HOMILI: Hari Minggu Biasa XXXII (Keb 6:13-17; Mzm 63:2-8; 1Tes 4:13-14; Mat 25:1-13)

“Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki”

Persiapan merupakan salah satu usaha atau kegiatan yang penting dalam mengerjakan segala sesuatu, misalnya persiapan ujian atau ulangan umum, persiapan saling menerimakan Sakramen Perkawinan, persiapan pesta, persiapan menerima tahbisan imamat atau kaul kekal hidup membiara, persiapan melahirkan anak dst.. Persiapan yang baik serta memadai merupakan awal kesuksesan atau keberhasilan, sebaliknya orang yang tidak mempersiapkan dengan baik dan memadai pasti akan mengalami kegagalan. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk mawas diri perihal persiapan, maka baiklah kita renungkan sabda Yesus hari ini, dan saya akan mencoba secara sederhana membahas aneka persiapan.

Hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana.” (Mat 25:1-2)

Sebagai umat beriman atau beragama kita semua dipanggil untuk menjadi bijaksana seperti lima gadis bijaksana yang senantiasa siap sedia menyongsong kedatangan sang penganten.”Bijaksana adalah sikap dan perilaku yang dalam segala tindakannya selalu menggunakan akal budi, penuh pertimbangan dan rasa tanggungjawab. Ini diwujudkan dalam perilaku yang cakap bertindak dan kehati-hatian dalam menghadapi berbagai keadaan yang sulit. Keputusan yang diambil berdasarkan pemikiran dan renungan yang mendalam sehingga tidak merugikan siapa pun dan dapat diterima oleh semua pihak” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 14-15).

“Pemikiran dan renungan yang mendalam” itulah kiranya merupakan bentuk persiapan yang baik dalam melaksanakan segala sesuatu atau tugas pengutusan atau pekerjaan, yang berarti kita kerahkan pikiran atau otak dan hati kita untuk memperdalam dan memahami aneka macam masalah sebelum melaksanakan segala sesuatu. Maka baiklah secara terinci dan terbatas saya angkat berbagai persiapan sebagai berikut:

1) Pelajar dan mahasiswa. Selama didalam pembelajaran anda harus menghadapi ulangan dan ujian, ujian sebenarnya juga merupakan ulangan. Dengan kata lain ulangan atau ujian merupakan tindakan mengulangi atau mengenangkan kembali apa-apa yang telah diajarkan. Maka persiapan untuk menghadapi ulangan atau ujian yang terbaik adalah selama pembelajaran di kelas, ketika diajar oleh guru atau dosen hendaknya sungguh mendengarkan. Ketika anda dapat mendengarkan dengan baik dan memadai apa yang diajarkan oleh guru atau dosen, maka apa yang disebut dengan ulangan atau ujian merupakan hal yang mudah, dan anda pasti sukses atau berhasil dalam ulangan atau ujian. Kerahkan otak dan hati anda untuk mendengarkan apa yang sedang diajarkan.

2) Mereka yang akan menikah. Tahap-tahap menuju ke pernikahan adalah perkenalan, pacaran dan tunangan, yang sebenarnya semuanya itu adalah masa perkenalan. Memang ada perbedaan sedikit, yaitu kenalan mungkin baru anda berdua yang tahu, sedangkan pacaran pada umumnya sudah diketahui oleh orangtua dan sahabat atau kenalan, sedangkan tunangan berarti sudah direstui secara resmi dalam ikatan yang masih dapat diputuskan. Jika anda berdua mendambakan untuk sukses dan berbagai sebagai suami-isteri sampai mata hendaknya jangan mensia-siakan masa perkenalan tersebut; hendaknya dijauhkan aneka bentuk sandiwara atau kepalsuan atau kebohongan. Mungkin saat masa pacaran masih saling bersandiwara, namun hendaknya hal itu segera diselesaikan selama masa tunangan. Saling terbuka dengan jujur dan iklas dari anda berdua sebelum menjadi suami-isteri merupakan langkah awal yang meyakinkan untuk menelusuri hidup bersama sebagai suami-isteri sampai mati.

