“Tuhan mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya” (2Tim 1:1-8: Mzm 96:1-3; Luk 10:1-9)

“Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan. Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah. Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu.” (Luk 10:1-9), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Timotius dan St.Titus hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Timotius dan Titus adalah murid-murid atau pembantu-pembantu Paulus, rasul agung. Mereka berbeda satu sama lain tugas pengutusannya: Timotius menjadi pewarta Injil bersama Paulus, sedangkan Titus menjadi uskup atau gembala umat. Hirarki dan charisma, uskup dan lembaga hidup bakti, itulah kelanjutan peran Timotius dan Titus masa kini. Dua pribadi yang berbeda tugas pengutusan dirayakan bersama-sama merupakan ajakan atau peringatan bagi kita semua agar dalam melaksanakan tugas pengutusan senantiasa bekerjasama atau bergotong-royong, tidak sendiri-sendiri. Dalam bekerjasama atau bergotong royong ini kiranya kita dapat belajar dari ‘semut yang sedang menggotong bangkai binatang mendaki tembok’. Coba perhatikan dan cermati semut-semut yang sedang menggotong bangkai binatang: mereka sungguh bekerjasama dengan luar biasa. Selama bekerja tidak ada yang berkorupsi, mereka saling memahami satu sama lain sehingga kapan harus bergantian menggotong, tanpa komando mereka tahu semuanya. Dalam kehidupan bersama di dalam hidup beragama, berbangsa, bermasyarakat dan bernegara, masing-masing dari kita memiliki tugas atau fungsi yang berbeda satu sama lain. Hendaknya tidak iri hati terhadap yang lain, melainkan dengan bangga masing-masing berfungsi secara prima sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Bekerjasama mengandaikan masing-masing sungguh bekerja sesuai dengan tugas dan panggilannya dan kemudian menempatkan hasil kerja dan pelayanan demi kebahagiaan atau keselamatan bersama. Ingat dan sadari bahwa masing-masing dari kita adalah buah kerjasama, kerjasama bapak dan ibu kita, maka marilah kita tunjukkan bahwa kita dapat bekerjasama dengan siapapun dan dimanapun.

· “Kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu. Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.” (2Tim 1:6-7), demikian peringatan Paulus kepada Timotius. Peringatan ini kiranya baik menjadi bahan permenungan atau refleksi bagi para pemimpin, maka secara khusus kami mengajak dan mengingatkan para pemimpin Gereja di tingkat manapun untuk senantiasa ‘membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban’ para anggota atau bawahannya. “Ing madyo ambangun karso/pemberdayaan” itulah salah satu motto bapak Ki Hajar Dewantoro, bapak pendidikan Indonesia. Kehadiran, sepak terjang dan pelayanan para pemimpin hendaknya senantiasa memberdayakan anggota atau bawahannya. Dengan kata lain pemimpin sungguh diharapkan menjadi teladan pekerjasama yang baik dan handal, menghayati kepemimpinan partisipatif. Maka dimana ada bagian atau anggota yang kurang berdaya hendaknya diberi perhatian khusus sesuai dengan kemungkinan dan kesempatan yang ada. Secara khusus kami berharap kepada para orangtua maupun guru di sekolah untuk senantiasa bekerjasama memberdayakan anak-anak atau para peserta didik. Dalam sisitem pendidikan berarti menghayati semangat eksploratif: anak-anak atau peserta didik diberi kesempatan dan kemungkinan untuk bereksplorasi dalam aneka macam bidang kehidupan atau ilmu pengetahuan. Tentu saja orangtua atau guru harus dapat menjadi teladan sikap mental ‘eksploratif’ dalam cara hidup dan kerja atau pelayanannya.

“ Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa.” (Mzm 96:1-3)


Jakarta, 26 Januari 2011



Romo Ignatius Sumarya, SJ