"Yesus mengajar murid-murid-Nya berdoa." (Yes 55:10-11; Mzm 34:4-7.16-19; Mat 6:7-15)

“Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.] Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Mat 6:7-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Warta Gembira hari ini mengangkat doa “Bapa Kami’, doa yang diajarkan oleh Yesus dan kiranya kita semua hafal di luar kepala. Namun suatu pertanyaan refleksif: apakah kita telah menghayati isi doa Bapa Kami tersebut di dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Isi utama dari doa Bapa Kami hemat saya adalah persaudaraan atau persahabatan sejati, maka marilah di masa Prapaskah ini kita mawas diri perihal persaudaraan atau persahabatan sejati. Secara konkret kita diharapkan senantiasa menghayati kehadiran Allah dalam hidup kita sehari-hari, sehingga kita hidup dan bertindak dalam kuasa Allah, yang menjadi nyata dalam keutamaan-keutamaan: hidup sederhana/tidak serakah dan saling mengampuni. “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”, demikian doa kita, maka hendaknya agar doa tersebut terkabul kita senantiasa berusaha untuk hidup sederhana antara lain dalam hal makan dan minum. Makanan dan minuman yang penting sehat dan bergizi serta cukup, dan untuk itu belum tentu enak atau nikmat di lidah. Kalau masing-masing dari kita makan dan minum secara sederhana kiranya kita semua dapat makan hari ini secukupnya, tiada yang kelaparan atau kehausan satupun di antara kita. Hidup saling mengampuni juga merupakan panggilan yang mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan pada masa kini, mengingat balas dendam, kebencian dan permusuhan masih marak di sana-sini. Jika kita hidup sederhana dan saling mengampuni, maka terjadilah persaudaraan sejati di antara kita.

· “Seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya” (Yes 55:10-11). Allah adalah Maha Kuasa, maka firman atau sabdaNya sungguh kuat kuasa. Masa Prapaskah juga masa untuk meningkatkan dan memperdalam pemahaman dan penghayatan kita terhadap firman Allah, maka marilah kita baca, renungkan dan hayati firman Allah sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Sebagai contoh baiklah kita ikuti teks-teks kitab suci sesuai dengan Kalendarium Liturgy, yang saya coba kutipkan setiap hari. Apa yang saya coba refleksikan dan tulis adalah bagian kecil, satu dua ayat saja, dari kutipan Kitab Suci pada hari yang bersangkutan. Maka silahkan membacakan dan mendengarkan kembali teks kitab suci hari ini, baca berkali-kali atau berulang-ulang sampai ada kata atau kalimat yang mengesan atau menyentuh anda, dan kemudian cecap dalam-dalam kata atau kalimat tersebut, sehingga merasuk di hati alias menjadi milik anda sendiri. Kami percaya jika kita sungguh mendengarkan dan merenungkan dalam hati dalam-dalam firman Allah, maka kita akan hidup dan bertindak sesuai dengan firman tersebut. “Karena bukan berlimpahnya pengetahuan, melainkan merasakan dan mencecap dalam-dalam kebenarannya itulah yang memperkenyang jiwa” (St.Ignatius Loyola, LR no 2), demikian nasihat St.Ignatius Loyola bagi siapapun yang mendambakan kemajuan dan kedalaman hidup rohani. Firman atau nasihat di atas ini kiranya dapat diterapkan juga dalam bidang pendidikan; bukan banyaknya mata pelajaran yang diajarkan yang diutamakan, melainkan pemahaman dan kedalaman mata pelajaran yang bersangkutan.

“Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya! Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku. Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu. Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya” (Mzm 34:4-7)

Selasa, 15 Maret 2011

Romo Ignatius Sumarya, SJ