HOMILI: Rabu Abu (Yl 2:12-18; Mzm 51:3-6a; 2Kor 5:20-6:2; Mat 6:1-6.16-18)

"Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik"

"Kebiasaan Gereja perdana diteruskan dalam Gereja kuno pada zaman para Bapa Gereja. Pada masa itu dikembangkan suatu upacara khusus, baik untuk mengucilkan seseorang maupun untuk menerima-nya kembali di kalangan Gereja. Orang yang memberi sandungan karena perbuatan jahat (membunuh, merampok, zinah, dan murtad), bila mengaku dosanya di hadapan uskup, ditempatkan di kalangan orang yang menjalankan laku tapa. Mereka mempunyai tempat khusus di gedung gereja (atau di mukanya), mempunyai pakaian khusus dan diwajibkan berpuasa, berdoa, dan memberi sedekah. Mereka tidak boleh ikut serta dengan perayaan Ekaristi, dan diperlakukan sebagai 'katekumen', yakni orang yang belum dibaptis dan belum menjadi anggota Gereja. Setelah selesai masa tobat, yang ditetapkan oleh uskup, mereka – biasanya pada Kamis Putih – diterima kembali di kalangan Gereja, oleh uskup juga. Maka jelas ada suatu upacara khusus, baik untuk pengucilan maupun untuk penerimaan kembali. Yang pokok dalam ibadat suci itu ialah tobat sendiri atau laku tapa" (KWI: IMAN KATOLIK, Buku Informasi dan Referensi, Jakarta 1996, hal 431). Hari ini adalah Rabu Abu, awal masa prapaskah, masa tobat atau masa retret agung umat. Mulai hari ini, selama kurang lebih 40 hari, kita diajak mawas diri perihal hidup keimanan dan keagamaan kita, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Maka baiklah kita renungkan sabda Yesus hari ini.


"Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Mat 6:16-18)


Berpuasa atau lakutapa memiliki tujuan, antara lain: "(1) menyilih dosa-dosa masa lampau, (2) mengalahkan diri, maksudnya: supaya nafsu taat kepada budi, dan semua kemampuan-kemampuan yang lebih rendah makin tunduk kepada yang lebih luhur, dan (3) untuk mencari dan mendapatkan suatu rahmat atau anugerah, yang dikehendaki atau diinginkan" (St. Ignatius Loyola: LR no 87):

(1). "Menyilih dosa-dosa masa lampau" berarti menyesali dosa yang telah dilakukan serta tidak melakukan lagi dosa yang sama. Agar penyesalan berhasil dengan baik hendaknya mengaku dosa secara pribadi di hadapan imam/pastor, agar dengan rahmat kasih pengampunan-Nya kita mampu meninggalkan dosa-dosa yang telah kita lakukan. Maka baiklah memasuki masa Prapaskah ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri dengan baik, agar semakin mengenali dan menghayati diri sebagai orang berdosa yang dipanggil Tuhan.

(2). Berusaha "supaya nafsu taat kepada budi dan semua kemampuan lebih rendah tunduk kepada kemampuan lebih luhur" memang harus bekerja keras. "Bekerja keras adalah sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif dan tidak berpangku tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakatta 1997, hal 10). Dalam bekerja keras memang tidak boleh bermuka muram, melainkan ceria, gembira dan bergairah, dan juga tidak perlu mencari muka, sanjungan atau pujian dari orang lain. Kita memiliki aneka macam nafsu, antara lain nafsu makan dan minum serta seksual, maka hendaknya dalam hal makan dan minum maupun melakukan hubungan seksual sungguh masuk akal dan demi kesehatan atau kebugaran tubuh/fisik maupun rohani (jiwa dan hati). Hendaknya menjauhi aneka mabuk-mabukan atau pesta pora; demikian pula hubungan seksual hendaknya merupakan perwujudan kasih, sehingga setelah hubungan seksual saling mengasihi dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tubuh/tenaga. Itulah kiranya yang dimaksud dengan mengusahakan kemampun lebih rendah tunduk kepada yang lebih luhur: makan dan minum serta hubungan seksual merupakan ungkapan atau perwujudan kasih.

