“Kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku” (Kis 6:8-10; 7:54-59; Mzm 31:3-4.6; Mat 10:17-22)

“Waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu. Orang akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah akan anaknya. Dan anak-anak akan memberontak terhadap orang tuanya dan akan membunuh mereka. Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat” (Mat 10:17-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St Stefanus, martir pertama, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Secara manusiawi kiranya kita boleh berkata bahwa kelahiran Penyelamat Dunia merupakan tanda atau petunjuk bahwa setia kepada panggilan atau tugas pengutusan memang tak akan terlepas dari aneka macam penderitaan dan ancaman (Ia dilahirkan dalam kekelaman dan kesepian serta kurang diperhatikan oleh saudara-saudari-Nya). Hari pertama setelah Natal kita kenangkan St Stefanus, martir pertama, yang ‘dibenci semua orang oleh karena nama-Ku’. Stefanus karena bersama dan bersatu dengan Penyelamat Dunia alias menjadi sahabat Penyelamat Dunia harus menghadapi ancaman dan akhirnya memang dibunuh karena imannya. Kami percaya setelah hari Natal ini kiranya cukup banyak dari antara kita yang merayakan Natal dalam lingkungan keluarga, maka kami berharap dalam perjumpaan dengan anggota keluarga tidak hanya makan dan minum serta bercanda-ria saja, tetapi hendaknya juga saling curhat dalam hal iman/pengalaman iman sesuai dengan pekerjaan maupun tempat tinggal masing-masing. Sebagai bantuan curhat saya ajukan pertanyaan: Masihkah kami setia pada nasihat, saran, petuah dan pesan orangtua sebelum kami ‘disebarkan untuk bekerja dan berkeluarga’? Apakah kami semakin beriman, berbakti kepada Tuhan dengan berpartisipasi dalam menyelamatkan lingkungan hidup dan kerja kita? Bagi yang sedang atau masih belajar: apakah kami setia dalam tugas belajar dan dengan demikian semakin terampil dalam belajar? Penghayatan rahmat kemartiran masa kini antara lain dapat kita wujudkan dalam kesetiaan pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing.

· "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.” (Kis 7:59), demikian doa Stefanus ketika dilempari batu serta dicemooh oleh musuh-musuhnya, menjelang kematiannya. Stefanus tidak mengeluh kesakitan, apalagi marah terhadap mereka yang membencinya, melainkan mempersembahkan diri kepada Yesus, sahabatnya. Karena kesetiaan pada iman, panggilan dan tugas pengutusan, yang mungkin pada masa kini berarti hidup dan bertindak jujur, ada kemungkinan akan mengalami kehancuran untuk sementara. Bukankah ada rumor “jujur akan hancur”, tetapi hemat saya memang akan hancur untuk sementara namun akan mulia selamanya. Semakin jujur pada masa kini rasanya memang semakin hancur secara phisik, tetapi semakin tangguh dan handal secara spiritual karena aneka macam ancaman, hambatan, pelecehan dst.. dihayati sebagai wahana pendewasaan diri terus-menerus.
Doa Stefanus di atas juga mengingatkan kita semua akan pentingnya pembinaan iman, moral atau spiritual bagi kita semua, maka kami berharap anak-anak sedini mungkin dididik dalam hal iman, moral dan spiritual alias agar tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik dan berbudi pekerti luhur. Hendaknya di sekolah-sekolah juga lebih diutamakan tujuan atau cita-cita agar para peserta didik tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik dan berbudi pekerti luhur. Kami percaya jika kita semua memiliki bekal atau kekuatan iman atau spiritual yang kuat, tangguh dan handal, maka kita tak akan mudah jatuh ke dalam dosa atau tindakan-tindakan amoral. Roh adalah jiwa, semangat, cita-cita atau harapan, maka apakah jiwa, semangat, cita-cita atau harapan kita sesuai dengan kehendak Tuhan.

“Sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, bersegeralah melepaskan aku! Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku! Sebab Engkau bukit batuku dan pertahananku, dan oleh karena nama-Mu Engkau akan menuntun dan membimbing aku. Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku, ya TUHAN, Allah yang setia.”

(Mzm 31:3-4.6)

Senin, 26 Desember 2011


Romo Ignatius Sumarya, SJ