"Bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu maka sebelah luarnya juga akan bersih" (1Tes 2:1-8; Mzm 139:1-3, 4-6; Mat 23:23-26)

“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih” (Mat 23:23-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

• Cukup banyak orang masih bersikap munafik dalam cara hidup dan cara bertindak, yaitu sebelah luar kelihatan baik, indah, mempesona dan menarik, yang nampak dalam cara berpakaian dan merias diri, namun bagian luar yaitu jiwa, hati dan akal budinya jahat atau busuk. Dengan kata lain banyak orang suka hidup dan bertindak seperti main sandiwara saja. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk hidup dan bertindak jujur terhadap diri sendiri. Jujur terhadap diri sendiri memang sulit, namun ketika kita dapat jujur terhadap diri sendiri maka dengan mudah kita jujur terhadap orang lain, sebaliknya kalau kita terbiasa membohongi diri maka dengan mudah kita membohongi orang lain. Sekali lagi saya angkat apa itu jujur. “Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata benar apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 17). Kami harap kejujuran ini sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan kepada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret dari para orangtua atau bapak-ibu. Hidup dan bertindak sederhana merupakan salah satu dukungan atau wujud hidup jujur, maka hendaknya kita tidak suka berfoya-foya, apalagi bertindak sesuai dengan peribahasa “besar pasak daripada tiang’. Marilah kita usahakan dengan rendah hati dan kerja keras keindahan, kecantikan, kebersihan hati, jiwa dan akal budi kita.

• “Kami tidak pernah bermulut manis -- hal itu kamu ketahui -- dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi -- Allah adalah saksi -- juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus.” (1Tes 2:5-6), demikian kesaksian iman Paulus. Kita semua dipanggil untuk meneladan Paulus, yaitu ‘tidak pernah bermulut manis, tidak pernah mencari pujian dari manusia’. Orang yang rberusaha bermulut manis serta mencari pujian dari manusia antara lain mereka yang sedang melangsungkan upacara pernikahan, entah sang pengantin sendiri maupun keluarganya pada umumnya berusaha untuk itu, dan tak ketinggalan para tamu. Bukankah peristiwa itu hanya berlangsung sesaat saja bagaikan sandiwara? Kiranya tak mungkin orang setiap hari menghadirkan diri seperti itu. Yang kita butuhkan dalam hidup sehari-hari adalah apa-apa yang sederhana dan kecil, yang tak pernah menerima pujian manusia. Secara khusus kami berharap kepada para pekerja maupun pelajar, mengingat dan memperhatikan mayoritas dari kita memiliki tugas untuk bekerja atau belajar. Para pekerja hendaknya bekerja agar semakin terampil bekerja, demikian juga para pelajar belajar agar semakin terampil belajar. Percayalah jika kita terampil belajar dan terampil bekerja, maka kita sendiri akan berbahagia dan sejahtera baik lahir maupun batin, phisik maupun spiritual, dan secara otomatis kita akan dipuji dan dicintai oleh banyak orang. Pujian tidak kita cari akan datang sendiri bertubi-tubi tak kenal henti sampai mati. Kita juga diingatkan agar tidak mempunyai maksud loba yang tersembunyi alias menutup-nutupi kejahatan kita di balik perbuatan baik yang kelihatan. Hal ini pada umumnya dilakukan dengan rayuan-rayuan manis yang mempesona dan menarik, sehingga orang mudah terjebak ke dalam maksud tersembunyinya, sebagaimana dilakukan oleh para penjahat. Secara khusus juga kami mengingatkan rekan-rekan yang menggunakan kendaraan umum sedang mudik pada hari-hari ini: hendaknya waspada terhadap rayuan-rayuan manis para penjahat yang berkehendak merampas harta kekayaan anda, misalnya pura-pura memberi minuman dst..

“TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi. Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN.Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tangan-Mu ke atasku.Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya.” (Mzm 139:1-6)


Selasa, 23 Agustus 2011

Romo Ignatius Sumarya, SJ