Bulan Liturgi hari ke 19: Kudus

19. Kudus

Mengakhiri prefasi, imam mengatupkan tangan, dan bersama umat melagukan/mengucapkan aklamasi Kudus:

Kudus, kudus, kuduslah Tuhan - Allah segala kuasa. - Surga dan bumi penuh kemuliaan-Mu. - Terpujilah Engkau di surga. - Diberkatilah yang datang dalam nama Tuhan. - Terpujilah Engkau di surga.

Terpesona oleh kebaikan dan keagungan Allah yang diungkapkan dalam prefasi, dengan penuh kegembiraan umat melambungkan aklamasi “Kudus,” yang seyogyanya selalu dilagukan, bahkan juga dalam misa-misa yang sederhana. 63 Bersatu dengan Gereja surgawi, dengan para malaikat dan para kudus, kita mengumandangkan madah “Kudus”.

Teks lagu ini diambil dari Alkitab, menuturkan penglihatan surgawi Yesaya dan Yohanes. Nabi Yesaya melihat Allah duduk di atas singgasana yang mulia. Para serafim berdiri di hadapan Allah sambil bernyanyi: “Kudus, kudus, kudus, Tuhan segala Tuhan. Seluruh bumi penuh dengan kemuliaan-Nya” (Yes. 6:3). Santo Yohanes melihat empat makhluk bersayap, yang siang dan malam tanpa henti berseru: Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah yang mahakuasa, yang sudah ada, yang ada dan yang akan ada” (Why 4:8).

Aklamasi “Kudus” diarahkan kepada Allah Bapa, sedangkan “Diberkatilah yang datang dalam nama Tuhan” ditujukan kepada Kristus.

Sedari hakikatnya, aklamasi “kudus” harus dinyanyikan, dan dinyanyikan oleh seluruh umat, sebab merupakan pekik aklamasi, sorak-sorai, seruan kegembiraan, nyanyian yang gegap gempita dari umat. Maka umat perlu dilibatkan dan diajak melagukan aklamasi ini dengan segenap hati; kalau suatu lagu Kudus belum dikuasi umat, dirigen harus melatih mereka sebelum Perayaan Ekaristi.

Tips: Latihan

Hendaknya umat dilatih melagukan nyanyian Kudus dengan baik.

Pendalaman
1. Aslinya, “Kudus” itu nyanyian siapa? Dan dilagukan di mana?
2. Mengapa “Kudus” seyogyanya dilagukan?
3. Melagukan “Kudus” berarti menggabungkan diri dalam kidung pujian para penghuni surga. Bagaimana seharusnya sikap dan cara kita menyanyikan “Kudus”?



Musik dalam Ibadat Katolik, no. 54.



Sumber: Mengenal, Mendalami, Mencintai Ekaristi - Ernest Mariyanto