"Ia menjadikan segala-galanya baik" (Kej 3:1-8; Mzm 32:1-2; Mrk 7:31-37)

"Kemudian Yesus meninggalkan pula daerah Tirus dan dengan melalui Sidon pergi ke danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis. Di situ orang membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap dan memohon kepada-Nya, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu. Dan sesudah Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian, Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu Ia meludah dan meraba lidah orang itu. Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: "Efata!", artinya: Terbukalah! Maka terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik. Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceriterakannya kepada siapa pun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya. Mereka takjub dan tercengang dan berkata: "Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata." (Mrk 7: 31-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini



Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Yesus adalah Penyelamat Dunia, datang untuk menyelamatkan dunia, maka dimana ada bagian dunia yang tidak selamat atau tidak baik segera diselamatkan atau diperbaiki, terutama manusia, ciptaan terluhur di dunia ini. Maka kita yang beriman kepada-Nya dipanggil untuk meneladan-Nya, melakukan sebagaimana dilakukan oleh Yesus. Maka baiklah kita lihat dan perhatikan secara cermat dan tekun apakah ada di antara saudara-saudari kita, di lingkungan masyarakat atau tempat kerja, yang segera perlu diselamatkan atau diperbaiki, misalnya yang 'tuli atau buta' baik secara phisik, sosial, emosional, intelektual maupun spiritual. Tentu saja pertama-tama dan terutama kami berharap hal ini terjadi di dalam keluarga-keluarga kita sendiri, dengan pengandaian orangtua atau bapak-ibu dalam keadaan selamat atau baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur, sehat wal'afiat secara phisik maupun spiritual. Jika kita melakukan perbaikan dan penyelamatan di dalam keluarga kita masing-masing, maka dengan mudah usaha perbaikan dan penyelamatan dilakukan dalam lingkungan hidup yang lebih luas. Keteladanan para orangtua atau bapak-ibu sebagai pribadi yang baik, berbudi pekerti luhur dan selamat sungguh diharapkan. Ketika seluruh anggota keluarga baik dan selamat, maka lingkungan hidup sekitarnya juga baik dan selamat dan dengan demikian kebersamaan hidup sungguh menarik, mempesona dan mendorong semua orang untuk berbuat baik. Kepada mereka yang berpengaruh dalam kehidupan bersama di tingkat apapun kami harapkan senantiasa berusaha melakukan apa yang baik bagi kehidupan bersama, dengan kata lain tanda keberhasilan pemimpin dalam melaksanakan tugasnya adalah rakyat sejahtera lahir maupun batin, jasmani maupun rohani.


· "Ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah." (Kej 3:1). Kecerdikan ular telah menjatuhkan manusia pertama ke dalam dosa, melanggar perintah-perintah Allah. Cerdik tanpa iman memang membahayakan atau mengancam hidup bersama, sebagaimana telah terjadi di negeri kita tercinta masa kini, dimana cukup banyak orang cerdik melakukan kejahatan seperti korupsi, manipulasi dan kebohongan, sehingga kemerosotan moral hampir di semua bidang kehidupan bersama masih jalan terus. Usaha mengatasi hal ini hemat saya antara lain melalui pendidikan, maka baiklah saya kutipkan arah pendidikan sebagaimana digariskan oleh Gereja Katolik, sebagai berikut: "Pendidikan yang sejati harus meliputi pembentukan pribadi manusia seutuhnya, yang memperhatikan tujuan akhir dari manusia dan sekaligus pula kesejahteraan umum dari masyarakat, maka anak-anak dan para remaja hendaknya dibina sedemikian rupa sehingga dapat mengembangkan bakat-bakat fisik, moral dan intelektual mereka secara harmonis, agar mereka memperoleh citarasa tanggungjawab yang semakin sempurna dan dapat menggunakan kebebasan mereka dengan tepat, pun pula dapat berperan-serta dalam kehidupan sosial secara aktif" (KHK kan 795). Pelayanan pendidikan entah secara formal maupun informal hendaknya berpegung teguh pada arah ini, yaitu "pembentukan pribadi manusia seutuhnya". Dengan kata lain hemat saya pendidikan yang baik pertama-tama adalah mengusahakan agar para peserta didik tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik dan berbudi pekerti luhur, bukan 'pandai/pinter'. Orang pandai atau pinter dengan mudah 'minteri' (mengelabuhi?) orang lain sehingga menderita sengsara. Mendidik anak atau peserta didik agar menjadi baik memang tidak mudah.



"Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu!" (Mzm 32:1-2)



Jakarta, 11 Februari 2011


Romo Ign Sumarya, SJ