“Barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal” (2Kor 9:6-10; Mzm 112:1-2.5-9; Yoh 12:24-26)

“ Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa” (Yoh 12:24-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Laurensius, diakon dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Tugas pekerjaan diakon pada awal Gereja Purba antara lain mengurus atau mengelola harta benda atau uang Gereja/Umat Allah guna menunjang pelayanan Gereja, entah yang bersifat ‘kedalam’ maupun ‘keluar’; sedangkan martir adalah orang yang sungguh siap sedia untuk berkorban dan berjuang demi kebenaran atau siap mati sebagai saksi iman. Mengurus dan mengelola harta benda atau uang berarti hidup mendunia, berpartisipasi dalam seluk beluk dunia, serta dimana ada bagian dunia yang tidak selamat ke situlah pengurus atau pengelola dipanggil dan diutus untuk menyelamatkannya. Mayoritas waktu dan tenaga kita kiranya untuk mendunia, dan sebagai orang beriman kita dipanggil untuk menjadi saksi iman di dalam mendunia. Hemat saya menjadi saksi iman dalam mengurus dan mengelola harta benda atau uang dengan baik, benar, jujur dan disiplin pada masa kini merupakan salah satu bentuk penghayatan kemartiran. Semua orang kiranya senang akan harta benda atau uang, namun apakah dapat mengurus atau mengelola dengan baik, benar, jujur dan disiplin kiranya boleh dipertanyakan. “Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal”, demikian sabda Yesus. Nyawa berarti yang menghidupkan dan menggairahkan. Harta benda atau uang merupakan salah satu hal yang menghidupkan dan menggairahkan; marilah kita persembahkan harta benda atau uang kita kepada Tuhan melalui sesama kita, dengan memfungsikannya demi keselamatan jiwa kita sendiri maupun jiwa sesama kita, yang hidup dan bekerja bersama kita atau yang kita layani. Mungkin ada sesuatu atau hal lain yang menghidupkan atau menggairahkan anda, baiklah hal itu juga kita persembahkan kepada Tuhan melalui pelayanan kita kepada sesama kita dimanapun dan kapanpun. Apa yang menghidupkan dan menggairahkan hendaknya dipersembahkan kepada Tuhan!

· “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2Kor 9:6-7). Apa yang dikatakan oleh Paulus kepada umat di Korintus di atas ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita dalam menghayati iman dalam hidup sehari-hari. Hidup, iman dan segala sesuatu yang menyertai kita atau kita miliki dan kuasai pada saat ini adalah anugerah Tuhan, yang kita terima melalui aneka bentuk kebaikan saudara-saudari kita, yang mengasihi dan memperhatikan kita. Masing-masing dari kita telah menerima anugerah Tuhan melimpah ruah, kepada kita telah ditaburkan aneka bentuk kasih dan perhatian, sehingga kita dapat hidup sebagaimana adanya pada saat ini. Marilah semuanya itu kita syukuri dengan tindakan konkret, yaitu kita fungsikan demi keselamatan jiwa kita dan jiwa saudara-saudari kita dengan menggunakan segala milik atau anugerah untuk melayani orang lain. Marilah kita berlomba dalam berbuat baik kepada orang lain. Ingat dan sadari semakin banyak kita berbuat baik kepada orang lain kita sendiri akan semakin berbagia, ceria daan damai sejahtera, karena semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia Kami berharap masing-masing dari kita siap sedia untuk memberi dengan kerelaan hati, sebagai perwujudan syukur dan terima kasih kita kepada Tuhan yang telah menganugerahi kita aneka macam yang kita butuhkan untuk hidup dan kerja. Memberi dengan rela hati berarti siap berkorban bagi orang lain, sebagai wujud iman kepada Yesus yang telah memberikan Diri-Nya dengan wafat di kayu salib. Rela hati juga berarti hatinya direlakan kepada orang lain alias senantiasa memperhatikan orang lain, terutama mereka yang miskin dan berkekurangan.

“Mujur orang yang menaruh belas kasihan dan yang memberi pinjaman, yang melakukan urusannya dengan sewajarnya. Sebab ia takkan goyah untuk selama-lamanya; orang benar itu akan diingat selama-lamanya. Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada TUHAN. Hatinya teguh, ia tidak takut, sehingga ia memandang rendah para lawannya. Ia membagi-bagikan, ia memberikan kepada orang miskin; kebajikannya tetap untuk selama-lamanya, tanduknya meninggi dalam kemuliaan” (Mzm 112:5-9)

Selasa, 10 Agustus 2011

Romo Ignatius Sumarya, SJ