"Berbahagialah hai kamu yang miskin karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.” (Kol 3:1-11; Mzm 145:2-3.10-13ab; Luk 6:20-26)

“ Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi. Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu." (Luk 6:20-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

• Orang miskin pada umumnya tidak ada yang dapat diandalkan apa yang ada di dunia ini kecuali tubuhnya atau pribadinya sendiri; mereka yang miskin dan jujur juga terbuka terhadap aneka macam kemungkinan dan kesempatan serta terbuka terhadap aneka uluran atau ajakan orang lain untuk berbuat baik. Sementara itu orang kaya cenderung mengandalkan diri pada harta benda atau kekayaannya, was-was terhadap kekayaannya, apalagi ketika terjadi gejolak ekonomi yang tidak menentu. Sabda Yesus hari ini mengajak kita semua untuk menghayati semangat miskin, memang untuk itu kita tidak harus miskin. Bersemangat miskin berarti senantiasa membuka diri terhadap aneka sapaan dan sentuhan Tuhan melalui aneka ajakan, suka-duka saudara-saudarinya. Bersemangat miskin juga berarti bersikap mental belajar terus menerus serta menghayati diri sebagai pendosa yang dipanggil Tuhan untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatan-Nya: ia sungguh merasa ‘haus dan lapar’ akan sabda dan kasih Tuhan; ia juga rendah hati. Maka dengan ini kami mengajak kita semua umat beriman untuk membangun dan memperdalam semangat miskin dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimanapun dan kapanpun. Anak kecil pada umumnya juga bersemangat miskin, maka marilah kita bercermin pada atau belajar dari anak-anak kecil, dengan kata lain marilah ‘back to basic’, kembali menghayati semangat miskin ketika kita masih kanak-kanak. Secara khusus kami berharap kepada mereka yang kaya akan harta benda, uang, pengalaman maupun keterampilan untuk bersikap mental miskin atau rendah hati, menghayati aneka kekayaan yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah Tuhan, sehingga memfungsikannya sesuai dengan kehendak Tuhan, yaitu sebagai pertolongan untuk mengejar dan mengusahakan keselematan jiwa kita. Selanjutnya marilah kita renungkan atau refleksikan ajakan Paulus di bawah ini.

• “Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.” (Kol 3:2-3), demikian ajakan Paulus kepada umat di Kolose, kepada kita semua umat beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus. Memikirkan ‘perkara yang di atas’ antara lain berarti senantiasa mengusahakan keselamatan jiwa kita dan dengan demikian berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati atau melaksanakan aneka tata tertib sebagai bantuan untuk mengusahakan keselamatan jiwa atau hidup dijiwai oleh Roh Kudus, sehingga memiliki keutamaan-keutamaan seperti “ kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22-23). Memikirkan ‘perkara yang di atas’ juga berarti senantiasa melihat dan mengimani Tuhan yang hidup dan berkarya dalam semua ciptaan-Nya di bumi ini: manusia dengan semua buah karyanya, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Melihat dan mengimani Tuhan yang hidup dan berkarya dalam aneka buah karya manusia, antara lain menghargai dan menghormatinya sebagai kasih Tuhan, sehingga mengurus dan merawatnya sebaik mungkin; menggunakan buah karya manusia tidak untuk mencelakakan atau merugikan orang lain, lebih-lebih jiwanya. Memikirkan ‘perkara-perkara yang di atas’ juga identik dengan ‘mati dan hidup bersama Kristus’, meninggalkan aneka dosa dan kejahatan alias tidak melakukan dosa atau berbuat jahat serta senantiasa berusaha untuk berbuat baik kepada sesamanya dimanapun dan kapanpun. Sebagai orang yang telah dibaptis berarti menghayati janji baptis, yaitu hanya mau mengabdi Tuhan saja serta menolak semua godaan setan. Godaan setan dapat menggejala dalam aneka bentuk tawaran dan rayuan kenikmatan duniawi seperti “percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya” (Gal 5:19-21). Marilah kita bekerjasama dan saling membantu dalam melawan godaan-godaan setan, yang sungguh marak dalam kehidupan bersama kita di masa kini.

“Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu. Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan. TUHAN setia dalam segala perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya” (Mzm 145:10-13)

Rabu, 7 September 2011

Romo Ignatius Sumarya, SJ