HOMILI: Pesta Salib Suci (Bil 21:4-9/Flp 2:6-11; Mzm 78:1-2.34-35.36-37.38; Yoh 3:13-17)

“Setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal”

“Tidak ada seorang pun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia. Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3:13-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrfleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta Salib Suci hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

• Tanda salib telah berkali-kali kita buat, dan kiranya tak seorangpun yang dapat menghitung telah berapa kali membuat tanda salib sambil berkata “Dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus” seraya menepuk dahi, dada dan bahu. Dahi menunjuk otak yang berfungsi untuk berpikir, dada menunjuk pada hati dan jantung sebagai sumber utama kehidupan, sedangkan bahu menunjuk pada kekuatan atau tenaga. Kita membuat tanda salib dalam rangka berdoa entah untuk mengawali dan mengakhiri pertemuan, pekerjaan, makan atau tidur dst.., yang berarti kita akan mengerjakan semuanya itu dalam nama Yesus, Yang Tersalib. Maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri sejauh mana cara hidup dan cara bertindak kita dijiwai oleh Yang Tersalib, sehingga semakin lama, semakin tambah usia dan pengalaman kita juga semakin suci. Suci berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui aneka macam kesibukan, pelayanan dan pekerjaan, sehingga semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia. Cara hidup dan cara bertindak orang suci senantiasa menarik, mempesona dan menawan bagi orang lain; siapapun yang melihat, bergaul dengan atau bersama dengan orang suci akan tergerak untuk berbakti kepada Tuhan sepenuhnya demi keselamatan jiwanya. Saya sendiri sangat terkesan dengan seorang sopir bis malam ketika mau menghidupkan mesin bus dan memberangkatkan lebih dahulu membuat tanda salib dan berdoa; kiranya sang sopir mohon keselamatan dalam perjalanan sehingga semua penumpang selamat sampai tujuan. Sedikit banyak kita bagaikan sopir yang sedang menjalankan bus ketika sedang belajar atau bekerja, maka baiklah kita tandai diri kita dengan tanda salib sebelum belajar atau bekerja agar sukses dan selamat dalam belajar dan bekerja.

• ‘Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Fil 2:5-8), demikian nasihat atua saran Paulus kepada umat di Filipi, kepada kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus, Yang Tersalib. Percaya kepada Yang tersalib memang harus hidup dan bertindak dengan rendah hati. “Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 24). Secara pasif (namun secara implisit juga aktif) rendah hati kiranya dapat diartikan sebagai sikap yang senantiasa siap sedia dan rela untuk di….(=dinasihati, dibimbing, dituntun, ditegor, dikasihi, diejek, dst..), namun demikian tak akan pernah mengeluh atau menggerutu sedikitpun. Dengan kata lain keutamaan rendah hati pada masa kini kiranya dapat kita hayati dengan tidak pernah mengeluh atau menggerutu meskipun harus melaksanakan tugas atau kewajiban berat yang sarat dengan tantangan, masalah maupun hambatan. Orang menyikapi dan menghadapi tantangan, masalah dan hambatan sebagai wahana pendewasaan atau penggemblengan diri menuju ke kedewasaan hidup yang cerdas beriman. Kami berharap kepada siapapun yang beriman kepada Yesus Yang Tersalib ketika merasa berat dan lelah dalam melaksanakan tugas atau kewajiban, maka pandanglah sejenak Dia yang tergantung di kayu salib untuk mohon kekuatan dan pendampingan dalam melaksanakan tugas atau kewajiban.

“Apabila Ia membunuh mereka, maka mereka mencari Dia, mereka berbalik dan mengingini Allah; mereka teringat bahwa Allah adalah gunung batu mereka, dan bahwa Allah Yang Mahatinggi adalah Penebus mereka. Tetapi mereka memperdaya Dia dengan mulut mereka, dan dengan lidahnya mereka membohongi Dia. Hati mereka tidak tetap pada Dia, dan mereka tidak setia pada perjanjian-Nya” ( Mzm 78:34-37)

Rabu, 14 September 2011

Romo Ignatius Sumarya, SJ