“Imanmu telah menyelamatkan engkau”. (Ibr 12:1-4; Mzm 22:26b-28; Mrk 5:21-43)

“Adalah di situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan. Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk. Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus, maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya. Sebab katanya: "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh." Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya. Pada ketika itu juga Yesus mengetahui, bahwa ada tenaga yang keluar dari diri-Nya, lalu Ia berpaling di tengah orang banyak dan bertanya: "Siapa yang menjamah jubah-Ku?" Murid-murid-Nya menjawab: "Engkau melihat bagaimana orang-orang ini berdesak-desakan dekat-Mu, dan Engkau bertanya: Siapa yang menjamah Aku?" Lalu Ia memandang sekeliling-Nya untuk melihat siapa yang telah melakukan hal itu. Perempuan itu, yang menjadi takut dan gemetar ketika mengetahui apa yang telah terjadi atas dirinya, tampil dan tersungkur di depan Yesus dan dengan tulus memberitahukan segala sesuatu kepada-Nya. Maka kata-Nya kepada perempuan itu: "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!"” (Mrk 5:25-34), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Sehat dan sakit, sembuh dari aneka macam bentuk penyakit erat kaitannya dengan iman. Orang yang sungguh beriman kiranya senantiasa dalam keadaan sehat wal’afiat, segar bugar baik secara jasmani maupun rohani. Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, sehingga cara hidup dan cara bertindaknya senantiasa sesuai dengan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan antara lain tercermin atau menjadi nyata dalam aneka tata tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, maka jika kita mendambakan hidup sehat wal’afiat dan segar bugar, hendaknya mentaati dan melaksanakan sepenuh tata tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita. Anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga untuk dibiasakan dan dididik mentaati serta melaksanakan tata tertib yang ada. Pertama-tama marilah masing-masing dari kita dengan rendah hati dan bantuan rahmat Tuhan senantiasa berusaha untuk hidup teratur dan tertib. Kami berharap bagi siapapun yang berpengaruh dalam kehidupan dan kerja bersama dapat menjadi teladan dalam pelaksanaan tata tertib. Marilah kita hayati atau laksanakan 7 prinsip Suryamentaraman ini, yaitu : “Toto -> teratur, Titi-> teliti, hati-hati, Titis-> tepat, berfokus, efektif dan efisien, Temen-> jujur, tulus, Tetep-> konsisten, mantap, Tatag-> tabah, Tatas-> tegas”

· “Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah” (Ibr 12:2). Marilah kita hayati 7 prinsip di atas ‘dengan mata yang tertuju kepada Yesus’, yang berarti meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus. Hemat saya 7 prinsip tersebut di atas juga dihayati oleh Yesus dalam melaksanakan tugas pengutusanNya untuk menyelamatkan dunia seisinya. Memang penghayatan 7 prinsip di atas sungguh menuntut perjuangan dan pengorbanan alias ‘tekun memikul salib’. Tekun memikul salib antara lain mempersembahkan pikiran/otak, perasaan/hati dan tenaga pada panggilan dan tugas pengutusan. Jika masing-masing dari kita setia ‘memkul salib kehidupan’ kiranya kita bersama-sama akan mencapai kesempurnaan hidup, yaitu ketika meninggal dunia atau dipanggil Tuhan segera menikmati hidup bahagia dan mulia selamanya di sorga bersama Allah Pencipta dan Yesus Kristus yang kita imani. Marilah kita kenangkan bahwa setiap kali mengawali doa, yang berarti mengawali suatu tindakan, kita sering membuat tanda salib, dengan harapan dan dambaan agar apapun yang kita lakukan sungguh meneladan cara hidup dan cara bertindak Yang Tersalib. Semoga setiap membuat tanda salib tidak hanya manis di bibir atau mulut, tetapi juga menjadi manis dalam kaki, tangan, otak alias seluruh anggota tubuh kita, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita sungguh menarik, memikat dan mempesona bagi siapapun.

“Nazarku akan kubayar di depan mereka yang takut akan Dia. Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang, orang yang mencari TUHAN akan memuji-muji Dia; biarlah hatimu hidup untuk selamanya! Segala ujung bumi akan mengingatnya dan berbalik kepada TUHAN; dan segala kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di hadapan-Nya.” (Mzm 22:26b-28)


Jakarta, 1 Februari 2011

Romo Ignatius Sumarya, SJ