HOMILI: Hari Minggu Biasa XV/A (Yes 55:10-11; Mzm 65:10abcd,10e-11,12-13,14; Rm 8:18-23; Mat 13:1-23)


“Sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.” (Mat 13:9)



Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk menjadi ‘tanah yang baik’, yang ketika ditaburi aneka benih dari Tuhan melalui sesama dan saudara-saudari kita maka benih tersebut dapat tumbuh berkembang serta menghasilkan buah melimpah ruah. Benih yang kiranya telah ditaburkan ke dalam diri kita, antara lain melalui orangtua/ibu kita masing-masing adalah ‘kasih’. Masing-masing dari kita adalah buah kasih atau yang terkasih, berasal dari kasih bapak dan ibu kita masing-masing, dan benih kecil (embrio/janin) yang mulai tumbuh berkembang dalam rahim ibu terus menerus disirami dengan kasih sampai kini. Dalam dan oleh kasih masing-masing dari kita melalui cara hidup atau cara bekerja menghasilkan buah-buah keselamatan bagi diri kita sendiri maupun sesama kita.

Buah yang berlipat ganda terus menerus hendaknya tidak hanya pertambahan jumlah manusia sebagai tanggapan atas perintah Tuhan "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi” (Kej1:28), tetapi juga buah-buah Roh seperti “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” (Gal5:22-23), yang benih-benihnya juga pernah ditaburkan dalam diri kita masing-masing. Benih-benih atau keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai tersebut rasanya ada dalam diri kita masing-masing, maka hendaknya jangan dibiarkan atau didiamkan tetapi sirami dan pelihara agar semakin kuat dan handal serta afektif, artinya mempengaruhi hidup dan cara bertindak kita sendiri maupun orang lain yang hidup dan bekerja bersama dengan kita. Karena masing-masing dari kita berharap dan mendambakan benih tersebut tumbuh berkembang, maka hendaknya kita saling ‘mendengarkan’ pengalaman pertumbuhan dan perkembangan benih yang ada dalam diri sesama, sehingga kita saling bekerjasama atau bergotong royong menyiram dan memelihara benih-benih tersebut. Dalam kebersamaan dan saling mendengarkan kiranya buah yang akan dihasilkan oleh benih tersebut akan berlipat ganda, “ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang empat puluh kali lipat”. Dalam kebersamaan juga kiranya kita dapat membantu saudara-saudari kita yang mengalami kesulitan dalam menumbuh-kembangkan benih yang telah ditaburkan ke dalam diri mereka.

“Aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita” (Rm 8:18)

Kesaksian Paulus kepada umat di Roma ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita semua. “Berrakit-rakit ke hulu, berrenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”, demikian kata sebuah peribahasa Indonesia. “Jer basuki mowo beyo” (=Untuk hidup mulia atau bahagia harus berjuang), demikian kata sebuah peribahasa Jawa. Kesaksian dan peribahasa-peribahasa ini hendaknya menjadi pedoman atau acuan hidup dan cara bertindak kita serta kita binakan atau didikkan pada anak-anak kita. Berbagai pengalaman dan pengamatan menunjukkan bahwa mereka yang hidup dan bertindak sesuai dengan kesaksian atau peribahasa tersebut dapat menjadi orang yang sungguh dewasa baik sebagai pribadi maupun yang beriman, sehingga cara hidup dan bertindaknya sungguh fungsional menyelamatkan diri maupun lingkungan hidup yang menjadi tanggungjawabnya. Sebaliknya mereka yang ‘bersenang-senang dahulu’ akhirnya kemudian menjadi sakit terus menerus alias menderita dan sengsara sampai mati.

Hidup dan bertindak sesuai dengan kesaksian dan peribahasa-peribahasa di atas antara lain berarti senantiasa mengikuti dan mentaati aneka macam proses yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas perutusannya. Memang dalam mengikuti proses orang harus siap sedia dan rela untuk berkorban alias bersakit-sakit dan berjuang, dan dengan demikian apa yang diimpikan oleh nabi Yesaya ini akan menjadi kenyataan alias terwujud.

“Seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya”
(Yes 55:10-11).


Sikap mental setia mengikuti proses dengan penuh pengorbanan dan perjuangan rasanya terjadi atau dihayati oleh para petani. Ia mulai dengan mencangkuli atau membajak tanah atau sawahnya, menabur benih, menanam serta menyirami, menyiangi dan memelihara tanamannya dengan penuh kasih sayang, kesabaran dan kelemah-lembutan. Ia menyertai proses pertumbuhan dan perkembangan tanamannya sampai menghasilkan buah atau panenan yang diharapkan atau dicita-citakan. Maka baiklah jika anda belum pernah terlibat atau berpartisipasi dalam kegiatan atau usaha pertanian kami berharap sekali waktu menyempatkan diri berpartisipasi dalam atau mencermati kegiatan pertanian. Kepada mereka yang telah mengalami atau memiliki pengalaman bertani kami berharap keutamaan-keutamaan yang dibutuhkan bagi pemeliharaan benih dan tanaman juga diaplikasikan ke dalam cara hidup dan cara bertindak yang lain. Kepada para pelajar atau mahasiswa kami berharap dengan penuh pengorbanan, perjuangan dan kerendahan hati mengikuti proses pembelajaran serta menjauhkan dari aneka kegiatan menyontek atau proses instant dalam pembelajaran. Kepada siapapun yang terlibat dalam dunia pendidikan atau sekolah dalam proses pembelajaran kami harap juga tidak melakukan ‘jual beli nilai’ melalui aneka usaha dan upaya.



“Engkau mengairi alur bajaknya, Engkau membasahi gumpalan-gumpalan tanahnya, dengan dirus hujan Engkau menggemburkannya; Engkau memberkati tumbuh-tumbuhannya.Engkau memahkotai tahun dengan kebaikan-Mu, jejak-Mu mengeluarkan lemak; tanah-tanah padang gurun menitik, bukit-bukit berikatpinggangkan sorak-sorai; padang-padang rumput berpakaikan kawanan kambing domba, lembah-lembah berselimutkan gandum, semuanya bersorak-sorai dan bernyanyi-nyanyi”
(Mzm 65:11-14)


Romo Ign Sumarya, SJ