"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.” (Kid 2:8-14; Mzm 33:2-3.11-12.20-21; Luk 1:39-45)

“ Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana." (Luk 1:39-45), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Pada hari ini kepada kita ditampilkan atau dikisahkan dua perempuan yang penuh Roh Kudus serta memperoleh kasih karunia Allah saling bertemu dan menyapa: Maria mengunjungi Elisabeth, yang muda mendatangi yang lebih tua. Pertama-tama bertemu memberi salam, dan kiranya kebiasaan memberi salam ini juga sering kita lakukan setiap hari setiap kali kita bertemu dengan orang lain, entah secara langsung atau tidak langsung, misalnya dengan tilpon atau HP atau surat. Salam berarti selamat, maka saling memberi salam berarti saling menyelamatkan dan membahagiakan serta saling memuji. Elisabeth ketika mendengar salam dari Maria melonjaklah anak yang ada di rahimnya, sehingga ia berkata kepada Maria “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu…Dan berbahagilah ia, yang percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana”. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan anda sekalian untuk mawas diri: apakah setiap kali kita memberi salam kepada saudara-saudari kita, apakah hal itu kita lakukan sekedar basa-basi atau formalitas belaka atau sungguh keluar dari lubuk hati kita yang terdalam, sebagai ucapan syukur dan terima kasih atas kasih karunia Allah yang telah kita terima secara melimpah ruah? Lebih-lebih dan terutama kepada rekan-rekan kaum perempuan kami ajak untuk saling menyapa “Diberkatilah buah rahimmu”, yang berarti senantiasa menghayati kelahiran anak sebagai berkat atau kasih karunia Allah, dan kemudian membesarkan dan mendidik anak dalam kasih karunia Allah juga atau dengan penuh kerahiman

· “Dengarlah! Kekasihku! Lihatlah, ia datang, melompat-lompat di atas gunung-gunung, meloncat-loncat di atas bukit-bukit.Kekasihku serupa kijang, atau anak rusa. Lihatlah, ia berdiri di balik dinding kita, sambil menengok-nengok melalui tingkap-tingkap dan melihat dari kisi-kisi. Kekasihku mulai berbicara kepadaku: "Bangunlah manisku, jelitaku, marilah! Karena lihatlah, musim dingin telah lewat, hujan telah berhenti dan sudah lalu. Di ladang telah nampak bunga-bunga, tibalah musim memangkas; bunyi tekukur terdengar di tanah kita. Pohon ara mulai berbuah, dan bunga pohon anggur semerbak baunya. Bangunlah, manisku, jelitaku, marilah! Merpatiku di celah-celah batu, di persembunyian lereng-lereng gunung, perlihatkanlah wajahmu, perdengarkanlah suaramu! Sebab merdu suaramu dan elok wajahmu” (Kid 2:8-14). Kutipan dari Kidung Agung di atas ini kiranya baik menjadi bahan permenungan bagi siapapun yang hidup saling mengasihi, lebih-lebih dan terutama bagi para suami dan isteri yang telah berjanji untuk saling mengasihi satu sama lain baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati. “Manisku, jelitaku”, kata-kata ini selayaknya dikatakan oleh suami kepada isterinya dan sebaliknya. Hendaknya dalam situasi atau kondisi apapun, baik suami maupun isteri, saling menyikapi dan menghayati pasangan hidupnya sebagai yang manis dan jelita, dan dengan demikian pasangan hidupnya senantiasa menarik, menawan, memikat dan mempesona. Tentu saja sikap dan penghayatan macam itu hendaknya juga menjadi milik semua umat beriman: saling memuji, menghormati, mengabdi dan memuliakan, sebagaimana manusia diciptakan untuk memuji, menghormati, mengabdi dan memuliakan Tuhan Allah yang telah menciptakannya. Tentu saja hal itu juga mengandaikan kita semua senantiasa dalam keadaan manis, tidak hanya secara phisik tetapi juga secara spiritual, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita sungguh menarik, mempesona, memikat dan menawan bagi siapapun yang melihat kita atau hidup dan bekerja bersama daengan kita.

“Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai! Jiwa kita menanti-nantikan TUHAN. Dialah penolong kita dan perisai kita! Ya, karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada nama-Nya yang kudus kita percaya” (Mzm 33:2-3.20-21)

Rabu, 21 Desember 2011


Romo Ignatius Sumarya, SJ