“Hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.” (Kis 6:8-15; Mzm 119:26-30; Yoh 6:22-29)

“Pada keesokan harinya orang banyak, yang masih tinggal di seberang, melihat bahwa di situ tidak ada perahu selain dari pada yang satu tadi dan bahwa Yesus tidak turut naik ke perahu itu bersama-sama dengan murid-murid-Nya, dan bahwa murid-murid-Nya saja yang berangkat. Tetapi sementara itu beberapa perahu lain datang dari Tiberias dekat ke tempat mereka makan roti, sesudah Tuhan mengucapkan syukur atasnya. Ketika orang banyak melihat, bahwa Yesus tidak ada di situ dan murid-murid-Nya juga tidak, mereka naik ke perahu-perahu itu lalu berangkat ke Kapernaum untuk mencari Yesus. Ketika orang banyak menemukan Yesus di seberang laut itu, mereka berkata kepada-Nya: "Rabi, bilamana Engkau tiba di sini?" Yesus menjawab mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." Lalu kata mereka kepada-Nya: "Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?"Jawab Yesus kepada mereka: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.” (Yoh 6:22-29), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Percaya kepada Tuhan pada masa ini mengalami erosi, sebagaimana pernah saya angkat dalam renungan-renungan sebelumnya, karena pengaruh sarana tehnologi modern seperti HP (Hand Phone). Sabda hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua agar kita ‘percaya kepada Dia yang telah diutus Allah’, yaitu Yesus Kristus, yang telah wafat dan bangkit dari mati, dan kini berkarya melalui RohNya dalam diri mereka yang percaya kepadaNya, dalam manusia beriman. Karena kita semua orang beriman, maka hendaknya pertama-tama kita saling percaya satu sama lain, lebih-lebih dengan mereka yang hidup dan berkarya dengan kita setiap hari. Jika kita dapat saling percaya satu sama lain, maka dengan mudah kita akan dapat percaya kepada Tuhan. Marilah kita lihat karya Roh dalam diri kita sendiri maupun saudara-saudari kita sebagai langkah awal agar kita saling percaya satu sama lain. Orang yang percaya kepada Tuhan senantiasa melaksanakan kehendak atau perintah Tuhan dimanapun dan kapanpun, perintah-Nya yang utama adalah hendaknya kita saling mengasihi satu sama lain. Maka sebagai tanda bahwa kita percaya kepada utusan Allah, entah kepada Yesus Kristus atau saudara-saudari kita yang percaya kepada-Nya, adalah kita hidup saling mengasihi kapanpun dan dimanapun. Tanda-tanda hidup bersama orang yang saling mengasihi antara lain: rukun bersatu padu, saling berbagi aneka harta benda atau kekayaan, dan tidak ada seorangpun yang berkekurangan, maka jika masih ada saudara-saudari kita yang berkekurangan berarti dalam hidup bersama kurang saling mengasihi atau kurang saling percaya.

· “Semua orang yang duduk dalam sidang Mahkamah Agama itu menatap Stefanus, lalu mereka melihat muka Stefanus sama seperti muka seorang malaikat” (Kis 6:15), demikian berita perihal Stefanus, orang yang sungguh percaya kepada Tuhan sepenuhnya. Orang yang percaya kepada Tuhan semakin tertindas atau semakin menghadapi aneka macam jenis tantangan, hambatan atau masalah, justru semakin nampak bersinar mukanya. Sebagaimana emas murni semakin dibakar semakin nampak kemurniannya, tak akan hancur atau meleleh karena panas api yang membara. Orang yang percaya kepada Tuhan senantiasa mengandalkan diri sepenuhnya kepada Tuhan dan hidup dalam atau oleh Roh, sehingga senantiasa bergairah, ceria dan dinamis dalam kondisi atau situasi apapun. Maka sebagai orang beriman marilah kita mawas diri: apakah kita senantiasa ceria dan bergairah menghadapi aneka tantangan, hambatan atau masalah. Ingatlah dan sadari bahwa jika kita ceria dan bergairah berarti tak akan mudah jatuh sakit, tahan terhadap aneka serangan virus penyakit. Saya sendiri memiliki suatu pengalaman yang sangat mengesan, yaitu ketika harus mengantar seorang pastor, yang menderita hepatitis B berat dari Semarang ke Jakarta pp, dengan mobil, bersama seorang perawat dan suster. Dokter memberi nasihat agar hati-hati karena penyakit ybs bersangkutan dengan mudah dapat menular, artinya yang dekat dan bersama dengan sang pasien dapat kena virus tersebut. Namun saya tetap bergairah, maka setelah sang pastor tersebut dipanggil Tuhan, kami dicek darahnya, dan ternyata daya tahan tubuh saya semakin tangguh, sementara perawat dan suster harus disuntik vaksin hepatitis B. Kegairahan memperkuat dan mempertebah daya tahan tubuh itulah yang terjadi.

“Jalan-jalan hidupku telah aku ceritakan dan Engkau menjawab aku -- ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku. Buatlah aku mengerti petunjuk titah-titah-Mu, supaya aku merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib. Jiwaku menangis karena duka hati, teguhkanlah aku sesuai dengan firman-Mu. Jauhkanlah jalan dusta dari padaku, dan karuniakanlah aku Taurat-Mu.Aku telah memilih jalan kebenaran, telah menempatkan hukum-hukum-Mu di hadapanku.” (Mzm 119:26-30)



Jakarta, 9 Mei 2011


Romo Ignatius Sumarya, SJ