“Engkau tidak mengetahui saat bilamana Allah melawat engkau” (1Mak 2:15-29; Mzm 50:1-2.5-6.14-15; Luk 19:41-44)

“Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, kata-Nya: "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau." (Luk 19:41-44), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St. Elisabeth dari Hungaria, biarawati, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Elisabeth yang kita kenangkan hari ini adalah seorang puteri raja yang telah bersuami dan dianugerahi 3 (tiga) anak. Namun ketika suaminya meninggal dan karena panggilan Tuhan ia menitipkan ketiga anaknya yang dapat dipercaya serta kemudian menanggalkan atribut keningratan untuk menjadi biarawati Ordo Ketiga Fransiskan serta mengabdikan diri sepenuhnya kepada orang-orang miskin dan yang menderita sakit. Ia menemukan damai sejahtera sebagai biarawati yang membaktikan diri sepenuhnya kepada yang miskin dan menderita. Kita semua kiranya mendambakan hidup damai sejahtera secara lahir dan batin, sehingga ketika pada suatu saat Allah memanggil kita untuk meninggalkan dunia ini kita sungguh siap sedia dan rela dengan sepenuh hati. Kita semua tidak tahu kapan Allah memanggil kita atau kita meninggal dunia, kapan saja dan dimana saja dapat terjadi. “Engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau”, demikian sabda Yesus. Karena kita tidak mengetahui pelawatan atau panggilan-Nya secara khusus, yaitu kematian kita, maka marilah kita senantiasa siap sedia. Dengan kata lain marilah kita dimana pun dan kapan pun senantiasa hidup bersama dan bersatu dengan Allah alias senantiasa melaksanakan kehendak dan perintah Allah dalam keadaan apa pun, dimana pun dan kapan pun. Dengan terbiasa hidup bersama dan bersatu dengan Allah alias senantiasa hidup baik dan berbudi pekerti luhur berarti kita senantiasa siap sedia menerima pelawatan atau panggilan Allah.

· “Semoga Tuhan mencegah bahwa kami meninggalkan hukum Taurat serta peraturan-peraturan Tuhan. Titah raja itu tidak dapat kami taati dan kami tidak dapat menyimpang dari ibadah kami baik ke kanan maupun ke kiri!" (1Mak 2:21-22), demikian kata Matatias. Apa yang dikatakan oleh Matatias ini hendaknya menjadi acuan, pedoman atau pegangan hidup kita sebagai umat beriman atau beragama. Marilah kita karena pendampingan dan rahmat Tuhan tidak pernah ‘meninggalkan peraturan-peraturan …dan tidak menyimpang dari ibadah kami baik ke kanan maupun ke kiri’. Hendaknya kita senantiasa beribadah kepada Tuhan kapan pun dan dimana pun, maka marilah kita hayati hidup, tugas dan pekerjaan kita sebagai ibadah kepada Tuhan. Dengan kata lain marilah rekan hidup maupun rekan kerja kita hayati sebagai rekan beribadah, sikap terhadap aneka sarana-prasarana hidup dan kerja bagaikan menyikapi sarana-prasarana ibadah, suasana hidup bersama maupun kerja bersama bagaikan sedang beribadah. Penghayatan hidup maupun pelaksanaan tugas pekerjaan atau kewajiban hendaknya semakin mendorong kita untuk semakin beribadah atau berbakti sepenuhnya kepada Tuhan, sebagaimana dihayati oleh Matatias. "Siapa saja yang rindu memegang hukum Taurat dan berpaut pada perjanjian hendaeknya ia mengikuti aku!", demikian kata Matatias selanjutnya. Kami berharap kepada kita semua umat beriman dan beragama untuk tidak takut menawari dan meugajak orang lain untuk bertobat, meninggalkan cara hidup dan cara bertindak yang tidak baik atau tidak bermoral. Ajakan dapat berbentuk vocal tetapi juga dapat berbentuk tindakan alias teladan atau kesaksian. Hemat saya ajakan yang baik adalah teladan atau kesaksian, maka marilah saling membantu dan bhekerjasama sebagai umat beriman atau beragama agar kita semua dapat menjadi teladan atau saksi pelaksana-pelaksana peraturan atau kehendak Tuhan. Ketteladanan atau kesahksian merupakan cara utama dan pertama dalam melaksanakan tugas pewartaan kabar baik.

“Yang Mahakuasa, TUHAN Allah, berfirman dan memanggil bumi, dari terbitnya matahari sampai kepada terbenamnya. Dari Sion, puncak keindahan, Allah tampil bersinar."Bawalah kemari orang-orang yang Kukasihi, yang mengikat perjanjian dengan Aku berdasarkan korban sembelihan!" Langit memberitakan keadilan-Nya, sebab Allah sendirilah Hakim” (Mzm 50:1-2.5-6)

Kamis, 17 November 2011


Romo Ignatius Sumarya, SJ