"Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya" (Kis 11:1-18; Mzm 42:2-3; Yoh 10:11-18)


"Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu.Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala. Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorang pun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku" (Yoh 10:11-18), demikian kutipan Warta Gembira hari ini



Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Nyawa adalah semangat, gairah atau cita-cita, maka 'memberikan nyawa' berarti mempersembahkan atau mengarahkan sepenuhnya semangat, gairah atau cita-cita. Marilah kata 'gembala' lebih kita fahami sebagai pemimpin atau atasan, maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan siapapun yang merasa menjadi pemimpin atau atasan di tingkat atau di dalam kehidupan bersama apapun untuk mengarahkan atau mempersembahkan semangat, gairah atau cita-cita kepada segenap anggota atau bawahannya. Lebih-lebih ketika anggota atau bawahan dalam keadaan bahaya atau terancam keselamatan hidupnya kami berharap para pemimpin atau atasan siap mendampinginya. Pengalaman macam ini kiranya pernah dihayati oleh Romo Dewanta SJ di Timor Leste, ketika umatnya terancam untuk dibunuh, ia yang menghadapi mereka yang mengancam umat serta menjadi benteng, dan akhirnya ia harus mempersembahkan diri seutuhnya, mati ditembak oleh tentara. Kami percaya para orangtua atau pemimpin keluarga pasti sungguh mengarahkan semangat, cita-cita dan harapan kepada anak-anaknya, maka semoga semangat, cita-cita atau harapan tersebut sungguh sesuai dengan kehendak Tuhan, yaitu demi keselamatan jiwa manusia. Para pemimpin atau atasan kami harapkan sungguh mengenal bawahan atau anggotanya, dan dengan kerja keras diusahakan dapat memperhatikan setiap pribadi, dengan kata lain menghayati tugas pengutusannya dengan semangat 'cura personalis'.

· "Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup."(Kis 11:18), demikian kata umat Allah setelah mendengarkan nasihat para rasul atas dorongan Roh Kudus. Rahmat pertobatanm atau kabar baik yang dibawa oleh Yesus tidak hanya bagi bangsa tertentu saja, melainkan bagi seluruh bangsa di dunia, bagi seluruh umat manusia. Maka dengan ini kami mengharapkan kepada semua umat beragama untuk tidak bersikap fanatik sempit alias merasa benar sendiri sedangkan yang lain salah. Memang ada aliran atau kelompok tertentu dalam masing-masing agama yang jumlahnya kecil begitu fanatik, sehingga menilai dan menyikap umat beragama lain atau yang tak sealiran dengan mereka sebagai kafir. Kita semua mendambakan hidup kekal dan bahagia selamanya di sorga setelah meninggal dunia, maka marilah kita saling bekerjasama dalam penghayatan iman, kita bangun dan perdalam kerukunan sejati di antara umat beragama atau beriman. Marilah kita hayati bahwa kita semua saudara dan satu, meskipun dalam kenyataan berbeda satu sama lain dalam fungsi, pekerjaan atau tugas pengutusan.

Hendaknya apa yang sama di antara kita dihayati secara mendalam, sehingga apa yang berbeda antar kita akan fungsional untuk meneguhkan persaudaraan atau persahabatan. Apa yang berbeda di antara kita hendaknya dijadikan daya tarik dan daya pikat untuk semakin saling mengenal, mendekat dan bersahabat. Marilah kita hayati bahwa tidak ada manusia yang sama identik di dunia ini meskipun kembar, melainkan kita semua berbeda satu sama lain, dan Tuhan menghendaki agar kita yang berbeda ini saling mengasihi agar perjalanan hidup dan tugas pengutusan kita sungguh 'memimpin kepada hidup', hidup bahagia dan damai sejahtera selamanya di sorga.



"Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?"

(Mzm 42:2-3)

Jakarta, 16 Mei 2011


Romo Ignatius Sumarya, SJ

Note: minta pamit dari Jakarta, Senin 16 Mei saya rencana pindah ke Seminari Mertoyudan – Magelang