3) Mereka yang akan ditahbiskan imam atau kaul kekal. Ditahbiskan menjadi imam dan berkaul kekal dalam hidup membiara berarti hidup tidak menikah, dan diharapkan juga tidak medambakan aneka bentuk kenikmatan sebagaimana didambakan oleh suami-isteri, entah secara psikologis maupun phisik. Selama persiapan kiranya anda semua diajak untuk belajar, entah yang bersifat ilmiah, secular atau profan, spiritual atau rohani beserta aneka pelatihan praktis yang terkait dengan spiritualiatas atau charisma lembaga hidup bakti maupun imamat. Kami harapkan apa yang dipelajari juga dicecap dalam-dalam di hati sanubari sehingga merasuki atau menjiwai cara hidup dan cara bertindak dan kelak ketika telah ditahbiskan menjadi imam atau kaul kekal dapat setia menghayati panggilannya sampai mati.

Akhirnya kami mengingatkan kita semua bahwa hidup kita di dunia ini hemat saya juga merupakan persiapan, yaitu persiapan untuk mati atau dipanggil Tuhan alias pindah ke hidup mulia selamanya bersama Allah di sorga. Maka marilah kita senantiasa hidup baik dan berbudi pekerti luhur, agar ketika dipanggil Tuhan nanti kita langsung hidup mulia selamanya di sorga.

Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.” (1Tes 4:13-14)

Sapaan atau peringatan Paulus kepada umat di Tesalonika di atas ini kiranya baik kita renungkan atau refleksikan bersama. Kita diajak untuk mengenangkan orangtua, kakak-adik, saudara atau sahabat atau kenalan yang telah dipanggil Tuhan atau meninggal dunia, mendahului perjalanan menuju hidup abadi, mulia selamanya di sorga. Marilah kita imani bahwa mereka yang telah dipanggil Tuhan telah menikmati hidup mulia selamanya di sorga karena kemurahan hati dan belaskasih Tuhan yang tak terbatas.

Mengimani mereka yang telah dipanggil Tuhan telah hidup mulia selamanya di sorga berarti kita diajak untuk mengingat-ingat atau mengenangkan aneka anugerah Tuhan yang telah diterima oleh mereka yang telah meninggal dunia selama masih hidup di dunia, yaitu aneka sifat budi pekerti luhur yang telah dihayatinya. Dengan kata lain marilah kita meneladan cara hidup dan cara bertindaknya yang baik dan bermoral atau kita laksanakan pesan-pesannya yang baik sebelum meninggal dunia. Dalam iman kita hayati bahwa kita tidak pernah terpisahkan dengan mereka yang telah hidup mulia kembali di sorga jika kita senantiasa hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan dalam situasi dan kondisi apa pun, kapan pun dan dimanapun. Maka marilah kita renungkan kutipan di bawah ini

Barangsiapa pagi-pagi bangun demi kebijaksanaan tak perlu bersusah payah, sebab ditemukannya duduk di dekat pintu. Merenungkannya merupakan pengertian sempurna, dan siapa yang berjaga karena kebijaksanaan segera akan bebas dari kesusahan” (Keb 6:14-15). Begitu bangun pagi kita diharapkan langsung merenungkan kebijaksanaan, maka baiklah apa yang saya kutipkan di atas perihal arti ‘bijaksana’ kiranya dapat menjadi bahan permenungan. Mungkin baik jika kutipan di atas dihafalkan atau ditulis besar-besar di dekat tempat tidur, sehingga ketika terbangun langsung dapat membaca dan merenungkannya. Misalnya perihal ‘tanggungjawab’ semoga sepanjang hari yang akan kita lalui kita sungguh berani bertanggungjawab atas apa yang kita katakan atau lakukan serta tidak dengan mudah melempar tanggungjawab kepada orang lain.

Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair. Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu. Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau. Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu. Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang bersorak-sorai mulutku memuji-muji.” (Mzm 63:2-6)

Minggu, 6 November 2011


Romo Ignatius Sumarya, SJ