“Siapakah sesamaku manusia?" (Yun 1:1-17;2:10; MT Yun 2:2-5; Luk 10:25-37)


“ Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?" Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!” (Luk 10:25-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

• Ikatan darah atau suku pada umumnya sangat mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak kebanyakan orang, dengan kata lain penghayatan iman atau ajaran agama memang berat dan sulit karena sarat dengan tantangan, masalah dan hambatan, maka orang cenderung hidup dan bertindak sesuai dengan kebiasaan yang telah diterimanya sejak dilahirkan. Sabda hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua untuk hidup dan bertindak sesuai dengan tiga keutamaan yaitu “iman, harapandan cintakasih”, dan dari ketiga keutamaan tersebut yang terbesar adalah cintakasih. Cintakasih itu bebas, tak terbatas, sedangkan kebebasan dibatasi oleh cintakasih. Cintakasih dan kebebasan bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan. Karena cintakasih tak terbatas, maka panggilan kita untuk hidup saling mencintai juga tak dapat dibatasi oleh suku, ras maupun agama.

Cinta kasih mengatasi ikatan suku, ras maupun agama. Marilah kita wujudkan cintakasih kepada sesama kita tanpa pandang bulu, terutama mereka yang sungguh membutuhkan pertolongan, entah karena kecelakaan, menjadi korban bencana alam, miskin, kekurangan dst.. Kita dipanggil untuk mencintai secara total atau sungguh-sungguh, dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan. Sekali lagi kami angkat pengalaman anda sebagai suami-isteri: bukankah anda memiliki pengalaman mencintai yang demikian itu, yang antara lain memuncak dalam hubungan seksual? Maka hendaknya pengalaman tersebut terus diperdalam dan disebarluaskan dalam hidup sehari-hari dimanapun dan rkapanpun.

• "Ya TUHAN, janganlah kiranya Engkau biarkan kami binasa karena nyawa orang ini dan janganlah Engkau tanggungkan kepada kami darah orang yang tidak bersalah, sebab Engkau, TUHAN, telah berbuat seperti yang Kaukehendaki” (Yun 1:14), demikian doa orang banyak sebagai tanggapan atas dosa seseorang yang cukup berpengaruh di dalam kehidupan bersama. Memang dalam kebersamaan ketika ada salah sesrorang berbuat jahat maka semuanya yang berada di dalam kebersamaan tersebut harus menanggung akibatnya. Hal yang demikian juga terjadi dalam tubuh kita yang terdiri dari sekian banyak anggota, ketika ada anggota menderita sakit maka seluruh tubuh ikut merasakannya serta menanggung akibatnya. Maka marilah kita saling mengingatkan dan membantu agar tak ada seorang pun dalam kebersamaan hidup kita berbuat jahat atau berdosa. Mereka yang hendak berbuat jahat atau berdosa hendaknya sesegera mungkin diingatkan dan dicegah dengan dan dalam cintakasih, jangan dimarahi atau dilecehkan. Sebaliknya jika kita tidak berani mengingatkan secara langsung, baiklah kita berdoa kepada Tuhan: mohon kasih pengampunan bagi mereka dan kebebasan sejati bagi kita, sehingga kita dapat hidup dan bertindak saling mencintai terus menerus.

Cintakasih juga dapat diwujudkan dalam doa, mendoakan mereka yang kita cintai. Maka meskipun kita secara territorial saling berjauhan, marilah kita saling mendoakan. “Jauh di mata dekat di hati”, demikian kata sebuah pepatah.

"Dalam kesusahanku aku berseru kepada TUHAN, dan Ia menjawab aku, dari tengah-tengah dunia orang mati aku berteriak, dan Kaudengarkan suaraku. Telah Kaulemparkan aku ke tempat yang dalam, ke pusat lautan, lalu aku terangkum oleh arus air; segala gelora dan gelombang-Mu melingkupi aku. Dan aku berkata: telah terusir aku dari hadapan mata-Mu. Mungkinkah aku memandang lagi bait-Mu yang kudus? Segala air telah mengepung aku, mengancam nyawaku; samudera raya merangkum aku; lumut lautan membelit kepalaku” (Yun 2:2-5)


Senin, 3 Oktober 2011

Romo Ign Sumarya, SJ