"Allah telah melawat umat-Nya." (1Tim 3:1-13; Mzm 101:1-3ab.5.6; Luk 7:11-17.)


"Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya berbondong-bondong. Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: "Jangan menangis!" Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: "Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!" Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: "Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita," dan "Allah telah melawat umat-Nya." Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya." (Luk 7:11-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yohanes Krisostomus, Uskup dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Melawati berarti mendatangi atau mengujungi. Kedatangan atau kunjungan orang yang berwibawa atau berpengaruh pada umumnya sangat mempengaruhi mereka yang didatangi atau dikunjungi. Kedatangan Yesus di kota Nain telah menggerakkan banyak orang untuk menymbut-Nya, di antaranya adalah sekelompok orang yang mengusung seorang anak dari seorang janda yang sedang menderita sakit untuk mohon disembuhkan. Kedatangan para pejabat tinggi pada umumnya menggerakkan mereka yang didatangi untuk membersihkan diri maupun lingkungan hidupnya, sehingga yang tidak baik dan rusak diperbaiki, yang lesu pun juga tergerak untuk berpartisipasi dalam gerakan pembersihan. St.Yohanes Krisostomus yang kita kenangkan hari ini antara lain dikenal sebagai pengkotbah ulung yang terus terang dan tegas, yang baik dipuji dan yang salah ditegor dan dibetulkan. Dan memang untuk itu tak akan terlepas dari aneka macam kesulitan, namun demikian kotbah-kotbahnya sungguh menggetarkan dan mempertobatkan mereka yang mendengarkannya. Kita yang beriman kepada Tuhan juga dipanggil untuk sering mendatangi rekan-rekan seiman atau saudara-saudari kita, maka marilah dengan semangat iman kita mendatangi mereka. Kami percaya dengan dan dalam semangat iman kedatangan kita pasti akan mempengaruhi mereka yang kita datangi. Maka hendaknya kita saling mendatangi dan mengunjungi dalam dan dengan semangat iman, dan sekiranya ada kesempatan hendaknya berbagi pengalaman iman, sehingga iman kita semakin diteguhkan. Secara khusus kami berharap kepada para pemimpin atau atasan atau petinggi untuk sering mendatangi atau mengujungi yang dipimpian atau bawahan-bawahannya; dan percayalah kedatangan atau kunjungan anda pasti disambut gembira dan mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak yang anda dtaangi atau kunjungi.

· "Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah." Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, bukan peminum, bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang, seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?" (1Tim 3:1-5). Kutipan di atas ini memang secara khusus terarah kepada mereka yang diberi anugerah sebagai penilik umat atau jemaat, misalnya ketua lingkungan, stasi atau wilayah, dan tentu saja juga para pendeta atau pastor. Mungkin tidak ada penilik jemaat yang ideal sebagaimana dikatakan oleh Paulus di atas, namun demikian kami mengajak segenap penilik umat untuk bekerja sama mengusahakan agar memiliki keutamaan-keutamaan sebagaimana dikatakan di atas, yaitu "tak bercacat, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, bukan peminum dan pemarah, melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang dst..". Yang mungkin perlu diusahakan pada masa kini adalah "bukan hamba uang", maklum hal ini saya angkat karena saya mendengar ada sementara pejabat/pengurus paroki atau lingkungan bersikap mental materialistis alias menjadi "hamba uang". Memang untuk melayani dan mendatangi sering butuh sarana-prasarana, maka sekiranya butuh sarana-prasarana hendaknya dengan jujur dan terbuka mengatakannya, maka pasti akan dilengkapinya. Hendaknya jangan mencari uang atau kekayaan dalam aneka jabatan, kepengurusan atau pelayanan umat Allah/jemaat. Jika kita mengurus dan melayani dengan baik dan sepenuh hati, percayalah apa yang kita butuhkan dalam pelayanan pasti akan dicukupi.

"Aku hendak menyanyikan kasih setia dan hukum, aku hendak bermazmur bagi-Mu, ya TUHAN. Aku hendak memperhatikan hidup yang tidak bercela: Bilakah Engkau datang kepadaku? Aku hendak hidup dalam ketulusan hatiku di dalam rumahku." (Mzm 101:1-2)

Selasa, 13 September 2011



Romo Ign Sumarya, SJ