"Tuhan datanglah sebelum anakku mati." (Yes 65:17-21; Mzm 30:4-6; Yoh 4:43-54)


“Dan setelah dua hari itu Yesus berangkat dari sana ke Galilea, sebab Yesus sendiri telah bersaksi, bahwa seorang nabi tidak dihormati di negerinya sendiri. Maka setelah Ia tiba di Galilea, orang-orang Galilea pun menyambut Dia, karena mereka telah melihat segala sesuatu yang dikerjakan-Nya di Yerusalem pada pesta itu, sebab mereka sendiri pun turut ke pesta itu. Maka Yesus kembali lagi ke Kana di Galilea, di mana Ia membuat air menjadi anggur. Dan di Kapernaum ada seorang pegawai istana, anaknya sedang sakit. Ketika ia mendengar, bahwa Yesus telah datang dari Yudea ke Galilea, pergilah ia kepada-Nya lalu meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan anaknya, sebab anaknya itu hampir mati. Maka kata Yesus kepadanya: "Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya." Pegawai istana itu berkata kepada-Nya: "Tuhan, datanglah sebelum anakku mati." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, anakmu hidup!" Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi. Ketika ia masih di tengah jalan hamba-hambanya telah datang kepadanya dengan kabar, bahwa anaknya hidup. Ia bertanya kepada mereka pukul berapa anak itu mulai sembuh. Jawab mereka: "Kemarin siang pukul satu demamnya hilang." Maka teringatlah ayah itu, bahwa pada saat itulah Yesus berkata kepadanya: "Anakmu hidup." Lalu ia pun percaya, ia dan seluruh keluarganya. Dan itulah tanda kedua yang dibuat Yesus ketika Ia pulang dari Yudea ke Galilea.” (Yoh 4:43-54), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Kepada kita diingatkan kembali bahwa orang asing atau lain lebih percaya kepada Yesus daripada saudara-saudari-Nya sendiri di Nazareth. Warta Gembira hari ini menceriterakan penyembuhan orang sakit di Kana; iman itulah yang menyembuhkan. Maka baiklah kita umat beriman mawas diri sejauh mana kita sungguh menghayati iman kita; jika kita sungguh menghayati iman kita percayalah kita pasti senantiasa akan dalam keadaan segar bugar, sehat wal’afiat dan tidak mudah jatuh sakit. Menghayati iman antara lain dengan sungguh-sungguh melaksanakan tugas pekerjaan kita masing-masing, hidup dan bertindak sesuai dengan panggilan kita serta melaksanakan sepenuhnya aneka aneka tata tertib yang terkait dengan panggilan tersebut. Marilah kita hidup teratur, tertib dan disiplin diri, entah dalam hal makan dan minum, bekerja/belajar dan istirahat, olahraga dst.. Saling mengasihi itulah keutamaan yang hendaknya juga dihayati dalam pergaulan bersama dimanapun dan kapanpun. Sementara itu jika kita dalam keadaan sakit atau kurang sehat, hendaknya dengan rendah hati menghadap Tuhan untuk mohon penyembuhan melalui dukungan dan dalam kebersamaan dengan saudara-saudari kita, meneladan pegawai istana yang mohon kepada Yesus “Tuhan, datanglah sebelum anakku mati”. Dengan kata lain kita hendaknya juga murah hati untuk membantu penyembuhan orang lain yang sungguh membutuhkan.

· "Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati. Tetapi bergiranglah dan bersorak-sorak untuk selama-lamanya atas apa yang Kuciptakan,” (Yes 65:17-18a). Bergiranglah dan bersorak-sorailah untuk selama-lamanya atas apa yang Kuciptakan” inilah yang hendaknya kita renungkan dan hayati dalam hidup kita sehari-hari. Ciptaan Allah di bumi antara lain manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan beserta lingkungan hidupnya, maka marilah kita bergirang dan bersorak-sorai atas semuanya itu. Tentu saja pertama-tama dan terutama relasi kita dengan sesama manusia dimanapun dan kapanpun: hendaknya kita sambut dengan gembira dan gairah siapapun yang mendatangi atau menyapa kita, sebagaimana dilakukan pegawai istana menyambut kedatangan Yesus di Kana, sehingga kebersamaan hidup menjadi gembira dan dengan demikian lingkungan hidup dimana kita hidup atau berada sungguh menarik, mempesona dan memikat bagi siapapun. Hidup dalam persahabatan atau persaudaraan sejati pada dirinya bersifat missioner, berdimensi pengutusan. Maka dengan ini kami berharap pada komunitas basis, entah dalam keluarga atau komunitas, sungguh terjadi persaudaraan atau persahabatan sejati, tiada kebencian, pertentangan, permusuhan atau saling mendiamkan. Hendaknya kita senantiasa hidup baru setiap hari atau saat/jam, artinya menghadapi dan menyikapi segala sesuatu dengan semangat baru, misalnya setiap pagi berdoa seperti ini “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!”(Rat 3:22-23). Kasih setia Tuhan antara lain menjadi nyata dalam kegairahan dan kegembiraan ciptaan-ciptaan Allah, entah dalam manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan.


“TUHAN, Engkau mengangkat aku dari dunia orang mati, Engkau menghidupkan aku di antara mereka yang turun ke liang kubur. Nyanyikanlah mazmur bagi TUHAN, hai orang-orang yang dikasihi-Nya, dan persembahkanlah syukur kepada nama-Nya yang kudus! Sebab sesaat saja Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati; sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai” (Mzm 30:4-6)


Jakarta, 4 April 2011


Romo Ignatius Sumarya, SJ