HOMILI: Pesta Keluarga Kudus “Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat” (Kej 15:1-6 – 21:1-3; Mzm 105:1b-6.8-9; Ibr 11:8.11-12.17-19; Luk 2:22-40)

“Lagipula di situ ada Hana, seorang nabi perempuan, anak Fanuel dari suku Asyer. Ia sudah sangat lanjut umurnya. Sesudah kawin ia hidup tujuh tahun lamanya bersama suaminya,37 dan sekarang ia janda dan berumur delapan puluh empat tahun. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. Dan pada ketika itu juga datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem. Dan setelah selesai semua yang harus dilakukan menurut hukum Tuhan, kembalilah mereka ke kota kediamannya, yaitu kota Nazaret di Galilea. Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya” (Luk 2:36-40), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan Pesta Keluarga Kudus hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Keluarga adalah dasar hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan beriman serta menggereja, maka ketika keluarga sungguh kuat, dalam arti damai sejahtera dan selamat oleh ikatan kasih, hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara, beriman dan menggereja akan dalam keadaan damai sejahtera dan selamat juga. Kanak-kanak Yesus di dalam keluarga kudus di Nasareth karena asuhan ‘orangtua’-Nya telah “bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat dan kasih karunia Allah ada pada-Nya”. Maka dengan ini kami berharap keluarga-keluarga dapat meneladan Keluarga Kudus, Yesus, Maria dan Yosef. Kami berharap anak-anak yang dianugerahkan oleh Allah kepada orangtua/ bapak-ibu dididik dan dibersarkan dalam cintakasih dan kebebasan Injili. Dalam cintakasih berarti bapak-ibu sungguh memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anaknya, sedangkan dalam kebebasan Injili berarti bapak-ibu berfungsi sebagai penyiram sedangkan Allah-lah yang menganugerahi pertumbuhan dan perkembangan. Dengan kata lain orangtua tidak dapat memaksa anak-anak hanya mengikuti kehendak dan keinginan orangtuanya bagi masa depan mereka, melainkan biarlah Allah sendiri yang menyentuh dan memanggilnya untuk jadi apa masa depan anak-anak. Agar anak-anak bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada mereka, hendaknya masa balita anak-anak sungguh memperoleh kasih dan perhatian orangtua yang memadai. Hendaknya tidak dengan mudah menyerahkan anak-anak balita kepada para pembantu atau kakek-neneknya, karena ada kecenderungan untuk dimanja dan dengan demikian anak-anak tidak akan tumbuh berkembang sebagaimana dikehendaki oleh Allah.

· “TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran” (Kej 15:5-6). Abram/Abraham adalah teladan umat beriman, maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan segenap umat beriman untuk meneladan bapa Abraham, yaitu percaya kepada firmanNya. Percaya atau beriman kepada firmanNya berarti senantiasa menghayati firman-firmanNya dalam hidup sehari-hari alias membaktikan diri sepenuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi. Dengan kata lain hendaknya kita tidak begitu percaya diri alias sombong, melainkan rendah hati. “Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya”. (Prof Dr Edi Sedyawati/ edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Tak jemu-jemunya saya mengutip makna rendah hati, karena rendah hati merupakan keutamaan yang utama dan pertama harus kita hayati dan sebarluaskan. Para orangtua hendaknya menjadi teladan rendah hati bagi anak-anaknya serta mendidik dan membesarkan anak-anak untuk hidup dan bertindak rendah hati. Kita juga dapat meneladan Yosef dan Maria yang rendah hati dalam mendampingi kanak-kanak Yesus. Ingatlah dan sadari bahwa anda yang berkeluarga dan dianugerahi anak-anak akan memiliki keturunan yang banyak, yang sulit anda bayangkan, maka semoga keturunan anda kelak juga hidup dan bertindak dengan rendah hati, karena mengenangkan anda yang rendah hati. Biarlah anda nanti dikenang oleh keturunan anda, sebagaimana orang mengenang bapa Abraham maupun Yosef dan Maria. Secara khusus kepada mereka yang mengenakan nama Yosef atau Maria untuk meneladan Keluarga Kudus.

”Serukanlah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa! Bernyanyilah bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib! Bermegahlah di dalam nama-Nya yang kudus, biarlah bersukahati orang-orang yang mencari TUHAN! Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu! Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya, mujizat-mujizat-Nya dan penghukuman-penghukuman yang diucapkan-Nya, hai anak cucu Abraham, hamba-Nya, hai anak-anak Yakub, orang-orang pilihan-Nya!” (Mzm 105:1b-6)

Jumat, 30 Desember 2011.


Romo Ignatius Sumarya, SJ