"Jangan takut mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." (Kol 1:9-14; Mzm 98:2-6; Luk 5:1-11)


“ Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah. Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya. Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu. Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam. Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa." Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap; demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Dan sesudah mereka menghela perahu-perahunya ke darat, mereka pun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.” (Luk 5:1-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
• Hidup terpanggil menjadi imam, bruder atau suster maupun aneka jabatan atau fungsi dalam hidup dan kerja bersama hemat saya merupakan pengembangan dan pendalaman aneka bakat dan keterampilan alias anugerah Tuhan yang kita terima dalam kehidupan masa kanak-kanak dan remaja kita di dalam keluarga maupun masyarakat. Mereka yang pada masa dewasanya menjadi imam, bruder atau suster ataupun pejabat dan pegawai rajin, tekun, bekerja keras, disiplin, cermat, kreatif, proaktif, dst…pada umumnya sifat-sifat tersebut telah dididikkan atau dibiasakan oleh orangtua maupun lingkungan hidupnya. Itulah yang terjadi dalam diri para rasul dari penjala ikan ditingkatan menjadi penjala manusia. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa mengutamakan atau mengedepankan keselamatan jiwa manusia dalam cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Maka marilah kita fungsikan bakat, keterampilan serta kecerdasan kita untuk hidup dan bekerja demi keselamatan jiwa manusia. Kepada para pengusaha atau mereka yang mempekerjakan manusia kami harapkan sungguh memperhatikan keselamatan jiwa mereka; ingatlah dan hayati bahwa semakin mereka, para pekerja, semakin selamat dan sejahtera hidupnya berarti akan semakin sukses pula usaha anda. Hendaknya aneka macam usaha dan kesibukan senantiasa lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia daripada aneka macam sarana-prasarana lainnya. Dekati dan sikapi setiap manusia secara manusiawi serta cinta dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tenaga/kekuatan.

• “Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih; di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa.” (Kol 1:13-14). Kutipan ini kiranya mengingatkan kita semua yang telah dibaptis, yaitu telah dipersatukan dengan Yesus Kristus alias menjadi sahabat-sahabat Yesus Kristus, hidup dan bertindak dengan menghayati sabda-sabda serta meneladan cara hidup dan cara bertindak-Nya. Dengan kata lain kita diharapkan hidup dalam ‘terang’, yang antara lain memiliki ciri khas jujur, transparan, terbuka, disiplin, tertib, teratur dst.. ; kemanapun kita pergi atau dimanapun kita berada senantiasa menerangi saudara-saudari kita, menjadi fasilitator bagi mereka, dst.. Maka marilah kita mawas diri apakah kita sungguh hidup dalam ‘terang’, senantiasa berbuat baik kepada sesama, serta tidak pernah mengewakan mereka. Hidup dalam terang juga berarti hidup dijiwai oleh Roh Kudus, sehingga kita memiliki dan menghayati keutamaan-keutamaan seperti “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22-23), sedangkan
hidup dalam kegelapan berarti dijiwai oleh roh jahat atau setan, sehingga suka melakukan apa yang jahat, seperti “percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya” (Gal 5:19-21). Kami harapkan hidup dalam ‘terang’ sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan bagi anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret dari orangtua atau bapak-ibu.

“TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa.Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita.Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah! Bermazmurlah bagi TUHAN dengan kecapi, dengan kecapi dan lagu yang nyaring, dengan nafiri dan sangkakala yang nyaring bersorak-soraklah di hadapan Raja, yakni TUHAN!” (Mzm 98:2-6)

Kamis, 1 September 2011

Romo Ign Sumarya, SJ