“Setiap orang yang mempunyai kepadanya akan diberi” (2Mak 7:26-31; Mzm 17:1.5-6.8b.15; Luk 19:11-28)

“Orang yang pertama datang dan berkata: Tuan, mina tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh mina. Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik; engkau telah setia dalam perkara kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota. Datanglah yang kedua dan berkata: Tuan, mina tuan telah menghasilkan lima mina. Katanya kepada orang itu: Dan engkau, kuasailah lima kota. Dan hamba yang ketiga datang dan berkata: Tuan, inilah mina tuan, aku telah menyimpannya dalam sapu tangan. Sebab aku takut akan tuan, karena tuan adalah manusia yang keras; tuan mengambil apa yang tidak pernah tuan taruh dan tuan menuai apa yang tidak tuan tabur. Katanya kepada orang itu: Hai hamba yang jahat, aku akan menghakimi engkau menurut perkataanmu sendiri. Engkau sudah tahu bahwa aku adalah orang yang keras, yang mengambil apa yang tidak pernah aku taruh dan menuai apa yang tidak aku tabur. Jika demikian, mengapa uangku itu tidak kauberikan kepada orang yang menjalankan uang? Maka sekembaliku aku dapat mengambilnya serta dengan bunganya. Lalu katanya kepada orang-orang yang berdiri di situ: Ambillah mina yang satu itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh mina itu. Kata mereka kepadanya: Tuan, ia sudah mempunyai sepuluh mina. Jawabnya: Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ada padanya. Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku." Dan setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem.” (Luk 19:15-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Semakin orang memiliki banyak pekerjaan/fungsi/jabatan pada umumnya juga akan semakin bekerja keras: efisien, efektif dan afektif dalam menggunakan waktu dan tenaga, sehingga menghasilkan ‘buah pekerjaan maupun keterampilan’ yang memperkaya dirinya maupun orang lain. Sebaliknya orang yang hanya memiliki satu pekerjan/fungsi/jabatan sering dengan seenaknya melaksanakan tugasnya atau fungsi/jabatannya. Pada hari-hari terakhir dalam kalendarium/tahun Liturgi ini kita diajak uutuk mawas diri: sejauh mana kita telah menumbuh-kembangkan iman, keterampilan, bakat atau aneka macam anugerah Tuhan dalam rangka “meneruskan perjalanan ke Yerusalem”, artinya menuju akhir hidup kita, sewaktu-waktu kita dipanggil Tuhan. Dengan kata lain: apakah kita semakin suci, semakin baik dan berbudi pekerti luhur, semakin berbakti kepada Tuhan dengan rendah hati, sebagaimana pepatah mengatakan ‘tua-tua keladi/bulir padi semakin berisi akan semakin menunduk’. Kami percaya bahwa umur kita bertambah, kesejahteraan hidup secara ekonomis juga bertambah, namun apakah juga semakin beriman, suci, rendah hati, baik dan berbudi pekerti luhur kiranya boleh dipertanyakan. Kita semua diharapkan menjadi ‘hamba-hamba yang baik’, yang senantiasa berbuat baik kepada siapa pun dan di mana pun.

· “Aku mendesak, ya anakku, tengadahlah ke langit dan ke bumi dan kepada segala sesuatunya yang kelihatan di dalamnya. Ketahuilah bahwa Allah tidak menjadikan kesemuanya itu dari barang yang sudah ada. Demikianpun bangsa manusia dijadikan juga. Jangan takut kepada algojo itu. Sebaliknya, hendaklah menyatakan diri sepantas kakak-kakakmu dan terimalah maut itu, supaya aku mendapat kembali engkau serta kakak-kakakmu di masa belas kasihan kelak.” (2Mak 7:28-29), demikian kata seorang ibu kepada anaknya yang akan menerima hukuman mati karena kesetiaan imannya. Kata-kata di atas ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita sebagai umat beriman atau beragama ketika karena kesetiaan dalam penghayatan iman harus menghadapi aneka macam ancaman, masalah maupun hambatan. Ingatlah dan hayatilah bahwa kita pernah tidak ada sama sekali dan keberadaan kita sampai saat ini merupakan anugerah atau karya Tuhan. Maka segala sesuatu yang ada di dunia ini, termasuk tubuh kita, sungguh bersifat sementara, hidup kita hanya sementara, sebagaimana dikatakan dalam pepatah Jawa bahwa ‘urip iku koyo wong mampir ngombe”. Memang karena hanya sementara ada dua kemungkinan orang menyikapinya, yaitu hidup seenaknya menuruk keinginan pribadi dan berpesta pora atau bekerja keras tanpa kenal lelah seraya membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah. Tentu saja sebagai umat beriman atau beragama kita diharapkan memilih yang kemudian itu, yaitu bekerja keras tanpa kenal lelah seraya membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah. Maka marilah kita mawas diri apakah kita semakin membaktikan sepenuhnya kepada Allah dengan mengerahkan waktu dan tenaga kita sepenuhnya pada penghayatan panggilan, pelaksanaan tugas pengutusan atau kewajiban, apakah kita semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia dimana pun dan kapan pun.

“Langkahku tetap mengikuti jejak-Mu, kakiku tidak goyang. Aku berseru kepada-Mu, karena Engkau menjawab aku, ya Allah; sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, dengarkanlah perkataanku.”

(Mzm 17:5-6)

Rabu, 16 November 2011

Romo Ignatius Sumarya, SJ