"Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan." (Hag 2:1b-10; Mzm 43:1-4; Luk 9:19-22)


"Jawab mereka: "Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit." Yesus bertanya kepada mereka: "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Jawab Petrus: "Mesias dari Allah." Lalu Yesus melarang mereka dengan keras, supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapa pun. Dan Yesus berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." (Luk 9:19-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St. Padre Pio, imam, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Padre Pio menerima anugerah Tuhan berupa stigmata, yaitu luka-luka berdarah pada kaki, tangan dan lambungnya. Namun apa yang dialami tersebut mendapat tantangan dan ancaman dari saudara-saudarinya, para imam bahkan dari Vatikan. Ia dituduh kerasukan setan. Memang mujizat pada awalnya senantiasa mendapat kecurigaan dan ketidak-percayaan dari orang lain, termasuk dari mereka yang berkuasa atau berwenang. Anugerah Tuhan secara khusus memang menimbulkan pertanyaan dan kecurigaan, sebagaimana banyak orang kurang percaya kepada Yang Tersalib. Dalam Warta Gembira hari ini Petrus menyatakan imannya kepada Yesus bahwa Ia adalah "Mesias dari Allah", namun Yesus melarang untuk memberitahukan hal itu kepada siapapun, karena para pengikut atau pendengar-Nya belum siap untuk mengimani seutuhnya. Setia beriman kepada Yesus atau Allah berarti harus siap sedia dan rela menanggung banyak penderitaan karena kesetiaannya. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/ edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 24). Kami mengajak kita semua, segenap umat beriman atau beragama, untuk setia pada ajaran utama dari agamanya masing-masing, yang tidak lain adalah sama, yaitu saling mengasihi. Semua agama(cq pendiri agama!) pasti mengajarkan cintakasih dan mendambakan para pemeluk atau pengikutnya hidup saling mengasihi dengan siapapun dan dimanapun. Ketika dihina, dilecehkan atau direndahkan tetap mengasihi mereka yang menghina, melecehkan atau merendahkan, memang untuk itu secara phisik, psikologis maupun sosial merasa sakit dan menderita; jika demikian adanya hayatilah sakit dan derita tersebut dengan gembira dan bergairah, dan secara khusus kepada yang beriman kepada Yesus Kristus hendaknya berbahagia karena telah diperkenakan untuk berpartisipasi dalam penderitaan dan sengsara-Nya.

· "Sekarang, kuatkanlah hatimu, hai Zerubabel, demikianlah firman TUHAN; kuatkanlah hatimu, hai Yosua bin Yozadak, imam besar; kuatkanlah hatimu, hai segala rakyat negeri, demikianlah firman TUHAN; bekerjalah, sebab Aku ini menyertai kamu, demikianlah firman TUHAN semesta alam, sesuai dengan janji yang telah Kuikat dengan kamu pada waktu kamu keluar dari Mesir. Dan Roh-Ku tetap tinggal di tengah-tengahmu. Janganlah takut." (Hag 2:5-6). Kutipan ini kiranya dapat menjadi pegangan atau pedoman hidup dan bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Marilah tetap teguh hati dalam melakukan apapun asal baik dan menyelamatkan serta membahagiakan, terutama keselamatan atau kebahagiaan jiwa, meskipun untuk itu harus bekerja keras dan menderita. “Roh-Ku tetap tinggal di tengah-tengahmu. Janganlah takut”, inilah firman yang hendaknya menjadi pedoman dan pegangan kita dalam hidup dan bertindak. Tuhan senantiasa menyertai dan menjiwai siapapun yang berkehendak dan bertindak baik, maka bersama dan bersatu dengan Tuhan kita pasti akan mampu mengatasi aneka tantangan, hambatan dan penderitaan. Rekan-rekan ibu atau perempuan yang pernah melahirkan anak kiranya memiliki pengalaman dalam menghadapi dan mengalami penderitaan, maka kami berharap untuk meneguhkan dan mengembangkan pengalaman tersebut dalam hidup sehari-hari serta kemudian menyebarluaskan kepada sesamanya. Bukankah ketika sedang melahirkan anak mengalami penderitaan dan meskipun demikian tidak takut sedikitpun? Penderitaan yang lahir dari kesetiaan pada iman, panggilan dan tugas pengutusan adalah wahana atau jalan menuju ke keselamatan dan kebahagiaan sejati yang tak akan luntur. Maka tetap bersyukur dan berterima kasihlah ketika setia pada panggilan dan tugas pengutusan harus menderita!.


"Hatiku meluap dengan kata-kata indah, aku hendak menyampaikan sajakku kepada raja; lidahku ialah pena seorang jurutulis yang mahir. Engkau yang terelok di antara anak-anak manusia, kemurahan tercurah pada bibirmu, sebab itu Allah telah memberkati engkau untuk selama-lamanya. Ikatlah pedangmu pada pinggang, hai pahlawan, dalam keagunganmu dan semarakmu!" (Mzm 45:2-4)

Jumat, 23 September 2011


Romo Ign Sumarya, SJ