HOMILI: Hari Minggu Biasa XXV (Sabtu-Minggu, 17-18 September 2011)

Mg Biasa XXV: Yes 55:6-9; Mzm 145:2-3,8-9,17-18; Flp 1:20c-24.27a; Mat 20:1-16a

"Orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir."

Setiap tahun para uskup di Indonesia berkumpul di Kantor KWI-Jakarta untuk menyelenggara-kan sidang para uskup. Di balik penyelenggaraan sidang uskup tersebut, yang mungkin kurang diketahui oleh mayoritas umat Allah adalah masalah beaya, entah beaya selama berada di Jakarta maupun perjalanan ke Jakarta pp. Seluruh beaya sidang, akomdasi dan perjalanan ditanggung bersama pukul rata, jauh dekat membayar beaya yang sama, sebaliknya beaya perjalanan juga dikembalikan, maka mereka yang jauh menerima pengembalian beaya perjalanan lebih besar, sedangkan yang dekat tidak menerima kembali beaya perjalanan. Jauh-dekat menanggung beban beaya yang sama, itulah yang terjadi. Cara ini rasanya senada dengan isi perumpamaan sebagaimana dikisahkan dalam Warta Gembira hari ini, yaitu mereka yang bekerja sejak pagi sampai sore dan yang bekerja siang sampai sore menerima imbal jasa yang sama. Mereka yang bekerja sejak pagi bersungut-sungut karena menerima imbal jasa sama dengan yang bekerja kemudian, padahal mereka mendambakan imbal jasa lebih besar daripada yang kemudian. Menanggapi sungut-sungut tersebut pemberi kerja menjawab: "Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati? Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir." (Mat 20:15-16). Baiklah kita renungkan apa maksud jawaban tersebut! "Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir." (Mat 20:16) Yang dimaksudkan dengan 'yang terdahulu' di sini adalah tokoh-tokoh Yahudi yang sombong dan merasa diri sebagai orang-orang penting dalam masyarakat, sebaliknya 'yang terakhir' adalah rakyat kecil atau orang-orang miskin dan merasa diri sebagai yang tak berguna alias berdosa. Kesombongan dan kerendahan hati itulah dua sikap mental yang berlawanan, dan kita semua kiranya sebagai orang beriman dipanggil untuk bersikap mental rendah hati.

Beriman antara lain memang berarti menyadari dan menghayati diri sebagai pendosa yang dipanggil dan dikasihi oleh Tuhan serta diutus untuk menjadi saksi iman sesuai dengan kesempatan dan kemungkinan yang ada. Maka marilah, entah pekerjaan atau tugas apapun yang harus kita lakukan, kita menjadi saksi iman selama bekerja atau bertugas. Salah satu sikap mental yang menjiwai dalam bersaksi iman adalah keterbukaan, senantiasa membuka hati, jiwa, akal budi dan tubuh bagi aneka kemungkinan dan kesempatan. Orang yang bersikap mental demikian itu pasti akan semakin diperkaya dengan aneka nilai atau keutamaan hidup yang membahagiakan dan menyelamatkan, terutama kebahagiaan dan keselamatan jiwa.

