"Alangkah hebatnya perkataan ini!” ( 1Tes 5:1-6.9-11; Mzm 27:1.4.13-14; Luk 4:31-37)

“Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa. Di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara keras: "Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah." Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam, keluarlah dari padanya!" Dan setan itu pun menghempaskan orang itu ke tengah-tengah orang banyak, lalu keluar dari padanya dan sama sekali tidak menyakitinya. Dan semua orang takjub, lalu berkata seorang kepada yang lain, katanya: "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka pun keluar." Dan tersebarlah berita tentang Dia ke mana-mana di daerah itu” (Luk 4:31-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

• Orang yang banyak kerja dan sedikit bicara pada umumnya apa yang dikatakan sungguh bermakna dan berkuasa, sebaliknya orang yang banyak bicara sedikit bekerja maka apa yang dikatakan bagaikan angin berlalu saja. Kata-kata yang keluar sungguh bermakna dan berkuasa, karena apa yang dikatakan pada umumya juga dihayati, dengan kata lain kata-kata yang keluar dari mulutnya merupakan luapan isi hati dan pengalamannya. Itulah kiranya yang terjadi dalam diri Yesus Penyelamat Dunia: sabda-Nya dengan penuh wibawa mengusir setan atau roh jahat, sehingga mereka yang menyaksikan-Nya berkata “Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka pun keluar”. Kita semua yang beriman kepadaNya dipanggil untuk meneladan-Nya, maka marilah dengan bantuan rahmatNya kita dengan rendah hati berusaha. Hendaknya dalam berkata-kata tidak asal-asalan saja, melainkan kata yang keluar melalui mulut sungguh merupakan luapan isi hati yang beriman, sehingga kata-kata tersebut merupakan bisikan Roh Kudus. Kata-kata yang dijiwai oleh Roh Kudus, sebagaimana yang disampaikan oleh para gembala kita, Paus maupun Uskup bewibawa dan berkuasa mempengaruhi atau menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita. Untuk itu kita harus tidak melupakan hidup doa, meditasi atau kontemplasi, merenungkan sabda-sabda Tuhan sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Biarlah sabda Tuhan akhirnya juga menjadi milik kita, sehingga kata-kata yang keluar dari mulut kita juga merupakan ‘sabda Tuhan’.

• “Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, yang sudah mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia. Karena itu nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan.” (1Tes 5:9-11). Sebagai sesama umat beriman kita dipanggil untuk saling menasihati, yang berarti saling bertukaran atau membagi pengalaman iman. Secara kebetulan hari ini adalah Hari Raya Idul Fitri, hari kemenangan bagi saudara-saudari kita yang baru saja selesai menghayati puasa dalam waktu satu bulan. Hari ini kiranya kita juga terlibat dalam saling bersilaturahmi, saling memaafkan dan menceriterakan pengalaman iman, apalagi bagi kita yang sudah cukup lama tidak bertemu dengan saudara-saudari atau handai-taulan. Kami percaya dalam saling memberi salam, bertemu dan bercakap-cakap di hari raya hari ini, kita saling menyampaikan pengalaman yang baik, sehingga terjadilah persaudaraan sejati yang mempesona, menarik dan memikat. Maka kami berharap pengalaman hari ini tidak berlalu begitu saja, melainkan terus menerus diperdalam dan diperkembangkan dalam hidup sehari-hari di kemudian hari. Marilah kita bangun, perdalam dan perkembangkan persaudaraan umat beriman, antar agama, dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimanapun dan kapanpun. Allah menghendaki kita tidak akan ditimpa malapetaka atau celaka, melainkan bahagia dan selamat, maka hendaknya kita saling membahagiakan dan menyelamatkan. Kepada saudara-saudari kita yang suka menyendiri, kami harapkan untuk membuka diri dan bergaul dengan saudara-saudari yang lain. Ingatlah jika kita hidup menyendiri pasti akan celaka atau menemui malapetaka. Kebersamaan hidup yang dijiwai oleh cinta kasih akan merupakan cara merasul tersendiri, maka marilah kita bangun kebersamaan hidup dimanapun kita berada.

“Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup! Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!” (Mzm 27:13-14)

”SELAMAT IDUL FITRI, 1 SYAWAL 1432 H”

Selasa, 30 Agustus 2011

Romo Ignatius Sumarya, SJ