HOMILI: Sabtu-Minggu, 12-13 Maret 2011, Hari Minggu Prapaskah I

"Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis."

Padang gurun di wilayah Timur Tengah memang sangat luas. Ketika saya mendampingi kelompok ziarah ke Tanah Suci antara lain harus melintasi padang gurun di wilayah Mesir selama lebih dari tiga jam perjalanan dengan bus wisata dengan kecepatan rata-rata 100 km/jam. Maka kiranya dapat dibayangkan betapa besar, tantangan dan masalahnya jika anda berjalan atau berada sendirian di tengah padang gurun. Godaan untuk bunuh diri mungkin terjadi. Namun ada dua kemungkinan ketika sendirian berada di padang gurun berhari-hari, yaitu : bunuh diri karena frustrasi atau mempersembahkan diri pada Penyelenggaraan Ilahi/Allah sepenuhnya. "Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis", pencobaan dari Iblis adalah `makanan, percaya diri tanpa Allah dan kesombongan'. Mungkin kita tidak akan berada di padang gurun, tetapi hemat saya hidup masa kini bagaikan berada di padang gurun, dimana kita ada kemungkinan dicobai seperti Yesus. Maka baiklah ketika kita dicobai, marilah belajar dari atau meneladan Yesus, dan untuk itu saya berusaha membantu dengan sederhana merefleksikan pengalaman pencobaan Yesus di padang gurun serta tanggapan-Nya.


"Datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti."Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Mat 4:3-4)


Godaan dari Iblis pada Yesus yang pertama adalah masalah kebutuhan phisik atau tubuh, yang bagi kita masa kini godaan tersebut dapat berupa: makanan, minuman, harta benda atau uang alias semangat atau sikap mental materialistis/duniawi. Sikap mental materiatistis kiranya menjiwai cukup banyak orang masa kini: makan dan minum yang enak sebanyak-banyaknya padahal jenis makanan dan minuman yang dinikmati menimbulkan penyakit dalam tubuh, seperti: kolesterol, trikeserit, gula dst.. Ada orang begitu bekerja keras, termasuik berkorupsi dalam rangka mengumpulkan uang atau harta benda: siang malam bekerja sehingga kurang istirahat dan berkomunikasi dengan anggota keluarga,

"Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah", demikian jawaban Yesus menanggapi godaan Iblis perihal kebutuhan tubuh. Kita memiliki hati, jiwa, akal budi dan anggota-anggota badan/tubuh, maka marilah tidak hanya anggota tubuh yang kita beri gizi, tetapi juga hati, jiwa serta akal budi, antara lain dengan membaca dan merenungkan firman Allah, sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Maka baiklah kita berpartisipasi secara aktif dalam pertemuan umat di lingkungan di masa Prapaskah ini untuk berdoa bersama atau pendalaman iman. Jika tak mungkin berpartisipasi dalam kegiatan lingkungan, baiklah secara sendirian atau di dalam keluarga disisihkan waktu khusus setiap hari untuk berdoa atau membaca dan merenungkan firman Allah. Selain di dalam Kitab Suci, firman Allah juga diusahakan `diterjemahkan' ke dalam aneka tata tertib atau aturan hidup dan kerja bersama. Maka hendaknya menyisihkan waktu khusus setiap hari untuk membaca dan meresapkan tata tertib atau aturan yang terkait dengan hidup, panggilan serta tugas pengutusan kita masing-masing. Marilah di masa Prapaskah ini kita perdalam dan kembangkan iman kepercayaan kita kepada Tuhan. Hendaknya aneka macam harta benda atau uang dijadikan sarana atau jalan menuju kepada Allah, alias sarana atau wahana untuk menyucikan diri atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah. Semakin kaya akan harta benda atau uang, hendaknya juga semakin beriman, semakin berbakti kepada Allah. Jauhilah `gila akan harta benda atau uang', karena ketika tiada harta benda atau uang yang didambakan yang ada tinggal `gila'nya alias anda akan menjadi gila atau sinthing.

"Kemudian Iblis membawa-Nya ke Kota Suci dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah, lalu berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu." Yesus berkata kepadanya: "Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!" (Mat 4:5-7)

Orang yang kaya akan harta benda atau uang pada umumnya menjadi begitu percaya diri sepenuhnya dan tidak atau kurang percaya kepada Allah. Dengan harta atau uangnya yang banyak orang dapat berbuat apa saja sesuai dengan keinginan atau untuk memenuhi nafsunya. Ia akan berusaha mencobai Allah agar Allah senantiasa mengabulkan keinginan atau nafsu pribadinya, meskipun apa yang diinginkan menghancurkan jiwanya. Ia juga sering menjadikan sesama manusia bagaikan harta benda saja, dapat diperoleh dengan uang atau harta bendanya, antara pergi ke tempat pelacuran untuk memenuhi gairah seksualnya, yang tak terpenuhi oleh pasangan hidupnya.

"Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu", demikian jawaban Yesus terhadap godaan Iblis. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah ciptaan Allah, dan hanya dapat tumbuh berkembang sebagaimana adanya saat ini karena kasih Allah, yang kita terima secara melimpah ruah melalui sekian banyak orang yang mengasihi atau memperhatikan kita dengan aneka cara dan bentuk. Aneka macam sapaan, sentuhan, perhatian atau perlakuan orang lain pada diri kita adalah perwujudan kasih Allah, dengan kata lain saudara-saudari kita adalah wakil Allah. Maka hendaknya juga tidak mencobai sesama manusia atau memperlakukan sesama manusia bagaikan harta benda, yang dapat diperlukan apa saja sesuai dengan keinginan kita. Mencobai sesama manusia berari mencobai Yesus. Godaan pada diri kita dapat berupa gila akan kuasa atau kedudukan atau jabatan, maka hendaknya jangan gila akan kuasa, kedudukan atau jabatan, karena ketika anda tidak memperolehnya atau kehilangan kuasa, kedudukan atau jabatan, yang tinggal adalah `gila'nya, anda akan menjadi gila atau sinthing.

"Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada-Nya: "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku." Maka berkatalah Yesus kepadanya: "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (Mat 4-8-10)

Orang kaya akan harta benda dan uang serta memiliki kuasa, jabatan atau kedudukan dapat menjadi sombong, atau menghadapi godaan untuk menjadi sombong atau atheis. Ia bersembah sujud kepada harta benda, uang, kedudukan, kuasa atau jabatannya. Godaan untuk menjadi sombong kita hadapi setiap hari dalam aneka kesempatan dan kemungkinan. "Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti", demikian jawaban Yesus pada Iblis yang menggoda-Nya untuk menjadi sombong. Kita dipanggil untuk meneladan Yesus, dan untuk itu marilah kita hidup dan bertindak dengan rendah hati, kebalikan dari sombong. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Putaka – Jakarta 1997, hal 24).

Kami berharap mereka yang berpengaruh dalam hidup dan kerja bersama untuk dapat menjadi teladan penghayatan kerendahan hati, dan tidak menjadi sombong. Marilah kita dukung para gembala kita, para uskup, yang senantiasa berusaha untuk rendah hati, antara lain dalam doanya senantiasa menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina, dengan harap dapat melayani umat yang dipercayakan kepadanya. Dengan kata lain kami berharap kepada para pemimpin atau ketua atau atasan untuk hidup dan bertindak melayani, menghayati kepemimpinan partisipatif: pemimpin atau atasan yang mendengarkan .

"Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa" (Rm 5:12)

Paulus dalam suratnya kepada umat di Roma hari ini mengingatkan kita semua bahwa dosa atau keselamatan dapat masuk ke dunia oleh satu orang. Di sini Paulus berbicara perihal Adam, manusia pertama dan Yesus, Penyelamat Dunia. Peringatan Paulus ini kiranya baik untuk kita renungkan atau refleksikan. Kehadiran dan sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun dapat menjadi pendorong atau motivasi orang untuk berdosa atau semakin berbakti kepada Allah, semakin beriman. Dimanapun dan kapanpun kita hadir atau berada, serta apapun yang kita lakukan hendaknya dapat menjadi pendorong atau motivasi bagi orang lain untuk semakin beriman atau berbakti kepada Tuhan, dan tentu saja dari diri kita sendiri harus sungguh beriman atau berbudi pekerti luhur. Maka baiklah sekali lagi kami kutipkan sifat-sifat berbudi pekerti luhur, dan anda dapat memilih salah satu ciri untuk dihayati. Hemat saya ketika kita unggul dalam salah satu ciri pada umumnya secara inklusif kita juga menghayati sifat-sifat lainnya.

"Sifat-sifat budi pekerti luhur, yaitu: bekerja keras, berani memikul resiko, berdisiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian diri, produktif rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, sikap adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tetap janji, terbuka dan ulet " (Prof.Dr.Sedyawati: Pedoman Penananam Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka, Jakarta 1997)

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat" (Mzm 51:2-6a)

Jakarta, 13 Maret 2011


Romo Ignatius Sumarya, SJ