HOMILI: Hari Minggu Biasa XVI/ A (Keb 12:13.16-19; Mzm 86:5-6.9-10.15-16a; Rm 8:26-27; Mat 13:24-43)

"Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai"


Manusia diciptakan oleh Allah bekerja sama dengan suami-isteri/laki-laki dan perempuan yang saling mengasihi dalam kebebasan; dengan kata lain diciptakan dalam cintakasih dan kebebasan, dan Allah juga menganugerahkan kebebasan sepenuhnya bagi manusia untuk tumbuh dan berkembang. Pada awal hidupnya, ketika sperma dan telor bersatu, manusia sungguh kecil sekali dan dalam waktu kurang lebih sembilan bulan ia telah tumbuh berkembang seberat lebih dari 3 (tiga) kilogram, ketika dilahirkan dari rahim ibu. Allah lah yang menganugerahi pertumbuhan dan perkembangan, sedang tugas manusia selanjutnya adalah 'menyiram' alias merawatnya. Memang dalam perawatan atau perjalanan hidup manusia selama di dunia, setelah lahir dari rahim ibu, menghadapi aneka godaan, masalah dan tantangan; dan dalam kebebasan pula manusia menanggapinya. Memang ada yang menyalahkan gunakan kebebasan yang dianugerahkan oleh Allah dengan seenaknya, tetapi ada yang menggunakan kebebasan sesuai dengan kehendak Allah, maka ada yang tumbuh berkembang menjadi pribadi baik dan berbudi pekerti luhur dan ada yang tumbuh berkembang menjadi tidak baik dan tak bermoral. Maka marilah sesuai dengan perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus hari ini kita mawas diri: apakah kita termasuk 'benih gandum' yang bertumbuh berkembang menjadi baik atau tidak baik?

" Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku." (Mat 13:30)

Menjadi 'benih gandum' yang tumbuh berkembang menjadi baik serta menghasilkan buah sebagaimana diharapkan dan dikehendaki oleh Tuhan antara lain berarti rajin berkumpul dengan saudara-saudarinya, lebih-lebih dengan saudara-saudari seiman atau seagama untuk 'bercuhat', saling berbagi pengalaman hidup beriman. Secara konkret secara pribadi tidak melupakan doa atau ibadat harian, sering membaca Kitab Suci serta merenungkannya, berpartisipasi dalam aneka kegiatan bersama paguyuban umat beriman, misalnya ibadat sabda atau perayaan ekaristi. Sedangkan secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai kebersamaan yang sehati dan sebudi, antara lain saling berbagi harta kekayaan, sehingga tidak ada lagi yang menderita atau berkekurangan.

Mungkinkah kita bagaikan 'benih lalang' yang ditaburkan orang jahat, artinya begitu dilahirkan dari rahim ibu kita hidup dan dibesarkan di lingkungan orang-orang jahat, yang tak bermoral? Dari pengalaman saya pribadi pernah bertemu dengan orang yang kelahirannya tidak dikehendaki oleh orangtuanya, misalnya akibat dari pergaulan bebas muda-mudi atau mahasiswa-mahasiswi. Karena pergaulan seks bebas maka sang gadis hamil dan sang pacarnya langsung meninggalkan. Begitu gadis hamil juga sering dibenci oleh orangtuanya, dan ketika sang gadis melahirkan anaknya pun mengalami kesulitan untuk membesarkannya, sehingga untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri beserta anaknya ia terpaksa 'menjual diri' alias melacur. Kami yakin anak yang demikian pasti akan tumbuh berkembang menjadi pribadi yang tidak baik. Maka dengan ini kami berharap rekan-rekan muda-mudi, pelajar atau mahasiswa tidak terjebak ke dalam pergaulan seks bebas.

Yesus juga menggambarkan kebersamaan hidup menggereja atau beriman kepadaNya atau Kerajaan Allah bagaikan biji sesawi atau ragi; kecil namun fungsional menyelamatkan seluruh lingkungan hidupnya. Maka kami berharap kepada kita semua yang beriman kepada Yesus untuk dapat menjadi tempat berlindung bagi siapapun yang membutuhkan bantuan atau menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga lingkungan hidup yang kudatangi menjadi semakin enak dan nikmat untuk ditempati, karena menarik, memikat dan mempesona bagi siapapun. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus kita dipanggil untuk menghayati iman kita dalam hidup sehari-hari, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun bersifat missioner, dapat menjadi pewarta baik serta fungsional menyelamatkan lingkungan hidup.

