HOMILI: Hari Minggu Prapaskah V (Yer 31:31-34; Mzm 51:12-15; Ibr 5:7-9; Yoh 12:20-33)

Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah”

Semangat pertempuran yang bergelora dari putera kelahiran Salatiga, 24 Nopember 1925 itu, ditunjukkan ketika mengambil alih pimpinan misi. Sikap kepahlawanan, pantang menyerah dan inisiasi yang berani dari Yos Sudarso patut menjadi spirit dalam membangun negeri ini ke arah kehidupan bernegara yang lebih baik. Generasi sekarang harus belajar dari heroisme Yos Sudarso, sebagai prajurit laut yang pantang surut membela bangsa dan negara.” (NN), demikian salah satu catatan perihal kepahlawan Yos Sudarso. Yos Sudarso dikenal sebagai salah satu pahlawan Indonesia yang sungguh berani dalam rangka membela bangsa dan Negara. Seorang pahlawan memang dengan penuh ksatria serta tulus berani berkorban demi keselamatan jiwa banyak orang. Yesus adalah pahlawan penyelamatan dunia, maka Ia juga menyerahkan Diri dengan wafat di kayu salib sebagaimana Ia sabdakan bahwa “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja, tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah”. Buah dari penyerahan Diri Yesus di kayu salib adalah, sebagaimana kita ketahui, jutaan manusia telah menjadi murid atau pengikut-Nya. Maka marilah kita memperdalam tema APP tahun ini yang bertemakan “Katolik Sejati yang Berbagi dan Peduli”

Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal.” (Yoh 12:24-25)

Biji pada umumnya kecil namun setelah tumbuh menjadi pohon akan menjadi pohon besar dan menghasilkan buah, dengan kata lain biji juga merupakan awal atau dasar kehidupan. Sedangkan nyawa adalah sesuatu yang menghidupkan dan menggairahkan. Maka jika Yesus bersabda perihal menyerahkan nyawa berarti ajakan atau panggilan untuk mempersembahkan hidup, gairah, cita-cita atau harapan kepada Tuhan melalui saudara-saudari kita. Kita dipanggil untuk sebanyak mungkin bergaul dengan siapapun serta tidak hidup menyendiri alias mengurung diri, guna mewujudkan semangat berbagi dan peduli bagi orang lain.

Apa yang menjadi cita-cita, harapan atau dambaan kita? Saya percaya bahwa kita semua memiliki cita-cita, harapan atau dambaan hidup bahagia, selamat dan damai sejahtera atau senaantiasa baik adanya sebagaimana ketika diciptakan oleh Tuhan. Kebahagiaan, kesalamatan dan perdamaian sejati terutama dan pertama-tama ada di dalam jiwa, maka marilah kita usahakan dengan rendah hati dan bersama-sama keselamatan, kebahagiaan dan perdamaian jiwa kita. Kita hayati hidup dan panggilan kita, kita fungsikan segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai saat ini untuk mengusahakan keselamatan jiwa kita sendiri maupun jiwa saudara-saudari kita dimana pun dan kapan pun.

Sebagai orang beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus, jika mendambakan keselamatan jiwa, marilah kita hayati sabda-sabda-Nya dan meneladan cara hidup dan cara bertindaknya, sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. “Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa” (Yoh 12:26), demikian sabda Yesus. Yesus, yang telah wafat dan bangkit dari mati, hidup dan berkarya dimana-mana, terutama dalam diri orang beriman, yang beriman kepada Yesus Kristus, entah secara formal maupun informal. Secara formal berarti orang yang telah dibaptis, sedangkan secara informal adalah orang “yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal” (Vatikan II: LG no 16). Marilah kita semua yang berkehendak baik saling mempersembahkan cita-cita, harapan dan dambaan serta kita sinerjakan dan wujudkan bersama-sama.

Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya (Ibr 5:7-9).

Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya”, inilah yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan. Orang yang sedang menderita pada umumnya lalu berindak ngawur, hidup dan bertindak seenaknya sendiri, mengikuti selera atau keinginan pribadi, padahal ada kemungkinan orang harus menderita karena hidup dan bertindak hanya mengikuti selera pribadi atau keinginan sendiri. Ketaatan memang merupakan keutamaan atau nilai kehidupan yang sulit dilaksanakan, sarat dengan tantangan, masalah dan hambatan. Hal ini antara lain kelihatan apa yang terjadi dijalanan, dimana para pengguna jalan kurang atau tidak mentaati tata tertib berlalu-lintas, tidak mentaati rambu-rambu lalu lintas. Bukankah apa yang terjadi di jalanan merupakan cermin apa yang terjadi di dalam hidup sehari-hari?

Aku sendiri pun berkeinginan agar kalian lengkap sempurna dalam setiap keutamaan dan anugerah rohani. Namun, pertama-tama agar kalian menjadi unggul dalam keutamaan ketaatan. …,ketaatan merupakan satu-satunya keutamaan yang menanam keutamaan lain di dalam jiwa serta menjamin kelangsungannya. Selama ketaatan berkembang, tidak dapat disangkal lagi bahwa keutamaan lain akan berkembang pula” (Ignatius Loyola: Surat kepada para Yesuit di Portugal, Roma 26 Maret 1553, terjemahan J.Darminta SJ). Kami berharap meskipun kutipan ini diarahkan bagi para Yesuit juga dapat kita renungkan, hayati atau laksanakan jika kita mendambakan hidup bahagia, selamat dan damai sejahtera lahir-batin, phisik-spiritual, jasmani-rohani. Ignatius Loyola memang mendambakan para pengikutnya unggul dalam penghayatan keutamaan ketaatan, meneladan sahabatNya, Yesus Kristus, yang taat. Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp 2:5-8).

Hidup dan bertindak dalam ketaatan berarti tidak hidup dan bertindak mengikuti kehendak dan keinginan pribadi atau diri sendiri, tetapi pertama-tama dan terutama hidup dan bertindak mengikuti kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan antara lain dicoba diterjemahkan ke dalam aneka konstitusi, pedoman hidup, anggaran dasar, kebijakan atau tata tertib, yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Kami berharap anak-anak sedini mungkin dididik dan dibiasakan dalam hal ketaatan dengan teladan konkret dari para orangtua, dan kemudian diperdalam dan diperkembangkan lebih lanjut di sekolah-sekolah. Apa yang harus diusahakan di sekolah-sekolah antara lain larangan untuk menyontek baik dalam ulangan maupun ujian. Pelaksaaan ‘dilarang menyontek baik dalam ulangan maupun ujian’ sungguh mendesak dan up to date untuk diperdalam dan disebarluaskan. Berbagai bentuk pelanggaran yang terjadi masa kini, yang dilakukan oleh para tokoh masyarakat, tokoh politik, para pemuka dan pemimpin, wakil rakyat dst.. hemat saya merupakan bukti pembiaran menyontek di dalam ulangan atau ujian, yang telah mereka alami ketika mereka sedang bertugas belajar.

“Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela! Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu.”

(Mzm 51:12-15)

Minggu, 25 Maret 2012


Romo Ignatius Sumarya, SJ