadiran kita bagi mereka sungguh dibutuhkan, dan kemudian memang perlu sebagai pendukung dan penguat dalam menghadirkan diri kita juga membagikan sebagian apa yang kita miliki dan mereka butuhkan, misalnya makanan, minuman, uang, pakaian dst.. Ingatlah dan sadari serta hayati bahwa jati diri kita adalah mahkluk social, manusia yang harus hidup bersama dengan orang lain untuk saling mengasihi serta saling berbagi dan peduli.

Selanjutnya dalam hidup bersama kita sebagai umat beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus, marilah dalam hidup bersama meneladan cara hidup jemaat purba, sebagaimana dikisahkan dalam Kisah Para Rasul ini, yaituAdapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah. Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.” (Kis 4:32-35). Cara hidup jemaat purba merupakan cermin dan tolok ukur keberhasilan atau kesetiaan kita sebagai orang beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus.

Hari ini juga merupakan “Hari Minggu Kerahiman Ilahi”, suatu ajakan untuk secara konkret menghayati motto APP tahun ini maupun meneladan cara hidup jemaat purba, yaitu ‘berbagi dan peduli’. Para rekan perempuan atau wanita memiliki rahim, dan di dalam rahimlah kehidupan dimulai dan tumbuh berkembang karena kerahiman, maka semoga anda juga dapat menjadi teladan dalam menghayati keutamaan ‘kerahiman Ilahi’, artinya cara hidup dan cara bertindak anda dimanapun dan kapanpun senantiasa menghidupkan dan menggairahkan orang lain.

Tangan kanan TUHAN berkuasa meninggikan, tangan kanan TUHAN melakukan keperkasaan!" Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceritakan perbuatan-perbuatan TUHAN. TUHAN telah menghajar aku dengan keras, tetapi Ia tidak menyerahkan aku kepada maut.” (Mzm 118:16-18)



Minggu, 15 April 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