"Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku”. (Yes 42: 1-7; Mzm 27:1-3; Yoh 12: 1-11)

“Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati. Di situ diadakan perjamuan untuk Dia dan Marta melayani, sedang salah seorang yang turut makan dengan Yesus adalah Lazarus. Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu. Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata: "Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?" Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya. Maka kata Yesus: "Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu." Sejumlah besar orang Yahudi mendengar, bahwa Yesus ada di sana dan mereka datang bukan hanya karena Yesus, melainkan juga untuk melihat Lazarus, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati. Lalu imam-imam kepala bermupakat untuk membunuh Lazarus juga, sebab karena dia banyak orang Yahudi meninggalkan mereka dan percaya kepada Yesus.” (Yoh 12:1-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Yudas Iskariot kiranya termasuk salah satu murid atau rasul Yesus yang bersikap mental materialistis, maka ketika melihat Maria meminyaki kaki Yesus dengan minyak wangi yang mahal harganya ia berkata: “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?" . Cintakasih memang mengatasi segalanya, termasuk perhatian terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan, dan pada umumnya perilaku cintakasih sejati memang sering sulit terpahami dengan logis atau akal sehat. Maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri: sejauh mana cintakasih kita kepada Tuhan, sehingga dengan penuh syukur dan terima kasih kita bersembah-sujud kepada-Nya, yang secara konkret kita wujudkan dalam bentuk perhatian kepada mereka yang tidak lama lagi akan meninggal dunia atau dipanggil Tuhan. Dalam kenyataan hidup sehari-hari kiranya hal itu terjadi, yaitu: dengan jiwa besar dan hati rela berkorban kita mengunjungi dan mendampingi mereka yang tak lama lagi akan dipanggil Tuhan. Memang ada kemungkinan kita tidak tahu persis kapan saudara-saudari kita yang sedang menderita sakit akan segera dipanggil Tuhan, maka baiklah kita senantiasa mengasihi mereka yang dekat dengan kita setiap hari, entah di rumah atau di tempat kerja. Boroskan waktu dan tenaga atau jika perlu harta atau uang anda bagi yang terkasih.

· "Aku ini, TUHAN, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa, untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara.” (Yes 42:6-7), demikian firman Allah kepada Yesaya, kepada kita semua umat beriman. Kita semua dipanggil untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatan, antara lain ‘untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dst..”. Mungkin yang buta atau terhukum secara phisik tidak ada atau hanya sedikit, namun yang secara spiritual atau rohani cukup banyak. Maka marilah kita perhatikan mereka yang buta dan terhukum secara spiritual, antara lain mereka yang bersikap mental materialistis, tentu saja dari diri kita sendiri diharapkan tidak bersikap mental materialistis. Kita hayati tiga keutamaan utama yaitu: iman, harapan dan cintakasih, dan yang terbesar adalah cintalasih. Wujud keutamaan cintakasih antara lain ‘sabar, murah hati, tidak pemarah, siap sedia mengharapkan, menanggung dan mengerjakan segala sesuatu” (lihat 1Kor 13:4-7). Murah hati itulah yang mungkin kita hayati dan sebarluaskan. Murah hati secara harafiah berarti hatinya dijual murah alias memberi perhatian kepada siapapun tanpa pandang bulu, dan tentu saja lebih-lebih mereka yang buta dan terhukum secara spiritual. Hendaknya tidak takut dan gentar dalam menyelamatkan mereka, karena tangan Tuhan senantiasa memegang tangan kita alias Tuhan senantiasa menyertai kita. Bersama dan bersatu dengan Tuhan kita akan mampu mengasihi siapapun tanpa pandang bulu.

“TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar? Ketika penjahat-penjahat menyerang aku untuk memakan dagingku, yakni semua lawanku dan musuhku, mereka sendirilah yang tergelincir dan jatuh. Sekalipun tentara berkemah mengepung aku, tidak takut hatiku; sekalipun timbul peperangan melawan aku, dalam hal itu pun aku tetap percaya.”(Mzm 27:1-3) .

Jakarta, 18 April 2011


Romo Ignatius Sumarya, SJ