HOMILI: Hari Raya Santa Perawan Maria diangkat ke Surga


Why 11:19a - 12:1.3-6a.10ab; Mzm 45:10bc.11.12ab.16; 1Kor 15:20-26; Luk 1:39-56.
"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu”

“Akhirnya Perawan tak bernoda yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat memasuki kemuliaan di surge beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Puteranya, Tuan di atas segala tuan, yang telah mengalahkan dosa dan maut(LG 59). Terangkatnya Perawan tersuci adalah satu keikutsertaan yang istimewa pada kebangkitan Puteranya dan satu antisipasi dari kebangkitan warga-warga Kristen yang lain” (Katekismus Gereja Katolik no 966). Devosi kepada SP Maria dalam kehidupan umat Katolik sungguh marak, misalnya berdoa rosario, yang dengan mudah didoakan kapan saja dan dimana saja. Tempat-tempat peziarahan kepada SP Maria ramai didatangi oleh umat, entah secara pribadi atau rombongan. Maka baiklah pada hari raya SP Maria diangkat ke surga hari ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri perihal devosi kita kepada SP Maria, yang oleh Gereja juga diimani sebagai teladan hidup beriman.

"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku” (Luk1:42-43)

Rekan-rekan perempuan pada umumnya memang mendatangkan berkat atau anugerah, entah hal itu terjadi secara tidak baik, yang berarti bukan anugerah yang benar, atau secara baik sesuai dengan kehendak Tuhan. Yang tidak baik, misalnya secara materialistis, yaitu perempuan yang melacurkan diri; ia menerima uang cukup besar dan ada beberapa orang yang terkait dengan perannya sebagai pelacur juga menerima atau memperoleh uang. Dengan kata lain rekan perempuan sering terjebak untuk dikomersielkan, semakin cantik dan seksi semakin tinggi atau mahal harganya, begitulah yang sering saya dengar atau baca melalui aneka macam media massa. Tentu saja kami berharap kepada rekan-rekan perempuan untuk menjadi berkat atau anugerah yang baik sesuai dengan kehendak Tuhan bagi sesamanya dimanapun dan kapanpun.

Bentuk anugerah atau berkat macam apa yang kami harapkan? Rekan-rekan perempuan memiliki rahim, dan di dalam rahim juga tumbuh berkembang buah kasih dalam dan oleh kasih; dari rahim lahirlah yang terkasih, yang menggembirakan serta menggairahkan. Hal itu terjadi secara phisik. Semoga apa yang terjadi secara phisik tersebut menjiwai cara hidup dan cara bertindak rekan-rekan perempuan, sehingga cara hidup dan cara bertindaknya dimanapun dan kapanpun ‘melahirkan kasih’ alias menggembirakan dan menggairahkan secara sejati, bukan sandiwara. Maka kami berharap rekan-rekan perempuan sungguh cantik dan manis di dalam hati, jiwa dan akal budi, meskipun tidak dalam hal fisik.

Marilah sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita meneladan SP Maria, yang kedatangannya kepada saudari-Nya, Elisabeth, mendorong dan memotivasi Elisabeth merasa memperoleh berkat luar biasa, sehingga ia berkata “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku”. SP Maria, yang sedang mengandung Penyelamat Dunia, telah menunjukkan atau memperlihatkan sikap mental mewartakan kabar baik, yaitu ‘mengunjungi atau mendatangi saudaranya’. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk saling mengunjungi atau mendatangi, entah secara phisik atau spiritual. Secara phisik berarti seperti SP Maria: berjalan kaki cukup jauh, naik turun turun pegunungan, untuk menyapa secara langsung saudara-saudari kita, sedangkan secara phisik marilah kita saling mendoakan satu sama lain, berdoa dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Biarlah kedatangan atau kunjungan kita mendorong dan memotivasi yang kita kunjungi berkata seperti Elisabeth “Siapakah aku ini sehingga saudaraku mengujungi aku’, karena sungguh merasa diberkati atau dianugerahi. Dengan kata lain kita semua juga dipanggil untuk berusaha hidup suci seperti SP Maria. Suci berarti senantiasa mengarahkan atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, dengan senantiasa berbuat baik kepada saudara-saudari kita, melakukan apa yang membahagiakan dan menyelamatkan, terutama keselamatan jiwa. Selanjutnya marilah kita renungkan sapaan atau kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus di bawah ini.

“Yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal.Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus” (1Kor15:21-22)

“Terangkatnya Perawan tersuci ke surga adalah antisipasi dari kebangkitan warga-warga Kristen yang lain”, demikian sebagaimana tertulis dalam Katekismus Gereja Katolik di atas. Sebagai orang Kristen, orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus, kita semua mendambakan “dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”, setelah meninggal dunia atau dipanggil Tuhan alias hidup mulia dan berbahagia selamanya di surga. Hidup mulia dan berbahagia tersebut pada masa kini kiranya sudah dapat kita nikmati dalam harapan, maka marilah kita usahakan dengan rendah hati dan bantuan rahmat Tuhan.

“Iman, harapan dan cinta kasih”, itulah tiga keutaman utama dan yang terbesar adalah cintakasih, maka marilah kita hidup saling mengasihi dijiwai oleh iman dan harapan. Dijiwai oleh iman berarti kasih harus menjadi nyata dalam tindakan atau perilaku, sedangkan dijiwai oleh harapan berarti dalam saling mengasihi dengan penuh gairah, semangat dan ceria. “Cinta kasih harus lebih diwujudkan dalam perbuatan daripada diungkapkan dalam kata-kata” (St.Ignatius Loyola, LR no 230). Yesus Kristus adalah cintakasih Allah yang terbesar, yang dianugerahkan kepada kita yang beriman kepadaNya, agar kita senantiasa bersekutu denganNya kapanpun dan dimanapun. Maka marilah kita wujudkan persekutuan kita dengan Yesus Kristus dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari.

“Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat5:44), demikian sabda-Nya, yang juga telah Ia hayati dalam rangka melaksanakan tugas pengutusan-Nya. Di puncak penderitaan-Nya di kayu salib Ia mengasihi mereka yang menyalibkan-Nya atau memusuhi dengan berdoa “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk23:34). Jika kita sungguh mendambakan untuk hidup mulia, damai sejahtera dan selamat selamanya setelah dipanggil Tuhan, maka marilah kita hayati sabda Yesus di atas serta meneladan-Nya dalam mendoakan mereka yang telah menyakiti-Nya atau menyalibkan-Nya. Jika secara phisik tak mungkin kita mengasihi dan mengampuni mereka yang telah menyakiti atau membuat kita menderita, marilah kita doakan.

Di muka telah saya katakan bahwa hendaknya kita sering mengunjungi saudara-saudari kita, antara lain dengan mendoakan mereka, maka marilah secara khusus kita doakan “mereka yang telah menganiaya kamu”. Hendaknya kita sadari dan hayati bahwa mereka yang menganiaya kita belum tentu bersalah alias belum tentu bermaksud menganiaya kita, namun karena keterbatasan atau ketidaktahuan mereka sehingga apa yang mereka katakan atau lakukan kita rasakan sebagai menyakiti atau menganiaya kita. Kita semua kiranya memiliki pengalaman mengampuni dan mendoakan mereka yang menyakiti atau menyalahi kita, yaitu sikap dan tindakan kita terhadap anak-anak kecil atau bayi, yang senantiasa merepotkan dan mengganggu kita. Hendaknya pengalaman tersebut terus menerus diperkembangkan dan diperdalam dalam hal sikap dan tindakan kita terhadap saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun.

“Di antara mereka yang disayangi terdapat puteri-puteri raja, di sebelah kananmu berdiri permaisuri berpakaian emas dari Ofir. Dengarlah, hai puteri, lihatlah, dan sendengkanlah telingamu, lupakanlah bangsamu dan seisi rumah ayahmu! Biarlah raja menjadi gairah karena keelokanmu” (Mzm45:10-12a)

Minggu, 14 Agustus 2011



Romo Ignatius Sumarya SJ