HOMILI: Hari Minggu Prapaskah III (Kel 20:1-17; Mzm 19:8-11; 1Kor 1:22-25; Yoh 2:13-25)

"Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.”

Sikap mental materilistis begitu menjiwai cara hidup dan cara bertindak mayoritas orang masa kini, termasuk orang-orang Indonesia. Yang cukup atau sangat memprihatinkan adalah bidang pendidikan dan keagamaan, dimana seharusnya mereka yang berkarya di dalam dua bidang pelayanan ini sungguh memperhatikan jiwa manusia, namun ternyata lebih memperhatikan aneka harta benda atau uang. Bahkan jika dicermati dengan teliti korupsi yang terjadi di Indonesia ini mayoritas terjadi di dua bidang pelayanan tersebut: pendidikan dan agama. Dalam bidang pendidikan misalnya masalah BOS (Bantuan Operasional Sekolah): kiranya kurang lebih kebocoran anggaran dalam BOS alias yang dikorupsi kurang lebih 30% jumlahnya, yang dilakukan oleh pegawai atau pejabat dijajaran pelayanan pendidikan dari tingkat menteri sampai kepala sekolah atau bahkan para guru. Dalam bidang pelayanan pendidikan juga terjadi korupsi dalam bentuk ‘mark-up’ anggaran, yang dilakukan di sekolah-sekolah maupun kantor-kantor pelayanan pendidikan. Di bidang pelayanan agama, misalnya dalam pengurusan naik haji, yang setiap tahun melibatkan ribuan orang: saya memperoleh info bahwa korupsi dilakukan sejak pendaftaran naik haji sampai dengan pelaksanaan. Padahal jika dicermati cukup banyak umat Islam yang naik haji dengan tekun menabung sedikit demi sedikit dari beaya yang harus dikumpulkan atau mungkin harus menjual tanah warisan leluhur. Warta Gembira hari ini mengingatkan dan mengajak kita untuk memberantas aneka bentuk komersialisasi atau korupsi di pelayanan keagamaan.

"Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.” (Yoh 2:16).

Tempat ibadat seperti gereja, masjid, kuil dst.. adalah tempat suci, dimana orang datang untuk berdoa atau beribadat kepada Tuhan dengan harapan agar dirinya semakin suci, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan. Dalam kisah Warta Gembira hari ini dikisahkan tentang adanya orang-orang yang menjadikan tempat ibadat sebagai pasar alias tempat untuk mencari keuntungan pribadi. Hal ini berarti terjadi pelecehan tempat ibadat, merendahkan jati diri tempat ibadat, maka dengan keras Yesus memarahi mereka yang melecehkan tempat ibadat tersebut, menjadikan tempat ibadat sebagai pasar, tempat berjualan, tempat untuk mengeruk dan mengumpulkan keuntungan pribadi sebesar-besarnya.

Tema APP tahun ini adalah “Katolik Sejati harus Berbagi dan Peduli”, suatu ajakan bagi kita semua untuk mawas diri perihal keimanan kita sebagai orang Katolik. Katolik sering diartikan sebagai ‘umum”, maka menjadi Katolik sejati antara lain harus memperhatikan kepentingan umum, terutama memperhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan di dalam lingkungan hidup maupun lingkungan kerja kita masing-masing. Kita diharapkan memiliki dan menghayati kepekaan social, dan tidak egois. Marilah kita ingat atau kenangkan bahwa ketika berada di tempat ibadat dan sedang beribadat bersama pada umumnya kebersamaan kita sungguh menarik, mempesona dan memikat, karena semuanya kelihatan ceria serta tidak kelihatan materialistis, tidak ada pameran kekayaan dst..

