“Ia akan menghasilkan banyak buah” (Sir 51:1-8; Mzm 118:1.8-9; Yoh 12:24-26)

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.” (Yoh 12:24-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta Beato Dionisius dan Redemptus, biarawan dan martir Indonesia, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Menjadi biarawan berarti membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan melalui pelayanan kepada sesamanya yang disertai dengan doa-doa. Sedangkan martir kiranya sebagaimana disabdakan oleh Yesus, yaitu orang yang “tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal”. Sebagai orang beriman atau beragama kita memiliki dimensi kemartiran yang harus kita hayati dan sebarluaskan, maka marilah kita mawas diri apakah dalam hidup sehari-hari kita setia menghayati kemartiran kita. Nyawa adalah gairah, cita-cita, harapan atau dambaan, dan sebagai orang yang dipanggil untuk menghayati kemartiran kita diharapkan tidak mencintai atau hidup dan bertindak hanya mengikuti gairah, cita-cita, harapan dan dambaan pribadi, melainkan terutama dan pertama-tama adalah mengikuti kehendak dan perintah Tuhan. Kita dapat belajar dari atau meneladan Yesus yang telah menyerahkan nyawa-Nya sampai wafat di kayu salib demi keselamatan atau kebahagiaan seluruh umat manusia di dunia, terutama keselamatan dan kebahagiaan jiwa manusia. Mengikuti kehendak dan perintah Tuhan antara lain dapat kita wujudkan dengan mengikuti dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Kami berharap kesetiaan dan ketaatan untuk melaksanakan tata tertib ini dibiasakan dan dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga kita masing-masing, dengan teladan konkret dari orangtua atau bapak-ibu. Kesetiaan dan ketaatan melaksanakan tata tertib hemat saya merupakan salah satu bentuk penghayatan kemartiran masa kini yang mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan.

· “Dari segala pihak aku dikelilingi orang dan tidak ada penolong, aku memandang keliling mencari bantuan dari manusia, tapi tidak ada. Maka teringatlah aku akan belas kasihan-Mu, ya Tuhan, dan akan pekerjaan-Mu dari dahulu kala, bahwasanya Engkau melepaskan orang yang berharap kepada-Mu serta menyelamatkan mereka dari tangan para musuhnya” (Sir 51:7-8). Kutipan ini kiranya baik kita renungkan atau refleksikan dalam rangka mawas diri perihal kemartiran kita. Setia dan taat pada iman dalam segala situasi atau keadaan memang dengan mudah akan dimusuhi atau dibenci oleh orang lain, apalagi di Indonesia ini yang masih sarat dengan tindak korupsi dan penyelewengan yang dilakukan oleh orang-orang yang berpengaruh dalam kehidupan bersama. Menghayati kemartiran memang berarti senantiasa mengandalkan diri pada belas kasihan atau rahmat Tuhan. Mereka yang membenci atau memusuhi orang yang setia dan taat pada imannya adalah orang yang mengandalkan diri pada setan atau roh jahat, maka jika kita mengandalkan diri para rahmat Tuhan, yang berarti bersama dan bersatu dengan Tuhan, dengan demikian kita akan mampu menghadapi orang-orang yang membenci dan memusuhi kita. Tuhan pasti akan melepaskan orang dari kebencian dan permusuhan, jika yang bersangkutan sungguh bearharap atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Hadapi aneka kebencian dan permusuhan dengan cintakasih, karena cintakasih mengatasi segalanya. Sejelek-jelek orang yang membenci dan memusuhi kiranya yang bersangkutan masih memiliki cintakasih, maka jika dihadapi dan disikapi dengan cintakasih, mereka pasti akan bertobat alias tidak akan membenci dan memusuhi lagi. Ingatlah bahwa cintakasih pasti menang atas kebencian dan balas dendam. Binatang-binatang buas yang kelihatan menakutkan dan mengancam pun ketika didekati dan disikapi dalam dan dengan cinta kasih dapat menjadi sahabat, apalagi manusia, ciptaan terluhur dan termulia di dunia ini.

“Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya. Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada manusia. Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada para bangsawan.” (Mzm 118:1.8-9)

Rabu, 1 Desember 2011


Romo Ignatius Sumarya, SJ