“Setiap orang yang mau mengikuti Aku harus memikul salibnya setiap hari dan mengikuti Aku” (Ul 30:15-20; Mzm 1:1-4; Luk 9:22-25)

"Yesus berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri” (Luk 9:22-25), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Mengakui dan menghayati diri sebagai orang beragama atau beriman yang baik dan benar berarti mau tak mau harus mengikuti kehendak Tuhan serta memikul salibnya sendiri setiap hari. Yang dimaksudkan dengan memikul salib sendiri tidak lain adalah setia menghayati panggilan utama dan melaksanakan tugas atau kewajiban utama setiap hari. Dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tenaga menghayati panggilan dan melaksanakan tugas pengutusan berarti kita setia mengikuti Tuhan. Maka marilah di masa Puasa ini kita awali dengan mawas diri perihal panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, entah itu sebagai suami-isteri/bapak-ibu, imam, bruder atau suster, entah itu sebagai pelajar/mahasiswa, pekerja/pegawai, pejabat atau fungsi-fungsi tertentu dalam hidup dan kerja bersama, dst.. Untuk setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita hendaknya dengan jiwa besar dan hati rela berkorban berani ‘kehilangan nyawa sendiri karena Tuhan’, tidak mengikuti keinginan dan kemauan sendiri melainkan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan antara lain dapat kita temukan dalam aneka tata tertib (Konstitusi, Anggaran Dasar, Pedoman Hidup dst..), yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Maka baiklah pertama-tama marilah kita fahami dengan benar, tepat dan baik tata tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Semua tata tertib hemat saya dibuat dan diundangkan atau diberlakukan dalam dan demi cintakasih, maka hemat saya jika kita senantiasa hidup saling mengasihi berarti kita sungguh telah memikul salib kita masing-masing. Marilah kita boroskan waktu dan tenaga kita untuk menghayati panggilan dan melaksanakan tugas pengutusan kita masing-masing.

· “Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan, karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak dan diberkati oleh TUHAN, Allahmu, di negeri ke mana engkau masuk untuk mendudukinya” (Ul 30:15-16). Dalam hidup dan kerja kita setiap hari kita menghadapi aneka tawaran dan pilihan, yang mengarah kepada “kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan”. Tentu saja sebagai orang beriman atau beragama kita akan lebih memilih kehidupan dan keberuntungan, dan jika kita memilih dan menghendaki kehidupan dan keberuntungan jalan atau caranya tidak lain adalah senantiasa “hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya”. Jalan yang ditunjukkan oleh Tuhan tidak lain adalah ‘jalan salib’, mengikuti cara hidup dan cara bertindak Yang tersalib. Baiklah kita sadari dan hayati bahwa setiap kali kita membuat tanda salib menjelang berdoa, makan atau tidur, bepergian atau bekerja berarti kita akan melaksanakan semuanya itu di dalam Tuhan dan demi Tuhan. Hendaknya kita mengawali tugas atau pekerjaan apapun didahului dengan membuat tanga salib, dengan harapan agar kita dapat menghayati panggilan dan melaksanakan tugas pengutusan dengan baik sesuai dengan kehendak Tuhan. Tanda atau bukti bahwa yang kita hayati atau laksanakan adalah sesuai dengan kehendak Tuhan buahnya adalah keselamatan jiwa, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa orang lain yang kena dampak cara hidup dan cara bertindak kita. Dengan kata lain, sekali lagi kami ingatkan bahwa barometer kesuksesan atau keberhasilan hidup dan kerja kita adalah keselamatan jiwa manusia.

“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin.” (Mzm 1:1-4)

Kamis, 23 Februari 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