“Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau” (Yes 54:1-10; Mzm 30:2,4-6,11-12a,13b; Luk 7:24-30)

“Setelah suruhan Yohanes itu pergi, mulailah Yesus berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes: "Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun? Melihat buluh yang digoyangkan angin kian ke mari? Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian halus? Orang yang berpakaian indah dan yang hidup mewah, tempatnya di istana raja. Jadi untuk apakah kamu pergi? Melihat nabi? Benar, dan Aku berkata kepadamu, bahkan lebih dari pada nabi. Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu. Aku berkata kepadamu: Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorang pun yang lebih besar dari pada Yohanes, namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar dari padanya." Seluruh orang banyak yang mendengar perkataan-Nya, termasuk para pemungut cukai, mengakui kebenaran Allah, karena mereka telah memberi diri dibaptis oleh Yohanes. Tetapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menolak maksud Allah terhadap diri mereka, karena mereka tidak mau dibaptis oleh Yohanes.” (Luk 7:24-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Tugas menjadi utusan atau bentara Penyelamat Dunia memang harus siap diterima atau ditolak: orang-orang yang sungguh mendambakan Penyelamat Dunia pada umumnya dengan rendah hati akan me- nerimanya, sedangkan orang-orang yang mapan akan menolaknya, sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Selama masa adven ini kita diajak untuk mawas diri sejauh mana kita mendambakan kedatangan Penyelamat Dunia atau mempersiapkan diri serta saudara-saudari kita untuk menyambut kedatangan Penyelamat Dunia. Pertama-tama marilah kita sadari dan hayati bahwa sebagian besar dari kita telah menerima pewartaan utusan-utusan Allah, yang telah mengajar dan memberitahukan kepada kita perihal Penyelamat Dunia dan dengan rendah hati kita juga bersedia untuk dibaptis.
Selanjutnya marilah kita hayati rahmat pembaptisan itu dengan menghayati diri sebagai utusan-utusan untuk mempersiapkan jalan bagi orang lain atau saudara-saudari kita menuju ke perjumpaan dengan Penyelamat Dunia alias juga dalam kesiap-sediaan untuk dibaptis atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, semakin beriman, semakin hidup suci, semakin berbudi pekerti luhur dst… Salah satu cirikhas hidup orang yang mempersiapkan jalan adalah bermatiraga atau berlaku tapa, sebagaimana dilakukan oleh Yohanes dengan mengasingikan diri di padang gurun sebelum melakukan tugas pengutusan dengan membaptis mereka yang percaya kepada pemberitaannya. Matiraga atau laku tapa antara lain berarti mengendalikan gerak raga atau anggota tubuh sedemikian rupa sehingga hanya bergerak untuk melaksanakan kehendak Tuhan alias berbuat baik atau berbudi pekerti luhur. Hidup baik atau berbudi pekerti luhur juga merupakan jalan bagi orang lain untuk menelusuri hidup beriman dan bermoral sebagaimana dikehendaki Tuhan.

· “Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, janganlah menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu! Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri, keturunanmu akan memperoleh tempat bangsa-bangsa, dan akan mendiami kota-kota yang sunyi.Janganlah takut, sebab engkau tidak akan mendapat malu, dan janganlah merasa malu, sebab engkau tidak akan tersipu-sipu. Sebab engkau akan melupakan malu keremajaanmu, dan tidak akan mengingat lagi aib kejandaanmu. Sebab yang menjadi suamimu ialah Dia yang menjadikan engkau, TUHAN semesta alam nama-Nya; yang menjadi Penebusmu ialah Yang Mahakudus” (Yes 54: 2-5). Secara symbolis Yesaya mengajak kita untuk membuka diri sepenuhnya terhadap kedatangan Penyelamat Dunia. Ia menggambarkan keterbukaan itu dengan seorang isteri yang menanggapi cintakasih suaminya antara lain dengan telanjang di hadapan sang suami, siap sedia menerima wujud kasih suaminya yang akan (maaf sedikit porno) memasukkan penisnya ke dalam vaginanya. Di hadapan Tuhan memang kita tak mungkin menyembunyikan diri sedikitpun, karena Tuhan Maha Tahu, maka marilah kita hidup dan bertindak dengan terbuka atau transparan satu sama lain, lebih-lebih dalam komunitas basis seperti keluarga. Dengan kata lain kami berharap semangat terbuka satu sama lain hendaknya sungguh terjadi di dalam keluarga dengan contoh konkret dari para orangtua. Ingat dan hayati bahwa anda sebagai orangtua atau bapak-ibu pernah melakukan terbuka satu sama lain apa adanya ketika sedang memadu kasih, yang antara lain ditandai dengan hubungan seksual. Hendaknya pengaaman ini juga dikembangkan dalam bidang kehidupan bersama yang lain dalam hidup sehari-hari. Marilah kita sadari dan hayati bahwa suami atau isteri kita adalah “Tuhan” yang telah mengasihi kita semua tanpa batas.

“Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi.” (Mzm 67:2-3.5)

Kamis, 15 Desember 2011


Romo Ignatius Sumarya, SJ