Kita juga diingatkan dan diajak untuk bermurah hati serta tidak iri hati terhadap orang yang menerima kemurahan hati dari orang lain. Murah hati berarti hatinya dijual murah kepada siapapun, artinya memberi perhatian kepada siapapun tanpa pandang bulu. Kami berharap kepada para pemimpin, atasan dan petinggi alias mereka yang berpengaruh dalam kehidupan bersama dapat menjadi teladan dalam bermurah hati terhadap sesamanya. Tentu saja pertama-tama dan terutama hendaknya bermurah hati kepada para anggota, bawahan atau yang dipimpin, yang hidup atau bekerja sama sehari-hari. Hendaknya tidak hanya memperhatikan mereka yang nampak penting atau terkmuka saja, melainkan semuanya, terutama mereka yang sering kurang menerima perhatian. Kami berharap kepada kita semua untuk memperhatikan mereka yang miskin, kecil dan tersingkir, seperti para buruh dan pekerja harian yang sering kurang menentu masa depannnya. Marilah kita hayati salah satu motto hidup beriman yaitu "preferential option for/with the poor" (=keberpihakan pada/bersama yang miskin dan berkekurangan). Kepada para pemilik maupun pemimpin perusahaan kami harapkan menyadari dan menghayati bahwa keberhasilan usaha anda antara lain karena kerja keras dan keringat para buruh atau pekerja, maka hendaknya memberikan imbal jasa kepada mereka yang memadai, yang dapat mensejahterakan hidupnya maupun keluarganya. Ingat dan sadari bahwa jika anda tidak bermurah hati kepada para pekerja atau buruh dengan memberikan imbal jasa yang memadai, maka ada bahaya mereka akan bekerja seenaknya serta berbuat jahat atau korupsi, dan dengan demikian usaha anda akan mundur dan hancur berantakan. Selanjutnya marilah kita renungkan kesaksian iman Paulus kepada umat di Filipi di bawah ini.

"Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah" (Flp 1:21-22)

Hidup atau mati adalah milik Allah, maka hidup kita adalah anugerah Allah, dan sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus dipanggil untuk hidup dan bertindak sesuai dengan sabda Yesus atau meneladan cara hidup dan cara bertindakNya agar apapun yang kita lakukan atau kerjakan menghasilkan buah yang menyelamatkan dan membahagiakan, terutama keselamatan atau kebahagiaan jiwa, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa saudara-saudari kita. "Jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah", demikian kesaksian Paulus, yang hendaknya juga menjadi kesaksian kita semua. Buah kerja selain imbal jasa atau gaji guna memenuhi kebutuhan hidup pribadi maupun keluarga adalah kebahagiaan dan kenikmatan dalam bekerja karena telah melaksanakan perintah Allah, yaitu "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kej 1:28). Hendaknya bekerja apapun kita tidak malu atau merasa berat atau sebagai beban,

" Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN" (Yes 55:8). Karena hidup adalah anugerah Tuhan, maka pekerjaan apapun juga merupakan anugerah Tuhan. Agar buah kerja atau belajar kita sesuai dengan kehendak Tuhan, marilah baik bekerja atau belajar kita hayati sebagai ibadah kepada Tuhan, sehingga suasana bekerja atau belajar bagaikan suasana ibadah, rekan bekerja dan belajar bagaikan rekan beribadah, perlakuan dan perawatan sarana kerja atau belajar bagaikan memperkukan dan merawat sarana ibadah dst… Dengan kata lain marilah kita hayati ajakan nabi Yesaya "Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat" (Yes 55:6). Marilah kita jumpai Tuhan dalam segala sesuatu atau hayati kehadiran dan karya Tuhan dalam segala sesuatu. Tuhan hidup dan berkarya dimana saja dan kapan saja, dalam diri manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Buah karya Tuhan dalam diri manusia yang saling mengasihi antara laki-laki dan perempuan antara lain adalah seorang anak, yang tumbuh-berkembang dalam rahim perempuan serta kemudian dilahirkan dalam dan oleh kasih. Setiap dari kita adalah buah kasih atau yang terkasih, maka bertemu dengan orang lain berarti kasih bertemu dengan kasih. Barangsiapa hidup dan bertindak saling mengasihi berarti Tuhan hidup dan berkarya di dalamnya. Maka marilah kita cari dan imani Tuhan yang hidup dan berkarya dalam orang-orang yang saling mengasihi. Rancangan Tuhan bagi kita semua adalah agar kita hidup dan bertindak saling mengasihi satu sama lain, maka hendaknya tidak hidup dan bertindak hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi, melainkan hendaknya senantiasa sesuai dengan kehendak Tuhan.

"Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya. Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga. TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya." (Mzm 145:2-3.8-9)

Minggu, 18 September 2011

Romo Ignatius Sumarya, SJ