Apa yang terjadi di tempat ibadat atau tempat suci hendaknya juga terjadi di dalam cara hidup dan cara bertindak dimana pun dan kapan pun, atau dengan kata lain ada kesatuan antara doa dan karya, spiritual dan phisik. Dalam tempat suci hanya dapat diizinkan hal-hal yang berguna bagi pelaksanaan atau peningkatan ibadat, kesalehan dan keagamaan, serta dilarang segala sesuatu yang tidak cocok dengan kesucian tempat itu. Namun Ordinaris sesekali dapat memberi izin untuk penggunaan lain, asalkan tidak bertentangan dengan kesucian tempat itu” (KHK kan 1210). Senada tempat suci adalah aneka fungsi atau jabatan gerejani/keagamaan, misalnya seksi-seksi atau komisi-komisi dalam keagamaan. Maklum ada beberapa oknum yang berfungsi sebagai seksi social di paroki mengkomersielkan diri melalui pelayanan kematian atau pemakaman, ada juga seksi social paroki yang mencari keuntungan pribadi dalam aneka pelayanan social dengan mengambil sebagian sumbangan dari umat yang diterima, dengan kata lain mereka memanfaatkan orang miskin maupun orang sedang susah untuk mencari keuntungan pribadi. Kami berharap kepada para pastor paroki untuk mencermati apa yang terjadi dalam seksi-seksi paroki, dan ketika terjadi komersialisasi fungsi hendaknya segera dibereskan.

Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah. Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia (1Kor 1:22-25).

Orang-orang Yahudi begitu mengandalkan diri pada rumus-rumus hukum atau peraturan, sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci, sedangkan orang-orang Yunani begitu mengandalkan otak atau kecerdasan berpikir, sehingga mereka tak mampu memahami bahwa Penyelamat Dunia, Yesus, Mesias harus mati disalibkan dalam rangka memenuhi tugas pengutusanNya. Maka Paulus berkata bahwa ‘pemberitaan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi bagi mereka yang dipanggil merupakan kekuatan dan hikmat Allah’. Sebagai orang beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus kami ajak dan ingatkan agar mengimani pemberitaan Kristus yang disalibkan.

Mengimani Dia yang wafat di kayu salib berarti siap sedia dengan jiwa besar dan hati rela berkorban dalam cara hidup dan cara bertindak demi keselamatan jiwa manusia. Dengan kata lain siap sedia untuk menderita demi sesuatu yang baik, luhur, mulia dan suci. “Jer basuki mowo beyo” = Untuk hidup mulia dan damai sejahtera orang harus rela berjuang atau berkorban, demikian kata dan makna sebuah peribahasa Jawa. Ajaran dan hukum yang utama dan pertama-tama adalah cintakasih, panggilan untuk saling mengasihi satu sama lain dalam hidup sehari-hari. Cintakasih sejati pasti disertai dengan pengorbanan dan perjuangan, sebagaimana disabdakan oleh Yesus:”Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia.Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu” (Yoh 16:21-22). Bukankah kelahiran seorang anak merupakan buah saling mengasihi?

Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.Jangan membunuh. Jangan berzinah. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apa pun yang dipunyai sesamamu.” (Kel 20:12-17). Kutipan dari Kitab Keluaran ini hemat saya merupakan perintah moral yang sangat jelas dan kiranya dapat dilaksanakan dalam “kekuatan Allah dan hikmat Allah”, artinya dalam kesatuan dan kebersamaan dengan Tuhan. Maka marilah kita mawas diri: apakah sebagai orang beriman kita sungguh mengandalkan diri pada kekuatan dan hikmat Allah, hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Allah. Kehendak dan perintah Allah antara lain dapat kita temukan dalam spiritualitas atau visi-misi hidup dan kerja bersama, sebagaimana tertulis di dalam Anggaran Dasar, Konstitusi atau Pedoman Hidup. “Apakah karena dorongan Roh Kudus kita hidup dan bertindak?”

Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman.Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya. Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah

(Mzm 19:8-11)

Minggu, 11 Maret 2012


Romo Ignatius Sumarya, SJ