(3) "Mencari atau mendapatkan rahmat atau anugerah, yang diinginkan atau dikehendaki" berarti dengan penuh harapan dan keterbukaan diri terhadap aneka macam kemungkinan dan kesempatan atau kebaikan/rahmat Tuhan yang menjadi nyata dalam kasih dan kebaikan saudara-saudari kita. Untuk itu antara lain kita lakukan dengan berdoa. Berdoa pertama-tama dan terutama mendengarkan dengan rendah hati, maka baiklah dengan rendah hati kita dengarkan aneka macam nasihat, kita lihat dan imani aneka kebaikan Tuhan melalui cara hidup dan cara bertindak saudara-saudari kita yang terarah pada diri kita, yang lemah dan rapuh ini. Berdoa hendaknya dilakukan di 'tempat tersembunyi' artinya secara pribadi sehingga tidak ada gangguan dari orang lain. Hemat saya tempat tersembunyi ada di tempat tinggal atau rumah kita masing-masing, antara lain kamar tidur atau WC/toilet. Fungsikan tempat-tempat tersebut sebagai tempat berdoa secara pribadi. Maka prapaskah juga masa untuk meningkatkan dan memperdalam hidup doa.


"Sebagai teman-teman sekerja, kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima." (2Kor 6:1)


Kita semua memiliki tugas, entah tugas belajar maupun bekerja. Marilah kita hayati bahwa tugas belajar maupun bekerja merupakan kasih karunia Allah, yang kita terima melalui orang-orang yang berbuat baik kepada kita. Karena kasih karunia Allah hendaknya dihayati dan dilaksanakan sesuai dengan kehendak Allah, dan secara konkret belajar atau bekerja sesuai dengan tata tertib atau aturan yang berlaku. Selain tugas belajar atau bekerja, panggilan hidup kita entah sebagai suami/isteri, imam, bruder atau suster juga merupakan kasih karunia Allah, maka baiklah memasuki masa Prapaskah ini masing-masing dari kita mulai mawas diri perihal panggilan masing-masing. Berikut saya sampaikan bantuan sederhana untuk mawas diri:

(1). Suami atau isteri hendaknya menyadari dan menghayati bahwa pasangan hidupnya merupakan kasih karunia Allah atau kado dari Allah,yang telah mengasihi kita. Sebagaimana sering kita alami ketika menerima kado dari yang terkasih senantiasa terkenang pada kado tersebut dan mengasihinya, maka baiklah antar suami dan isteri saling mengenang dan mengasihi. Ingat bahwa anda pernah berjanji untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati, maka baiklah mawas diri perihal janji perkawinan dan di malam Paskah nanti kita perbaharui janji tersebut dalam upacara pembaharuan janji baptis.

(2) Imam, bruder atau suster telah berjanji untuk menjadi 'sahabat-sahabat Yesus' artinya mau meneladan cara hidup Yesus sebagai perwujudan persembahan diri secara total dan radikal kepada Allah. Maka kami mengajak rekan-rekan imam, bruder atau suster untuk mawas diri perihal persembahan diri total dan radikal. Secara konkret marilah mawas diri perihal trikaul: keperawanan, ketaatan dan kemiskinan, dan pada waktunya nanti di hari Kamis Putih atau Malam Paskah memperbaharui janji imamat atau kaul.

(3). Sebagai orang yang telah dibaptis kita telah berjanji hanya mau mengabdi Tuhan saja serta menolak godaan setan. Penghayatan janji baptis merupakan dasar dan kekuatan bagi janji perkawinan, imamat maupun kaul. Maka baiklah kita bersama-sama sebagai yang telah dibaptis mawas diri perihal janji baptis tersebut, dan baiklah juga mengenangkan santo atau santa yang menandai nama kita ketika dibaptis. Semoga upacara pembaharuan janji baptis di Malam Paskah nanti merupakan kebangkitan kembali dalam mengabdi Tuhan saja serta menolak semua godaan setan.

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku.Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat"

(Mzm 51:3-6a)



Jakarta, 9 Maret 2011

Romo Ignatius Sumarya, SJ