Cara Yesus menyampaikan pengajaran kiranya dapat menjadi contoh atau teladan bagi para pewarta kabar gembira: katekis atau pengkotbah. Ia menggunakan apa yang ada dan hidup di tengah masyarakat, apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari untuk menjelaskan atau menyampaikan isi ajaranNya. Orang bijak atau pandai sejati adalah orang yang mampu membuat yang sulit dan berbelit-belit dapat dimengerti oleh semua orang, dengan kata lain membuat yang sulit menjadi sederhana; sebaliknya orang yang membuat apa yang sederhana menjadi sulit dan berbelit-belit adalah orang bodoh.

"Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. " (Rm 8:26)

Kita kiranya tidak tahu persis proses pertambahan ukuran benih tanaman yang terus bertumbuh setiap hari, kita tidak tahu persis berapa berat bayi yang masih ada di dalam kandungan selama lima bulan, kita tahu tahu persis bagaimana ragi merasuki seluruh makanan, dst… Yang mudah kita ketahui adalah hasilnya. Begitulah yang terjadi dengan doa-doa kita. Kebanyakan dari kita kiranya kurang tahu berdoa dengan benar dan baik; membaca teks doa oke dan baik, tetapi apakah ia sungguh berdoa layak dipertanyakan. Doa yang benar dan baik hemat saya bukan panjangnya kata-kata atau gerak-gerik anggota tubuh, melainkan hati yang terarah sepenuhnya kepada Allah/Yang Ilahi, itulah hemat saya arti dari "Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan".

Marilah kita buka hati kita terhadap bisikan atau sentuhan Roh. Hidup doa adalah masalah hati, perjumpaan hatiku dengan Hati Allah, sehingga hatiku dikuasai oleh Allah dan dengan demikian kita hidup dan bertindak sesuai dorongan atau bisikan RohNya, dan tidak mengikuti kemauan atau keinginan pribadi. Maka salah satu ujud doa yang baik adalah permohonan rahmat Allah, yang kita butuhkan agar kita dapat hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah. Dengan kata lain jika kita mohon keselamatan jiwa kita sendiri maupun orang lain, yakinlah bahwa permohonan kita pasti dikabulkan.

Pengabulan doa butuh kerjasama kita sebagai manusia yang lemah dan rapuh ini. Jika kita mohon keselamatan jiwa maka semua usaha, kerja dan pelayanan kita memiliki tujuan utama keselamatan jiwa manusia, bukan harta benda atau uang. Dalam mohon keselamatan jiwa, marilah kita imani apa yang dikatakan oleh penulis Kitab Kebijaksanaan ini: "Memang kekuatan hanya Kauperlihatkan pabila orang tak percaya akan kepenuhan kekuasaan-Mu, dan Kaupermalukan keberanian orang yang mengetahui kekuasaan-Mu itu. Tetapi Engkau, Penguasa yang kuat, mengadili dengan belas kasihan, dan dengan sangat hati-hati memperlakukan kami. Sebab kalau mau Engkau dapat juga" (Keb 12:17-18). Kita tidak mungkin mengetahui kuasa Allah sepenuhnya, karena Ia adalah Maha Kuasa, maka juga tak mungkin kita memaksa Allah untuk mengabulkan permohonan atau dambaan kita, apalagi yang menjadi permohonan atau dambaan kita bukan keselamatan jiwa manusia. Namun jika kita mohon keselamatan jiwa manusia, sekali lagi percayalah pasti akan dikabulkan, karena Ia Maha Kuasa.

"Sebab Engkau, ya Tuhan, baik dan suka mengampuni dan berlimpah kasih setia bagi semua orang yang berseru kepada-Mu. Pasanglah telinga kepada doaku, ya TUHAN, dan perhatikanlah suara permohonanku. Segala bangsa yang Kaujadikan akan datang sujud menyembah di hadapan-Mu, ya Tuhan, dan akan memuliakan nama-Mu. Sebab Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban; Engkau sendiri saja Allah" (Mzm 86:5-6.9-10)

Minggu, 17 Juli 2011

Romo Ign Sumarya, SJ